Merawat Usia dari Meja Makan, Resep Hidup Tenang dan Bahagia

“Buku ini menyadarkan saya, bahwa Kejadian buruk yang menimpa, rupanya tak seburuk perkiraan kita.”

Sudah sekitar 1 minggu yang lalu buku ini saya terima, judulnya Merawat Usia dari Meja Makan. Buku ini adalah kumpulan esai karangan Dinul Qoyimah, seorang ibu guru, yang akhirnya memilih mengabdikan hidupnya di rumah, akibat dari trauma kecelakaan motor. 

Buku ini isinya bukanlah tentang resep-resep masakan yang sehat. Bukan pula bercerita tentang pola makan yang baik menurut dokter, tetapi berisikan resep-resep jitu untuk terus merawat jiwa dan pikiran. Mengelola alam pikiran dan tindakan untuk tidak mengatur Tuhan dan tidak mengatur kehidupan seperti yang selalu kita inginkan.

Resep hidup bahagia dan tenang. Itulah yang hadir dalam benak saya meski baru membaca judul-judul esainya. Esai-esai yang terasa erat sekali jika dihubungkan dengan kehidupan seorang perempuan seperti saya. 

Berhenti Sejenak itu Tidak Apa-apa

Berdamai dengan Situasi, Cara Menikmati Hidup Tenang” adalah judul esai kedua yang langsung menarik minat baca saya lebih jauh. Bercerita tentang pengalamannya sebagai seorang guru yang sangat menikmati segudang kesibukannya mengajar di sekolah, mengajar privat dari rumah ke rumah.

Kesibukan itu akhirnya harus terhenti karena kecelakaan motor yang mengakibatkan kakinya cidera. Pengalaman buruk yang berakhir pada trauma ini menyisakan ketakutan dan menyebabkan kelumpuhan. Menjadi lumpuh bukan karena tidak bisa berjalan, tetapi lebih kepada tidak mampu untuk berdaya. 

“Hopeless” satu kata yang saya temukan. Rasa hopeless itu sendiri sudah saya rasakan hampir 2 tahun belakangan. Ibarat berjalan di jalan yang panjang dan tidak ada ujungnya. Namun sebagai manusia bertahanlah dan jangan mudah menyerah, apalagi sampai mengutuk Tuhan atas semua kejadian-kejadian buruk, dan bad luck yang telah terjadi. 

“Berlapang dada menerima situasi dan kondisi” telah menyadarkan saya untuk terus belajar meluaskan hati kembali. Menerima keadaan, dan tidak ngedumel ngeyel. Berhentilah sejenak, duduk sebentar itu tidak apa-apa kok. Berhenti sebentar dapat mengembalikan kesadaran kita. 

Sampai pada akhirnya kita dapat memahami, bahkan lebih kenal terhadap diri sendiri. Bonusnya kita berhasil menemukan keunggulan, dan potensi lain dari diri kita sendiri. Meski tadinya potensi itu sudah terpatahkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. 

“Sepenuhnya menemukan diri kita yang sejati. Memahami apa dan bagaimana diri kita. Memahami kelebihan serta kelemahan diri.” Kalimat luar biasa dalam buku itu yang menguatkan hati saya seketika. 

Pada akhirnya saya sadar, bahwa saya tidak dapat mengendalikan hidup agar seperti yang saya mau. Bahkan jika saya mau untuk bersabar sedikit lagi saja, saya pasti akan menemukan keajaiban lain dari Tuhan. 

Saat esai ini selesai saya baca, saya tersenyum sendiri. Rupanya saya terlalu cemas dan khawatir, dunia ini akan berakhir jika saya berhenti. Memilih secara perlahan mundur dulu, atau bahkan berhenti sejenak di rest area, itu ternyata tidak apa-apa. 

Buah dari Kesabaran

Sebuah esai berjudul “Pelajaran Penting dari Budaya Antre” juga menarik untuk dibaca. Fakta bahwa antre itu adalah bersedia bersabar untuk menunggu. Antre sendiri melatih kita untuk sabar sampai giliran kita tiba.

Menjalani hidup di dunia, sabar menunggu tentu saja berlaku. Ternyata seraya menunggu, banyak hal positif yang dapat kita kerjakan.

Bahkan jika kita bersedia menunggu dengan kesabaran yang sungguh-sungguh. Banyak sekali berkat dan rahmat dari Tuhan yang bisa kita dapatkan. Kesabaran yang pastinya akan berbuah manis, begitulah makna yang saya renungkan. Daripada menunggu sambil berkeluh kesah apalagi menggerutu.

Hidup Jangan Sampai Salah Jurusan

Ketika membaca esai yang berjudul “Salah Jurusan di SMA, Akar Dilema Perencanaan Masa Depan” saya jadi berpikir, naik kereta salah jurusan saja sudah membuat kita kelabakan. Apalagi kalau salah naik jurusan pesawat terbang? Berapa banyak waktu dan biaya yang harus kita keluarkan, agar dapat tiba di tujuan yang semula kita inginkan. 

Begitu juga dengan persoalan memilih jurusan sekolah yang erat kaitannya dengan profesi kita mendatang. Memilih jurusan yang tepat adalah kunci keberhasilan kita di masa depan. Jurusan yang akan membuat kita tumbuh optimal sesuai kompetensi yang kita miliki. 

Hal ini tidak terlepas dari adanya keterlibatan orang tua. Terutama dalam memberikan informasi, dan memberikan pemahaman yang utuh kepada anak-anak. Izinkanlah anak-anak untuk memilih jurusan yang mereka sukai, sesuai dengan passion mereka. 

Rasa suka akan menciptakan semangat, sehingga anak lebih termotivasi untuk mengembangkan diri. Peluang mereka bekerja sesuai keahlian juga lebih besar. Masa depan cemerlang tak lagi hanya sebatas angan-angan dan impian. 

Resep-resep Kehidupan yang Sederhana

Buku berisi 20 esai dan setebal 102 halaman ini, memaparkan resep-resep jitu mengatasi kehidupan yang serba kadang-kadang. Kadang cerah, kadang mendung berawan, kadang juga hujan. Buku ini mengemas semua resep itu secara sederhana, mudah dicerna, dan terdengar manis di telinga saya. Tidak ada kesan menggurui, bahkan rasa-rasanya penulis seperti sedang berbagi. 

Terdapat beberapa kesalahan saat pengetikan dalam buku ini. di halaman 2 “bisa” tertulis menjadi bias. Kemudian pada halaman 18, kata kesadaran, tertulis menjadi keadaran. 

Selanjutnya pada halaman 87 kata back up yang seharusnya tercetak miring karena merupakan kata asing, tercetak backup. Tentu saja kesalahan ini tidak lantas membuat buku ini menjadi cacat dan tidak enak dibaca.

Buku ini menyadarkan saya, bahwa Kejadian buruk yang menimpa, rupanya tak seburuk perkiraan kita. Dari sekian banyak kegagalan, atau hal buruk yang terjadi, dari sanalah kita belajar untuk lebih baik lagi. 

Terpuruk sebentar, kemudian bangkit kembali. Belajar melakukan segalanya dengan gembira. Belajar mengontrol dan mengelola pikiran, sehingga hidup menjadi lebih tenang. 

Buku ini memang sangat tepat berada di rak buku saya, berjejer manis di antara buku-buku lainnya.

***

Judul Buku: Merawat Usia dari Meja Makan

Penulis: Dinul Qoyimah

Tebal: vi+102hlm, ; 14×20 cm

ISBN: 978-623-5663-26-5

Tahun Terbit: 2022

Penerbit: Galuh Patria

Arum Abygail, Perempuan Jawa yang hidup di Kota khatulistiwa.

[red/nuha]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *