Beberapa Hal Penting saat Mengajarkan Bahasa Inggris kepada Anak

“Kemampuan dan minat yang dimiliki setiap anak berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksakan pencapaian yang sama dalam suatu proses yang kita terapkan.”

Di awal tahun ajaran baru ini, seorang teman sesama alumni FKIP Bahasa Inggris menitipkan anaknya untuk mengikuti les di bimbingan belajar yang saya kelola. Katanya, lebih mudah mengajari anak orang lain, daripada anak sendiri. “Banyak drama,” katanya. Alasan klise sih. Saya pun terkadang menghadapi persoalan yang sama saat mengajari anak sendiri. Tapi, alih-alih mencari guru les untuk anak, saya memilih mencari cara yang pas untuk mengajar sendiri anak-anak saya dan anak-anak orang lain.

Teman saya ini mengeluhkan anaknya, sebut saja namanya Sasa, yang sama sekali tidak memiliki ketertarikan akan Bahasa Inggris, padahal ibunya adalah guru Bahasa Inggris. Kondisi ini diperparah dengan tambahan fakta (kata teman saya lho ya…) bahwa guru Bahasa Inggris di sekolahnya tidak bisa menjadi support system yang mendukung minat anak dalam belajar Bahasa Inggris. 

Katanya, pernah suatu ketika anaknya tersebut mendapatkan nilai yang sangat kurang dalam sebuah pengerjaan soal. Eh, bukannya diajari, malah di-bully. Tapi entahlah, terkadang saya curiga, ceritanya ini telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga saya mau menangani permasalahan belajar anaknya. Ups.

Pada awal pembicaraan, saya mengusulkan padanya untuk mencoba beberapa cara yang saya anggap cukup efektif untuk mengakrabkan anaknya dengan Bahasa Inggris. Ternyata, beberapa cara tersebut sudah ditempuhnya, dan hasilnya zonk semua. Ya wes mbak, memang rezeki saya mendapat tambahan siswa di bimbingan belajar. Ha ha.

Setelah kurang lebih satu bulan mengikuti pembelajaran di bimbel saya, Sasa mengalami peningkatan yang cukup baik terkait minatnya terhadap Bahasa Inggris. Beberapa treatment yang kami lakukan sebenarnya sama dengan apa yang dilakukan ibunya, hanya saya tambahkan sedikit variasi di beberapa bagian agar persuasinya lebih indah dilihat, eh di didengar.

#1 Memotivasi

Di awal pertemuan kelas Bahasa Inggris (maaf saya lebih banyak bertutur tentang bahasa Inggris ya, karena memang itu bidang saya), saya selalu memaparkan kepada anak-anak tentang pentingnya belajar bahasa, selain dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Tak perlu memaparkan tujuan yang muluk-muluk seperti kemungkinan pergi ke luar negeri atau bertemu dengan orang asing. Cukup dengan memaparkan fakta-fakta manfaat dan contoh orang-orang yang sedikit mengalami kesulitan menaklukkan dunia kerja karena tak memiliki kemampuan berbahasa asing.

Suatu ketika saat mengajar di kelompok les kelas enam, saya bercerita tentang alasan-alasan mengapa seorang wakil kepala sekolah dan dokter spesialis anak, rela meluangkan waktu untuk belajar (lagi) Bahasa Inggris di bimbel ini. Ibu wakil kepala sekolah, ingin bisa menyelesaikan disertasi yang sebagian besar datanya diperoleh dari sumber-sumber berbahasa Inggris. Bu dokter anak, memiliki misi tak ingin ketinggalan informasi dan pengetahuan penting saat mengikuti seminar yang pembicaranya adalah para expert dari luar negeri. 

Kesulitan memahami Bahasa Inggris menjadikan mereka harus belajar kembali di usia yang tak lagi muda, dan harus menyisihkan waktu di sela-sela padatnya jadwal pekerjaan. Andai saja ibu wakil kepala sekolah dan ibu dokter tersebut telah menguasai Bahasa Inggris jauh di waktu sebelumnya, tentu mereka tak perlu bersusah payah seperti ini. 

Di sela cerita saya, seorang siswa kelas 6 nyeletuk, “Pantesan Bu, kakak saya kuliah di jurusan ekonomi pembangunan, tapi buku-bukunya hampir semua berbahasa Inggris.”

Saya timpali dong, “Coba bayangkan seandainya kakakmu gak mudeng Bahasa Inggris.”

“Ya, kakak akan kesulitan mengikuti pelajaran di kampusnya.”

Oke, saya tak perlu lagi berpanjang kata mengenai manfaat belajar Bahasa Inggris kepada para siswa kelas 6 ini, karena akhirnya mereka bisa menarik kesimpulan sendiri.

#2 Membiasakan 

Ada kesalahan besar yang sering dilakukan para orang tua, bahkan para guru saat memperkenalkan bahasa Inggris kepada anak-anak. Belum juga kenal, anak-anak sudah langsung diminta melafalkan, bahkan membaca bacaan-bacaan di buku paket atau lembar kerja pelajaran. Sudahlah kosa katanya asing, gak tahu cara bacanya, gak tahu artinya. Belum lagi saat ada kesalahan pelafalan, guru, atau orang tuanya langsung menyalahkan. Duh, jadi makin illfeel sama Bahasa Inggris. 

Memperkenalkan Bahasa Inggris kepada anak akan lebih mudah dengan cara membiasakannya mendengar terlebih dahulu. Memperdengarkan, akan lebih mudah diterima dengan cara menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat yang umum terlebih dahulu. Atau, menggunakan kata yang sering didengarnya atau dilihatnya entah dari buku cerita, komik, film, lagu, game, bahkan iklan.

Beruntunglah para orang tua yang menggunakan beberapa bahasa sekaligus dalam keluarga. Anak-anak akan terbiasa mendengar dan menggunakan bahasa yang beragam dalam keseharian mereka. Mereka juga akan mampu memahami percakapan dan penggunaan bahasa asing tersebut meskipun mungkin belum sepenuhnya memahami dengan benar bagaimana menggunakannya. 

Lalu, bagaimana dengan keluarga yang menggunakan hanya satu bahasa dalam keseharian? Kita bisa memulainya dengan memperdengarkan lagu-lagu berbahasa asing yang menggunakan kosakata sederhana, mengajak anak-anak menonton film kartun atau film anak-anak yang menggunakan bahasa asli (belum di-dubbing ya). Bisa juga dengan membacakan buku-buku cerita bilingual kepada anak. 

Adik saya sangat heran saat pertama kali mendengar anaknya yang baru berusia 3 tahun berhitung menggunakan kosakata angka dalam bahasa Inggris. Boro-boro mengajarkan, lha wong adik saya dan istrinya sama sekali tak menguasai bahasa Inggris, tak pernah mengajarkan apalagi menggunakannya di rumah. Dia hanya menggunakan saran saya untuk memperdengarkan dan memperlihatkan banyak lagu dan film dengan berbahasa Inggris kepada anaknya sejak kecil. Akhirnya dari terbiasa mendengar dan melihat, maka menirulah dia.

Seorang anak memiliki kemampuan merekam dan meniru yang sangat kuat. Dia akan sangat mengingat dan sering meniru hal-hal yang disukainya. Begitu pun yang terjadi dengan keponakan saya. Karena sering mendengar dan melihat, maka beberapa lagu, beberapa ungkapan dan kata-kata yang dipakai dalam lagu dan animasi tersebut akan diingat dan dipraktikkannya. 

#3 Memahami Potensi

Kemampuan dan minat yang dimiliki setiap anak berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksakan pencapaian yang sama dalam suatu proses yang kita terapkan. 

Seorang anak yang memiliki ketertarikan dan bakat berbahasa yang lemah, tidak bisa dipaksa untuk cepat menguasai bahasa baru, begitu juga sebaliknya. Sudah mau berproses dan berusaha mempelajari bahasa baru adalah lompatan besar untuknya. Tak perlu dipaksa untuk cepat bisa. 

Guru dan orang tua yang sebaiknya mawas diri untuk tidak memaksakan seorang anak dalam menguasai bahasa baru. Dan yang paling penting adalah memberikan hadiah pada saat si anak mengalami kemajuan dalam proses belajarnya, walaupun kemajuan itu hanya mampu mengingat satu kata. Akan ada keajaiban saat pujian kita menyapa telinganya. Coba saja.

Dinul Qoyimah, ibu rumah tangga, pemilik bimbel.

[red/zhr]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *