Merayakan Hari Raya dengan Template

Esai

“Lebaran tahun ini kita bisa menemukan banyak hal yang tidak berubah seperti sebelum pandemi. Kita masih menemukan banyak template yang kita gunakan baik secara sadar maupun tidak.”

Pekan ini kita masih berada di nuansa hari raya Idulfitri. Rasanya begitu semarak. Berbeda dengan dua tahun terakhir. Pada tahun sebelumnya, kita menahan diri untuk berjumpa dengan sanak keluarga. Hal itu disebabkan adanya himbauan pemerintah untuk tidak mudik (atau pulang kampung?), demi memutus rantai penyebaran virus corona.

Pada saat itulah kita merasakan  berhari raya lebaran secara virtual. Tentu saja rasanya berbeda dengan bertatap muka, berjabat tangan, dan saling bermaafan secara langsung. 

Tahun ini, kita bisa merayakan hari raya seperti di masa sebelum pandemi. Meski demikian, kita bisa menemukan banyak hal yang tidak berubah. Kita masih menemukan banyak template yang kita gunakan baik secara sadar maupun tidak. 

Misalnya, ucapan selamat hari raya yang dikirimkan melalui pesan singkat tampaknya masih saja seragam. Bahkan kadang ada teman yang menyalin rekat ucapan hari raya tanpa sempat mengedit. Dampaknya nama pengirim dan nama yang dituju dalam ucapan itu tidak selaras. 

Kemudahan dan kreativitas membuat stiker juga mewarnai ucapan hari raya. Demikian juga dengan desain gratis berbagai kartu ucapan. Stiker, twibon, atau macam-macam kartu virtual itu kemudian dikirimkan begitu saja. Sangat mudah, menjangkau lebih banyak, dan tentu saja murah. Hanya dengan bermodal kuota internet, Anda sudah bisa membuat kartu ucapan yang unik dan lucu dengan template berbagai aplikasi dan website desain gratis.

Begitu juga ketika saya membuka lini masa, ada begitu banyak ucapan, meme, bahkan tema foto yang diunggah friendlist saya juga nyaris sama. Rata-rata foto yang diunggah berupa foto keluarga lengkap, baik dalam pose formal maupun santai. Foto itu juga bisa berlatar rumah atau ruang keluarga. Ada pula yang menggunakan latar tempat wisata.

Foto-foto tersebut tidak hanya mempertegas frasa kami sekeluarga mengucapkan. Tetapi juga menyampaikan beberapa hal lain. Misalnya, foto dengan latar rumah atau ruang keluarga memberi pesan tentang kembali ke rumah. Situasi yang kita rindukan saat pandemi membatasi ruang gerak manusia. 

Kita mencari kenyamanan, rasa aman, segala sesuatu yang terkait dengan kenangan masa kecil. Masa di mana kita lebih banyak tertawa dan bahagia. Masa di mana segala kenangan baik kita simpan rapat-rapat. Dan biasa kita sebut sebagai rumah.

Meski begitu, tidak semua rumah memiliki kenangan indah yang sama. Seperti cerpen ghibahin pekan ini yang menyajikan potret kelam makna sebuah  rumah. Meski cerpen merupakan fiksi yang memiliki unsur dramatisasi, kita semua tahu cerpen sering kali memotret dan berdasar realitas kemasyarakatan.

Foto dengan latar tempat wisata, tidak hanya menandakan kegembiraan berkumpul bersama. Foto itu juga menjadi penanda bahwa kita sudah berada dalam situasi jenuh di dalam rumah. Dengan demikian kita kembali berbaur dengan alam. Meski untuk menuju ke sana kita mesti menempuh perjalanan panjang dan bisa saja menghadapi kemacetan yang menyebalkan.

Foto-foto itu juga menyampaikan fakta bahwa pandemi telah merenggut banyak nyawa. Hal itu membuat tak semua keluarga dalam kondisi utuh saat ini. 

Di sisi lain, hari raya kali ini mempertemukan kita dengan berbagai situasi khas yang hanya ditemukan dalam acara kumpul keluarga. Salah satunya adalah pertanyaan basa-basi yang bisa saja terasa menjengkelkan. Pertanyaan-pertanyaan template yang nyaris kita hapal susunannya. 

Sekitar seminggu menjelang hari raya, bertebaran aneka tip menjawab pertanyaan menyebalkan tersebut. Pertanyaan yang diawali dengan berbagai kata tanya kapan memang seringkali menjadi kisah horor yang nyelip di antara kebahagiaan di hari raya. 

Meski saya menemukan banyak tip dengan tendensi dark joke. Jawaban-jawaban yang disarankan itu bisa dipandang sebagai jawaban yang sangat kasar. Namun juga bisa dilihat sebagai rambu-rambu untuk tidak terlalu dalam mencampuri urusan orang lain. Sebab, setiap orang mempunyai ujiannya masing-masing dan pertanyaan-pertanyaan itu bisa jadi menambah berat ujian yang sedang dihadapi. 

Demikian juga dengan lelucon tentang THR dan angpau. Misalnya tentang cikal bakal investasi bodong yaitu menitipkan angpau pada ibu. Meme itu tidak hanya menyampaikan fakta bahwa ibu didapuk sebagai pengelola keuangan. Situasi apapun dalam keluarga, mesti mampu diatasi dengan berbagai cara oleh para ibu. Termasuk mengelola uang yang didapatkan anaknya pada saat hari raya tiba. 

Terlepas dari salah tidaknya dan tidak semua ibu melakukannya, meme tersebut menjadi potret kegelisahan. Pandemi merenggut banyak hal. Salah satunya sumber penghasilan bagi banyak orang. Dan kita pun tahu dalam beberapa waktu terakhir, ada banyak sekali tawaran investasi bodong yang menggiurkan dan melibatkan banyak pesohor di Indonesia.

Di sisi lain, hal itu juga memberi kesempatan kepada anak-anak untuk “berinvestasi akhirat”, berbakti pada orang tua yaitu dengan  memperbolehkan hasil angpau hari raya digunakan oleh orang tua. Toh, pada akhirnya anak juga yang akan merasakan hasil “investasi” seperti terjaminnya dana pendidikan atau kebutuhan anak lainnya.

Segala pernak pernik di atas membawa saya pada pemikiran bahwa kita telah merayakan hari raya dengan berbagai template. Hal itu muncul dari banyaknya hal seragam yang kita kirim, unggah, atau sampaikan. Meski demikian, kita punya pilihan untuk menemukan keunikan dan menjadi istimewa, sedikit berbeda, atau menjadi sesuatu yang khas kita. 

Oleh sebab itu, ketika mulut tak mampu bicara … halah! Meski sedikit terlambat, mewakili seluruh redaksi ghibahin.id, izinkan saya menyampaikan selamat ber-hari raya. Mohon maaf untuk kesalahan, ke-ghibah-an, dan apapun yang kurang berkenan. Kembali ke semula, kembali bersama kami keep ghibah, stay tabah! [red/rien]

Amin Fadlillah, di balik kemudi ghibahin.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *