Pawang Hujan Mandalika, Jangan-Jangan Cuma Strategi Marketing?

Moto GP

“Melalui riset ilmiah, sangat mungkin mereka telah memprediksi secara akurat bagaimana arah angin, berapa lama hujan akan berlangsung dan kapan akan berhenti.”

Sejak kemarin, fenomena Mbak Rara Istiani Wulandari, pawang hujan di gelaran MotoGP Mandalika, masih menjadi bahan utama gelud online hingga saat artikel ini ditulis. Tidak cuma debat antara warganet dari kalangan rakyat jelata saja, tetapi juga para politisi, akademisi, agamawan, hingga kaum agnostik.

Mereka saling serang berdasarkan argumennya masing-masing. Mulai aspek ilmiah vs. klenik, modern vs. tradisional, logika vs. rasa, religius vs. syirik, bahkan hingga tuduhan kafir. Menarik, bukan? Sayangnya, tidak ada tuduhan antek Cina, komunis, pro Yahudi, atau agen Zionis seperti biasanya. Seandainya ada, pasti lebih greget. Hehehe. 

Tentu saya tidak ingin ikut larut dalam perdebatan itu. Selain tidak punya kapasitas sebagai “ahlinya ahli”. Sebagaimana warganet, saya juga malas menghabiskan kuota cuma untuk debat kusir tanpa ujung. Saya justru ingin membahas sisi lain dari viralnya pawang hujan Mandalika, yaitu strategi marketing. Kok, bisa? 

Sejak awal, MotoGP Mandalika ini memang proyek ambisius pemerintah melalui tangan kementerian BUMN dan Pariwisata. Puluhan triliun digelontorkan untuk membangun sirkuit berkelas dunia. Di saat ekonomi Indonesia hampir kolaps akibat dihajar pandemi Covid-19, mengeluarkan dana sebegitu besar jelas berisiko bagi kas negara, tetapi sekaligus peluang besar jika mampu mengelolanya. Maka, dana tersebut harus balik modal. 

Bagaimana caranya? Salah satunya tentu dengan habis-habisan menjual pesona Mandalika. Maka, dari sini, strategi marketing mulai berlaku. Bagaimana kira-kira strategi ini dilancarkan? Mari ikuti penelusuran saya. 

Pertama, terlepas dari latar belakang ayahnya yang juga seorang pawang hujan di Keraton Solo, kehadiran Mbak Rara bukan suatu kebetulan. Mbak Rara direkrut langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan dipekerjakan oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), perusahaan BUMN pemilik Sirkuit Mandalika.

Sejak awal, aksinya sengaja diviralkan melalui berbagai platform media sosial, saat melakukan ritual mengusir hujan. Bagi para bule, fenomena ini jelas menarik karena tidak mungkin ditemukan di dunia Barat. 

Kedua, Mbak Rara tidak bekerja sendiri sebagai pengendali hujan. Dia juga dibantu oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan TNI AU yang melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) jauh beberapa hari sebelumnya. Melalui riset ilmiah, sangat mungkin mereka telah memprediksi secara akurat bagaimana arah angin, berapa lama hujan akan berlangsung dan kapan akan berhenti. Nah, saat hujan diprediksi akan berhenti itulah, Mbak Rara dikerahkan untuk menjalankan aksinya. 

Tentu ini adalah sebuah perjudian yang peluang kemenangannya sangat besar. Jika aksinya berhasil, maka akan semakin membuat dunia luar tercengang. Toh, jika gagal, tidak jadi masalah, karena sudah viral duluan. Tinggal cari alibi bahwa manusia hanya bisa berikhtiar, takdir Tuhanlah yang menentukan. Hahaha. 

Ketiga, angle atau posisi pengambilan gambar saat Mbak Rara beraksi terlihat begitu sinematik. Dengan pemilihan setting yang strategis di tengah lintasan, shot jarak jauh menciptakan kesan kolosal.

Pengambilan shot jarak dekat juga dengan sempurna menangkap ekspresi wajah Mbak Rara saat sedang  berjalan membelah lintasan sambil komat-kamit. Aksi ini dilanjutkan dengan memukul-mukul mangkuk kuningan dengan alat pemukul kecil, dan menunjuk-nunjuk langit dengan alat pemukul tersebut. 

Semua adegan yang tertangkap kamera ini seakan sudah diatur sedemikian estetik, mirip seperti model yang sedang syuting iklan. 

Keempat, pemilihan “dukun” perempuan juga bukan kebetulan. Di tengah hegemoni kaum lelaki dalam berbagai bidang kehidupan–termasuk perdukunan, hehehe– memilih sosok perempuan jelas menjadi daya tarik tersendiri. Terlepas dari bias gender dan budaya patriarki, kaum perempuan telah terbukti menjadi unsur penting dalam industri periklanan di seluruh belahan dunia.

Kelima, mengenalkan kearifan lokal Nusantara. Justru inilah sisi paling magis dari gelaran MotoGP Mandalika. Menteri Pariwisata Sandiaga Uno mengatakan bahwa ini bagian dari hiburan, atraksi, dan kearifan lokal budaya Timur yang bisa menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat Barat.

Sebagaimana keragaman adat istiadat, corak batik, tari tradisional, citarasa kuliner, dan lain sebagainya. Hal ini cocok dengan pepatah Jawa, “desa mawa cara, negara mawa tata“. Artinya, setiap desa mempunyai adatnya masing-masing,  sebagaimana setiap negara juga mempunyai tata aturannya sendiri. 

Yang jelas, terlepas dari kontroversi keberadaan pawang hujan, penyelenggaraan motoGP telah menuai sukses besar. Roda ekonomi berputar, tiket maskapai penerbangan laris manis, okupansi hotel dan penginapan naik berlipat, tribun penonton juga penuh, dan UMKM pun dapat berkahnya. Dan pada akhirnya, pesona Mandalika dikenal ke seluruh penjuru dunia. [red/bp-rien]

Muhammad Makhdum, warga Kompleks Ghibah Hasanah, tinggal di Tuban. 

One thought on “Pawang Hujan Mandalika, Jangan-Jangan Cuma Strategi Marketing?

  1. Ahli pemasaran mumpuni ini ketoke si mas Penulis. Cocok diangkat jadi penasehat para start up umkm.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *