4 Hal Unik yang Terjadi saat Mengajar Daring sambil Mengasuh Bayi

Foto oleh Julia M Cameron dari Pexels

Seorang ibu bisa dikatakan sebagai wonder woman. Mereka bisa merangkap beberapa peran sekaligus.

Bagi sebagian orang, mencari uang dari rumah termasuk hal yang menguntungkan. Salah satu manfaat yang dirasakan bagi seorang ibu yang bekerja dari rumah adalah bisa lebih fleksibel dalam mengatur jadwal untuk mengurus anak. Dan saya adalah salah satunya.

Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang mencari uang jajan tambahan dari rumah dengan mengajar bahasa Inggris secara daring. Ini menjadi salah satu sumber uang belanja saya semenjak memutuskan untuk resign dari kantor.  Dengan semangat luar biasa mengumpulkan dana untuk menyambut kehadiran si jabang bayi, saya mengiyakan banyak murid dari berbagai Indonesia untuk saya ajar. Tahun lalu, dari yang awalnya hanya satu sampai dua kelas saja, saya akhirnya bisa mengajar hingga 10 kelas per hari meski dengan kondisi perut membuncit.

Namun, saat sudah mendekati HPL (Hari Perkiraan Lahir), saya memberitahukan kepada para orang tua, kalau nantinya saya akan cuti selama sebulan. Adaptasi jadi ibu baru ceritanya. Tak dinyana-nyana, setelah istirahat pasca melahirkan anak pertama tercinta, saya rindu mengajar. Bagai gayung bersambut, beberapa orang tua murid pun juga menghubungi saya kembali, “Miss, kapan ngajar lagi?”

Akhirnya saya memberanikan diri mencoba untuk kembali mengudara lewat aplikasi Zoom untuk mengajar bersama si buah hati. Inilah suka duka saya selama proses mengajar daring sambil mengurus bayi.

1. Menangis di sela-sela presentasi

Menjelaskan materi adalah kewajiban saya sebagai guru. Namun, lain ceritanya saat ada bayi yang sedang tidur di pangkuan saya. Pernah suatu ketika saya sudah memelankan suara saya saat sedang menjelaskan. Murid saya, Jessica asal Surabaya tiba-tiba nyeletuk menggunakan bahasa Inggris medhok-nya, “Miss, why is your voice so … like … mmm … kecil? I cannot hear you Miss (Miss, kenapa suaranya Miss jadi…mmm…kecil? Aku nggak kedengeran Miss).”

Lalu, saya mencoba menaikkan volume suara saya dan melanjutkan presentasi. Namun saat enak-enaknya menjelaskan tiba-tiba bayi saya kaget! “Oeeeeek … oeeeeek,” bayi saya menjerit.

“Loh, suara apa itu, Miss?”, tanya Jessica sambil nggegek. Jadilah saya memencet tombol ‘bisukan suara’ dan meminta izin waktu sebentar pada Jessica untuk menenangkan si anak. Saya sampai terpaksa menyuruh dia mengerjakan soal terlebih dahulu sebelum penjelasan selesai karena bayi saya masih menangis selama 5 menit. Maafin Miss ya, Jess.

2. Melepaskan suara kentut yang nyaring

Saya tidak tau bagaimana bayi-bayi yang lain, namun tiap kali bayi saya kentut, aroma dan suaranya sungguh istimewa. Abi, murid saya dari Palembang adalah murid terpilih yang berkesempatan mendengar suara tersebut. 

Saat lagi fokus dan asyik mencari kata bahasa Inggris di sebuah gambar, Abi terdiam setelah dia mendengar suara yang datang tiba-tiba, “Brot!” “Hah..ada bunyi Miss. What is that? Do you kentut Miss? (Bunyi apa itu Miss? Miss kentut ya?),” tanya Abi dengan mata terbuka lebar. “Really? I didn’t hear anything. Let’s continue the activity, shall we? (“Ah masa? Miss nggak dengar suara apapun tuh. Yuk, dilanjutkan lagi, yuk). Saya berdalih dengan bibir terlipat menahan tawa. Terkadang disusul suara tangisan anak saya karena dia kaget mendengar suara kentutnya sendiri. Kok bisa seh, nak?

3. Dilihat dengan tatapan aneh

Beberapa ahli berpendapat bahwa meskipun bayi belum bisa berbicara, mereka bisa merespon suara familiar yang mereka dengar. Bisa dengan menangis, tertawa, atau dengan celoteh-celoteh lainnya. Saya pernah dilihat oleh bayi saya dengan tatapan seperti, “Ibu ini ngomong opo to?” saat saya sedang bertanya jawab dengan murid saya dari Manokwari, Kayla. 

Kemampuan berbahasa Inggris Kayla yang sudah bagus terkadang membuat saya tenggelam dengan percakapan yang panjang dengannya. Kadang saya berhenti berbicara dan tersenyum saat sadar ada dua pasang mata kecil yang sedang menatap saya…aneh. Namun, bayi saya seperti tahu apa yang sedang saya lakukan. Dia membalas senyuman saya dengan membuka mulutnya yang belum ada giginya itu. Duh nak, ibu meleleh!

4.  Bermain kabel headset

Headset adalah salah satu perangkat elektronik penting bagi saya. Alat ini memudahkan saya untuk fokus mendengar suara murid saya tanpa gangguan dari luar. Tapi, kabelnya ini terkadang menarik perhatian bayi saya. Pernah murid saya Adzreen yang merupakan adik dari Kayla asal Manokwari tadi, tertawa melihat tingkah saya di depan layar. 

Kala itu bayi saya menarik-narik kabel headset yang sedang saya pakai. “Eh, eh, eh,” kata saya dengan kepala tertarik ke bawah. “Miss, what are you doing? (Miss, lagi ngapain?),” Adzreen bertanya sambil cekikan. “Oh, nothing (nggak lagi ngapa-ngapain kok),” jawab saya sambil berusaha melepaskan kabel di genggaman bayi saya. Untung yang saya ajar ini anak kecil, coba kalau orang tuanya. Mungkin besoknya sudah minta ganti guru karena dianggap main-main.

Saya rasa memang betul jika ada ungkapan bahwa seorang ibu bisa dikatakan sebagai wonder woman. Mereka bisa merangkap beberapa peran sekaligus. Mereka juga bisa melakukan beberapa aktivitas sekaligus tanpa meninggalkan kewajibannya dalam hal mengurus anak.

Ah, bersyukurnya saya bisa mempunyai kenangan bersama bayi sambil bekerja seperti ini. Terlepas riweuh dan segala macam huru-haranya saat bekerja dari rumah sambil mengasuh anak, saya sangat menikmati semua prosesnya. Mendidik dan menghidupi. Dan teruntuk semua murid saya, kalian memang pengertian. Terima kasih, ya. [red/mah]

Dhian Zhafarina, Penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *