Literasi Media vs Agresi Medsos 

“Penting juga untuk memahami bahwa masalah-masalah sosial, seperti ketimpangan ekonomi dan politik serta perbedaan budaya dan agama, juga bisa memicu konflik yang kemudian termanifestasi dalam bentuk agresi di media sosial.”

Mendengar kata agresi, sebagai bangsa Indonesia, ingatan kita tertuju pada peristiwa tahun 1947 sampai 1949 terkait serangan Belanda pasca kemerdekaan. Kala itu, bangsa Indonesia bersatu dan berjuang melawan tindakan agresif militer Belanda yang ingin mempertahankan kekuasaan kolonialnya. Konflik ini menunjukkan semangat persatuan dan nasionalisme yang tinggi di kalangan rakyat Indonesia, serta memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Namun, dewasa ini agresi telah melekat ke berbagai hal yang dekat dengan keseharian kita. Salah satunya adalah sifat agresif dalam penggunaan media sosial, yakni kekerasan dalam bentuk kata-kata, ancaman, intimidasi, penghinaan, atau penyebaran informasi palsu.

Sifat agresif semacam ini menimbulkan dampak negatif karena bertujuan menyerang seseorang atau kelompok tertentu yang dapat memicu kerusuhan. Agresi dalam media sosial menimbulkan keprihatinan karena sering kali hanya dilandasi oleh kepentingan sesaat seperti politik praktis. Agresi dalam media sosial bisa memicu ketidakharmonisan dalam masyarakat, menciptakan polarisasi dan konflik sosial, serta berdampak negatif pada kesejahteraan mental individu maupun kelompok.

Yang seringkali tidak disadari, agresi dalam media sosial justru lebih banyak memberi dampak merugikan bagi masyarakat. Agresi tersebut bisa dipicu oleh tokoh intelektual atau kelompok tertentu yang memiliki tujuan buruk dan terorganisir dengan baik. Kelompok seperti Saracen, misalnya, menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten hoaks, ujaran kebencian, fitnah, dan propaganda politik tertentu.

Untuk mengatasi dampak buruk dari sifat agresif dalam media sosial ini, perlu adanya upaya bersama dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan dari masyarakat sendiri. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi digital dan pemahaman tentang media sosial bagi masyarakat.

Kekerasan dalam media sosial dan penyebaran hoaks yang mengiringinya sering kali terjadi sebagai akibat dari kurangnya literasi media. Bahkan dalam konteks yang lebih ekstrem, literasi media sosial bisa menimbulkan perpecahan sebagai sebuah bangsa.

Pendidikan dan pelatihan mengenai cara menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab perlu diberikan secara luas, agar masyarakat dapat membedakan valid atau tidaknya sebuah informasi serta tidak mudah terprovokasi oleh ujaran kebencian dan propaganda politik. 

Dalam meningkatkan literasi media sosial, peran tokoh-tokoh intelektual juga sangat penting. Mereka harus berperan sebagai agen perubahan dalam membentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab. Mereka bisa memanfaatkan keberadaan dan pengaruhnya di media sosial untuk mengedukasi dan menyebarkan informasi yang benar serta menolak konten hoaks atau ujaran kebencian.

Selain itu, regulator dan pengelola platform media sosial sendiri harus bertanggung jawab untuk memonitor dan menghapus konten yang merugikan masyarakat serta melaporkan pelaku agresi ke pihak berwenang. Tindakan ini akan memberikan efek jera bagi para pelaku agresi di media sosial dan meminimalisir dampak negatif pada masyarakat.

Penegakan hukum terhadap pelaku agresi di media sosial juga perlu ditingkatkan. Pelaku agresi harus dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya dan mendapatkan sanksi yang tegas agar tidak terulang kembali di masa depan.

Penting untuk menciptakan lingkungan media sosial yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Masyarakat juga harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain dalam menggunakan media sosial.

Di sisi lain, penting juga untuk memahami bahwa masalah-masalah sosial, seperti ketimpangan ekonomi dan politik serta perbedaan budaya dan agama, juga bisa memicu konflik yang kemudian termanifestasi dalam bentuk agresi di media sosial. Diperlukan pendekatan multidimensi untuk menangani masalah ini. Selain melalui upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus agresi di media sosial, juga diperlukan upaya-upaya yang lebih holistik dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial di masyarakat.

Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sendiri perlu bekerja sama untuk menciptakan kondisi sosial yang lebih merata dan harmonis sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik dan agresi.

Namun, pada akhirnya kesadaran dan tanggung jawab individu dalam menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab merupakan kunci utama dalam mengurangi dampak negatif dari fenomena agresi di media sosial. Masyarakat harus menyadari bahwa media sosial bukanlah sebuah ajang untuk saling membenci atau memicu konflik, melainkan sebagai sarana untuk berkomunikasi, berkarya, dan berinteraksi secara positif.

Dengan demikian, kesadaran dan tanggung jawab bersama dapat ditingkatkan untuk membentuk lingkungan media sosial yang lebih harmonis dan produktif bagi masyarakat. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan individual, tetapi juga untuk kepentingan bersama dalam membangun masyarakat yang damai, berbudaya, dan sejahtera.

Afan Nurhisan. Mahasiswa Prodi Administrasi Publik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Editor: Bhagaskoro Pradipto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *