The Keepers, Serial Dokumenter Kriminal yang Bikin Ingat Kasus Jombang

ghibahin

“Pada umumnya, keluarga korban memang mendukung dan menaruh kepercayaan yang besar terhadap institusi agama tempat mereka “menitipkan” anak-anaknya.”

Bagian terbaik dari Netflix, menurut saya, adalah film dan serial dokumenternya. Khususnya yang bergenre crime. Kebetulan, saya baru saja selesai menonton serial The Keepers, yang ternyata isinya sangat relevan dengan kejadian di Jombang.

Jika ada yang bertanya-tanya, mengapa para santri dalam kasus itu butuh waktu sampai bertahun-tahun untuk berani melapor, dan setelah dilaporkan pun masih ada santri lainnya yang membela tersangka, coba deh, tonton The Keepers. Para korban di sini nggak cuma menunggu 4–5 tahun untuk melapor, tapi sampai 20 tahun!

Film dokumenter ini diawali dengan usaha mantan murid Suster Catherine Cesnik menemukan siapa pembunuh gurunya. Cesnik adalah seorang guru Keough High School di Baltimore sebelum ia menghilang dan akhirnya ditemukan terbunuh pada tahun 1970. Kasus pembunuhan ini tidak terselesaikan, dan akhirnya ditutup.

Pada tahun 1990, kasus pembunuhan Cesnik kembali dibuka setelah dua orang mantan murid Keough High School (yang saat itu menggunakan nama alias Jane Doe dan Jane Roe) menggugat Fr. Joseph Maskell, konselor Keough High School atas tuduhan pemerkosaan dan pelecehan seksual (SPOILER ALERT. Silakan langsung ke paragraf terakhir kalau ingin menontonnya sendiri). 

Menurut keterangan Jane Doe, Maskell pernah mengajaknya melihat mayat Cesnik sebagai bentuk ancaman supaya Jane Doe tidak pernah melaporkan tindakan Maskell. Dari situ fokus cerita tidak lagi pada pembunuhan Cesnik tapi membahas tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Maskell.

Akibat trauma berat, selama kurun waktu 20 tahun Jane Doe tidak ingat sama sekali mengenai pengalamannya selama SMA Ia mengalami apa yang disebut sebagai repressed memories. Tahun 1990, ia menolak ajakan reuni teman-teman SMA-nya. Penolakannya itu membuat teman-temannya bertanya-tanya. Jane Doe sendiri mulai bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa ia selalu menghindar dari segala hal yang berkaitan dengan masa SMA-nya. Akhirnya, pelan-pelan ia berusaha mengembalikan semua ingatannya.

Sebelum melakukan gugatan, Jane Doe mengumpulkan banyak sekali kesaksian dari teman sekolahnya mengenai pelecehan seksual yang dilakukan Maskell. Karena, menurut kuasa hukum Keuskupan, ini adalah pertama kalinya ada aduan yang mengatasnamakan Maskell. Dari sekian banyak kesaksian, akhirnya hanya Jane Roe yang berani maju untuk melakukan gugatan bersama Jane Doe. 

Dari kesaksian Jane Doe, Jane Roe, dan korban lainnya, akhirnya diketahui bahwa terdapat pola yang khas ketika Maskell memilih korbannya. Maskell adalah konselor sekolah dengan latar pendidikan psikologi, jadi tentu dia paham murid-murid yang bisa dikuasai. Dia memilih murid-murid yang memiliki sejarah kekerasan dan bermasalah. Maskell memanggil murid-murid ini ke ruangannya dengan dalih “akan mengobati dan memohonkan ampun”. Dalam beberapa kejadian, bahkan ada murid yang dijemput dari rumahnya, atas izin orang tuanya, dengan alasan sekadar mengajaknya jalan-jalan.

Sayangnya, sekalipun dengan berbagai kesaksian itu, Doe dan Roe kalah. Gugatannya ditolak. Pada tahun 1990, ilmu psikologi belum seberkembang sekarang. Saat itu belum banyak penelitian mengenai repressed memory. Pihak Gereja saat itu menghadirkan saksi ahli, seorang dosen dari Johns Hopkins University, yang pada intinya menegaskan bahwa repressed memories itu tidak nyata (belakangan penelitian menunjukkan sebaliknya). Ditambah lagi ada statute of limitations yang mengatur bahwa tindak kriminal hanya dapat dilaporkan sampai tujuh tahun setelah kejadian.

Salah seorang detektif bernama samaran Deep Throat yang terlibat dalam kasus Maskell, yang bahkan hingga saat ini tidak dibuka identitasnya, menyebutkan bahwa State Attorney (kira-kira setara dengan Kejaksaan Tinggi di sini) yang bertanggung jawab saat itu, memang kerap kali melewatkan kasus-kasus pelecehan yang melibatkan institusi agama. 

Hampir semua kasus serupa ditolak gugatannya atas dasar statute of limitations tadi, atau diselesaikan dengan ganti rugi dari Gereja. Hampir tidak ada pendeta yang diputuskan bersalah, sekalipun pada tahun 2002 Keuskupan Agung pernah mengeluarkan daftar pendeta-pendeta bermasalah di Baltimore.

Fakta lainnya, pada tahun 1967, sebelum Maskell ditugaskan mengajar di Keough, diketahui bahwa Maskell telah dilaporkan kepada pihak Gereja atas pelecehan seksual kepada seorang putra altar. Fakta ini berlawanan dengan pernyataan kuasa hukum Gereja yang menyebutkan bahwa laporan dari Doe adalah laporan pertama atas Maskell.

Tak peduli di negara mana kasusnya terjadi, kira-kira seperti inilah kenyataan yang harus dihadapi oleh para korban pelecehan seksual, khususnya jika terjadi di dalam institusi agama. 

Pada umumnya, keluarga korban memang mendukung dan menaruh kepercayaan yang besar terhadap institusi agama tempat mereka “menitipkan” anak-anaknya. Ketika pelecehan akhirnya terjadi, korban jadi bertanya-tanya, apakah mungkin sosok yang seharusnya menuntunnya ke jalan yang benar ini melakukan kesalahan?

Pun ketika mereka menyadari bahwa ada yang salah, ternyata bantuan tak mudah didapatkan. Keluarga, institusi agama, bahkan negara, belum tentu akan membela mereka. Jangan sampai mereka bernasib seperti Jane Doe dan Jane Roe. Sudahlah mereka dilecehkan, diragukan kesaksiannya, kehilangan keluarga dan kepercayaannya, tapi tetap tidak dapat mendapat keadilan di mata hukum.

The Keepers ini worth watching, terutama bagi SoHib yang tertarik dengan topik pelecehan seksual yang belakangan semakin banyak terungkap. Total ada tujuh episode, masing-masingnya berdurasi sekitar satu jam. Banyak sekali orang yang memberikan keterangan, sehingga beberapa kali saya harus me-rewind untuk mengingat siapa sosok yang sedang diwawancarai.

Trigger warning: di beberapa episode, tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Maskell dideskripsikan dengan sangat gamblang. Tapi serial dokumenter ini sukses bikin saya geregetan dan marah-marah sendiri, khususnya di episode terakhir.

Sheila Amalia, Ibu biasa saja.

[red/bp]

3 thoughts on “The Keepers, Serial Dokumenter Kriminal yang Bikin Ingat Kasus Jombang

  1. Элитный психолог: эксклюзивное сопровождение.
    Конфиденциальность гарантирована.
    Решение сложных вопросов руководителей.
    Запись:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *