Pesona Benteng Kulisusu Buton Utara, Membangkitkan Memori Kejayaan di Masa Lalu

“Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Kulisusu, masyarakat setempat mengatakan bahwa tidak akan ada orang yang dapat menjadi raja Buton (di Baubau), sebelum ia menjadi raja di Kerajaan Kulisusu.”

Pada liburan kali ini, saya bersama keluarga bertolak menuju Buton Utara (Butur). Buton Utara adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang beribukota di Buranga. Akan tetapi, hampir semua perkantoran dan pemerintahan terletak di Kecamatan Kulisusu, atau orang sering menyebutnya Ereke. Di daerah Lipu Ereke inilah terdapat cagar budaya berupa benteng megah bernama Benteng Kulisusu. 

Konon, pada zaman pemerintahan Kerajaan Kulisusu, terdapat banyak sekali benteng. Benteng Kulisusu adalah satu dari sekian banyak benteng yang kemegahannya masih dapat kita saksikan hingga saat ini. 

Benteng Kulisusu merupakan benteng peninggalan di masa pemerintahan Lakino Kulisusu (Raja Kulisusu) pada abad XVII. Ide pembangunan benteng, timbul dari seorang tokoh syiar Islam kala itu yang bernama Buraku (Gaumalanga). 

Benteng Kulisusu didirikan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat yang bermukim di dalam kawasan benteng, dari serangan musuh. Ancaman kala itu, muncul dari kerajaan tetangga, dan juga serangan dari penjajah Belanda. Kulisusu sendiri dalam Bahasa Ereke berarti kulit kerang. 

Benteng Kulisusu berbahan baku batu kapur. Ia disusun dengan ketinggian mencapai sekitar 4 meter, luas area kurang lebih 13 hektar, dan berada pada 600 meter di atas permukaan laut. Di dalam area benteng, terdapat bermacam-macam peninggalan sejarah, yakni selain kulit kerang (kulisusu) juga terdapat masjid, aula, dan makam raja-raja. 

Hal yang akan kita rasakan begitu masuk di pelataran Benteng Kulisusu, yaitu terbawa pada bayangan bahwa seolah-olah kita berada di kehidupan masa kerajaan. Benteng bersejarah ini memang masih terlihat begitu megah. Pada permukaan dinding benteng bertuliskan “Benteng Lipu Kulisusu”. Pemandangan yang sungguh menakjubkan.

Setelah melewati pintu masuk benteng, akan didapati bangunan berupa masjid yang diberi nama Masjid Adat Benteng Lipu. Masjid tersebut biasa dipakai oleh pengunjung dan masyarakat setempat untuk beribadah. Pada sebelah depan kiri dan kanan masjid, terdapat dua buah meriam peninggalan zaman Belanda. Lalu di samping masjid Anda dapat melihat bangunan balai pertemuan yang berbentuk panggung.

Masuk lebih dalam lagi, akan kita dapati pusat dari keberadaan kulit kerang (kulisusu) itu sendiri. Selain kemegahan benteng, pusat keberadaan kulisusu, yang berukuran cukup besar inilah yang kerap kali menjadi tujuan utama para pengunjung. 

Konon, kulisusu tersebut sebenarnya telah terbelah menjadi dua bagian. Belahan kulisusu lainnya telah berpindah ke Kerajaan Ternate. Belahan kulisusu yang tertinggal di Ereke, diletakkan di dalam kubangan yang menyerupai sumur dangkal. Kulisusu diletakkan begitu saja, tanpa diberi pengaman apa pun. Di bagian sisi luar, ia dikelilingi oleh tembok empat sisi dengan ketinggian sekitar 1 meter.

Setelah sampai di area kulisusu, saya dan keluarga, dengan sedikit rasa takut menginjakkan kaki di atas tanah tersebut. Rasa takut akhirnya dapat kami lewati, berganti menjadi rasa senang. Lega rasanya setelah selesai menginjakkan kaki di tanah seputaran kulisusu. Artinya, kami sudah sah berkunjung ke Buton Utara. Hal itu membuat saya dan keluarga merasa bahagia. 

Sepanjang sejarah keberadaan kulisusu tersebut, tak satu orang pun berani memindah atau mengambilnya. Masyarakat setempat menyadari, bahwa barang tersebut, merupakan bagian dari sejarah panjang berdirinya Kabupaten Buton Utara. Hal itu pula yang menjadi daya tarik magis situs Benteng Kulisusu. 

Kemudian, saat kita berjalan menyusuri arah belakang benteng terlihat jelas beberapa makam raja berada di sana. Dari kejauhan kita bisa melihat makam dari Gaumalanga dan makam Wa Ode Bilahi.

Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Kulisusu, masyarakat setempat mengatakan bahwa tidak akan ada orang yang dapat menjadi raja Buton (di Baubau), sebelum ia menjadi raja di Kerajaan Kulisusu. Jadi, raja-raja Kulisusu dulunya merupakan kandidat kuat untuk menjadi raja di Kerajaan Buton.

Setelah hampir setengah hari berputar-putar mengelilingi komplek benteng, tak lupa saya pun berswafoto bersama keluarga. Keindahan dan kemegahan Benteng Kulisusu akan teringat sepanjang masa. Benteng Kulisusu Buton Utara membawa kenangan yang tak terlupakan bagi kami. 

Rasa lapar menghampiri kami semua. Oleh karena waktu menjelang sore tiba, kami bergegas menuju pinggir laut Kota Ereke, untuk menikmati lezatnya ikan tuna bakar khas Buton Utara. 

Selamat tinggal Benteng Kulisusu. Selamat tinggal Buton Utara. Pesonamu menghantarkan perasaan kami mengembara pada kejayaan Kerajaan Kulisusu di masa lalu. Jika Anda tertarik untuk berkunjung ke sana, bersiaplah untuk terpesona pada situs Benteng Kulisusu seperti kami.

Muhammad Sukamto, hakim pengadilan negeri Raha.

[red/suz/brsm]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *