Mengenal Autisme lewat Mereka Hanya Berbeda

“Anak-anak yang dididik dalam ruang heterogen memiliki kesempatan untuk mengenal keragaman sosok dan karakter.”

Kita tahu, berita soal perundungan di media belakangan ini semakin menggelisahkan. Kaum rentan, termasuk para penyandang autisme, bisa menjadi target perundungan kapan saja. Seringnya, perundungan terjadi akibat kurangnya empati terhadap segala sesuatu yang dianggap berbeda oleh pelaku perundungan.

Mestinya, ada formula yang bisa digunakan untuk mengupayakan pencegahan perundungan. Salah satunya adalah dengan menumbuhkan empati pada anak-anak sedini mungkin. Anak-anak yang dididik dalam ruang heterogen memiliki kesempatan untuk mengenal keragaman sosok dan karakter. Tapi, bukankah tak semua anak berkesempatan untuk mendapat pendidikan yang benar-benar kaya akan keberagaman. 

Maka tak keliru jika kita berharap pada buku-buku tentang pentingnya empati terhadap keberagaman. Meski tak mengalami interaksi langsung, setidaknya lewat sebuah bacaan yang bagus, anak-anak dapat memperkaya wawasannya. Tapi tentu ada syaratnya, bacaan tersebut haruslah dekat dengan kenyataan.

Dan hal tersebut ternyata saya dapatkan saat membaca buku karya Ivy Sudjana bersama Rachel Cahya Gunita berjudul “Mereka Hanya Berbeda”. Buku ini seakan merupakan sebuah cara berkenalan dari pribadi penyandang autisme pada orang-orang yang masih sangat asing dengan autisme.

Jika Anda suka menonton serial televisi, di sana kadang penyandang autisme digambarkan secara lewah. Seakan-akan sosok autisme pasti memiliki superpower yang membuat mereka pasti penuh keajaiban. Misalnya, pada karakter Shaun Murphy, tokoh utama dalam serial The Good Doctor. Padahal, ya kenyataannya tidak selalu begitu. Seperti halnya kita semua, ada penyandang autisme yang biasa-biasa saja, walau ada pula yang memang terlahir dilengkapi kegemilangan. 

Dalam buku cerita bergambar yang terdiri atas 36 halaman ini, autisme dipaparkan sangat sesuai dengan kenyataan. Penulisnya, Ivy Sudjana, memang seorang ibu dari remaja autistik bernama Arsa Bintang Candra. Cerita dalam buku ini pun diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh putra sulung Ivy. 

Dalam buku yang berisi satu cerita ini, dikisahkan ada dua tokoh utama yaitu Kiki dan Dodo. Mereka adalah anak kembar penyandang autisme. Namun, sayangnya soal mereka sebagai anak yang istimewa tak langsung disebut dari halaman pertama. Barulah di halaman 10, tokoh Ibu Guru menjelaskan bahwa kedua anak kembar tersebut adalah penyandang autisme. 

Mulai halaman 10 itulah pembaca disuguhi paparan tentang autisme dalam percakapan yang mudah dipahami. Buku ini sangat cocok untuk menjadi bacaan bagi anak usia SD hingga remaja. Tentu, anak usia PAUD pun bisa dibacakan cerita dari buku ini. Hanya saja, saya rasa butuh improvisasi dari pendamping baca untuk menyederhanakan beberapa dialog dalam buku agar lebih sesuai dengan gaya percakapan anak usia dini.

Pada halaman 27-30, penulis memberikan daftar ciri-ciri anak penyandang autisme. Menurut saya, ciri-ciri yang disebutkan dapat mempermudah siapa pun untuk memahami perihal anak autistik dalam tempo yang singkat. Sebuah perkenalan yang jelas dan tidak mengada-ada tentang apa itu autisme. Cerita di dalam buku ini pun mengandung muatan moral yang penting untuk pertumbuhan empati anak.

Pada akhirnya, buku yang tipis ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang dialami oleh penyandang autisme. Konon, tak kenal maka tak sayang. Saya rasa, mengenal autisme lewat buku ini akan memudahkan pembaca untuk menyayangi teman-teman yang berbeda, tak hanya kepada mereka yang menyandang autisme saja. 

Setidaknya demikian hal yang dirasakan anak saya yang masih kelas 1 SD setelah ia membaca buku ini. Ia jadi paham bahwa salah satu teman sekelasnya berbeda darinya, mirip dengan yang ada di buku. Lalu anak saya pun mampu menyimpulkan bahwa perbedaan itu perlu dikenal oleh teman-teman lain agar bisa lebih menerapkan jargon “Jaga Teman” di sekolahnya.  

Mendengar penuturannya, saya pun berharap akan ada banyak sekolah yang menyediakan buku ini di rak-rak perpustakaan mereka. Siapa tahu, hadirnya dapat menumbuhkan sikap empatik dalam diri generasi muda Indonesia.

  • Judul Buku:  Mereka Hanya Berbeda
  • Penulis: Ivy Sudjana 
  • Illustrator: Rachel Cahya Gunita
  • Editor: Tim Elfa Mediatama
  • Tebal: 36 hlm. ; 14,5 x 20,5 cm. 
  • ISBN: 978-623-5489-03-2
  • Tahun terbit: Agustus 2022
  • Penerbit: CV Elfa MMediatama

Butet RSM, Ibu tiga anak yang masih berlatih mendengarkan anak

[red/nuha]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *