Mengapa Warganet Mendukung Bjorka?

“Menyalahkan masyarakat lebih praktis daripada mengevaluasi kesalahan dan potensi kebocoran data di masa depan.”

Fenomena Bjorka baru-baru ini menggemparkan publik tanah air. Betapa tidak, hacker yang mengaku berasal dari Warsawa, Polandia ini telah melakukan sejumlah aksi yang mengkhawatirkan penduduk maupun Pemerintah Indonesia. Kabarnya, pembajak data itu telah berhasil mengambil sejumlah data pribadi masyarakat, hingga data rahasia milik pejabat negara, termasuk sejumlah dokumen milik Presiden Joko Widodo dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Reaksi pemerintah yang lamban

Sebelum Bjorka melakukan aksi-aksi peretasan, masyarakat sudah jauh-jauh hari mendesak pihak-pihak berwenang agar cepat tanggap dalam menangani kasus-kasus kebocoran data. Pasalnya, masalah ini bukan cerita baru lagi di Indonesia. Kita dapat menelusuri berita-berita beberapa tahun terakhir soal kasus kebocoran data pribadi, yang terjadi pada data-data yang dikelola lembaga pemerintah maupun swasta. 

Namun, kasus peretasan dan kebocoran saat itu malah tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah. Alih-alih berusaha mengevaluasi sistem keamanan mereka, malah memunculkan berbagai komentar yang kurang berempati, dan cenderung ingin cuci tangan serta saling lempar tanggung jawab. 

Beberapa pejabat bahkan tanpa malu-malu menyalahkan masyarakat yang kurang menjaga datanya sendiri. Memang, menyalahkan masyarakat lebih praktis daripada mengevaluasi kesalahan dan potensi kebocoran data di masa depan.

Tidak heran jika media kerap melakukan framing bahwa pemerintah abai terhadap kritik dan saran. Akhirnya, banyak dari masyarakat seperti sudah apatis terhadap pemerintah, berubah haluan seratus delapan puluh derajat. 

Masyarakat yang kecewa dan sadar bahwa data mereka telah dicuri dan berpotensi disalahgunakan orang lain, kini banyak yang berbalik dan beramai-ramai mendukung tindakan si peretas, bahkan ingin menentukan target pejabat mana yang datanya perlu dibocorkan atau di-doxing

Pemerintah kelabakan menghadapi Bjorka dan pendukungnya

Setelah para pejabat ikut kelimpungan mendapati data-data pribadi mereka disebarluaskan di Twitter, barulah Bjorka dianggap sebagai ancaman yang serius. Lucunya, di tengah kegaduhan yang terjadi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD masih sempat-sempatnya berkilah bahwa data-data yang tersebar saat ini bukanlah data pribadi dan rahasia negara, sehingga menurutnya situasi ini tidak membahayakan. 

Pernyataan itu sungguh berkontradiksi dengan tindakan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate yang belakangan terang-terangan mengakui sudah mengganti nomor ponselnya dengan nomor Amerika Serikat pasca aksi peretasan terjadi. Belum lagi, akun Twitter Bjorka mendadak ditangguhkan. 

Kini, usai pemerintah kelabakan, usaha polisi memburu identitas Bjorka pun gencar dilakukan. Puncaknya, seorang pemuda ditangkap karena diduga adalah sang hacker. Klaim yang rupanya terburu-buru karena tidak diimbangi penyelidikan yang mumpuni. 

Pemuda berinisial AMR yang ditangkap pada Rabu malam lalu (14/09) di Dusun Mawatsari, Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, ternyata tak ada hubungan langsung dengan sosok hacker misterius itu. Sehari-hari, lelaki berusia 21 tahun itu bekerja membantu bapaknya berjualan es warna-warni di pasar. 

Bahkan menurut penuturan ibunya, pemuda itu sama sekali tidak memiliki perangkat komputer atau laptop di rumahnya. Kendati demikian, AMR sempat ditangkap dan ditahan beberapa hari terkait keterlibatannya dalam membuat dan menjual channel Telegram Bjorkanism pada Bjorka. 

Salah kaprah masyarakat Indonesia

Sikap ugal-ugalan dan sembrono yang dilakukan pejabat pemerintah kita akhir-akhir ini kian memprihatinkan. Beberapa pejabat sengaja mengeluarkan statement buruk yang menambah daftar panjang ketidakpercayaan masyarakat akan keamanan data pribadi mereka. Masyarakat pun akhirnya habis kesabarannya, dan malah mendukung seorang “blackhat” untuk melanjutkan aksi jahatnya. 

Banyak yang mengelu-elukan Bjorka bak Robin Hood di kehidupan nyata, menarasikannya sebagai sosok heroik. Padahal, mereka tahu dan sadar bahwa sekiranya data pribadi mereka pun berpotensi disalahgunakan sewaktu-waktu oleh hacker tak dikenal itu.

Dukungan warganet terhadap Bjorka bukanlah sesuatu yang bisa dipandang remeh. Sejak mendapat banyak dukungan di Twitter, Bjorka pun jadi makin berani. Semula, motifnya hanya menjual data pribadi masyarakat Indonesia, dan belakangan beralih menjadi motif politik, yaitu melawan pemerintahan Indonesia yang dianggap kurang bertanggung jawab. 

Fakta bahwa ada orang-orang yang mendukung peretas hitam tersebut sesungguhnya mencerminkan sikap pesimis masyarakat kita terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini. Ketidakberdayaan, kekecewaan, dan keresahan masyarakat kita tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah, dan hal ini akhirnya diekspresikan oleh masyarakat lewat jalan pintas yang penuh risiko, yakni dengan menempatkan diri sebagai kelompok pendukung si peretas. 

Akan tetapi, di luar keberadaan individu-individu yang mendukung Bjorka dengan sadar, tidak dapat ditampik bahwa ada juga sejumlah orang awam yang cuma ikut-ikutan tren. Mereka ini tenggelam dalam euforia palsu sehingga tak lagi memperhatikan risiko keselamatan diri mereka sendiri. 

Kelompok ini tanpa perasaan takut-takut akan ancaman pasal karet UU ITE, turut serta menyebarluaskan data pribadi orang lain di media sosial. Sampai-sampai ada yang nekat membuatkan saluran khusus untuk mengunggah ulang kiriman Bjorka. AMR misalnya, ditangkap karena membuat dan menjual saluran Telegram Bjorkanism kepada Bjorka langsung.

Sebagai masyarakat, terlepas kekecewaan kita terhadap pemerintah, sepatutnya kita tetap bijak memposisikan diri. Bagaimanapun, Bjorka bukan pahlawan yang layak dipercaya. Ada data-data kita yang sudah ia curi, sehingga bukan tidak mungkin suatu hari kita pula yang bisa jadi korban penyalahgunaan olehnya. 

Jadi, apa solusinya?

Mendukung peretas bukanlah solusi yang menjamin bahwa ke depannya data kita akan dapat terlindungi. Celah-celah yang dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab jelas akan selalu ada sampai kapanpun. Dan ini artinya ada masih ada isu lebih krusial yang perlu kita tekankan, yakni soal aturan perlindungan data. 

Hal terpenting untuk kita sekarang adalah bersama-sama mendesak pemerintah agar segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan mendorong penguatan keamanan digital di berbagai lembaga negara dan swasta, serta turut andil mengedukasi sesama masyarakat agar lebih aware menjaga data pribadi mereka masing-masing.

Eki Saputra, Penulis lepas.

[red/bp]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *