Jadi Anak Perawat Membuat Saya Menyadari 4 Keistimewaan Profesi ini

ghibahin

“Para perawat sudah terbiasa sabar dan teliti dalam bekerja. Kebiasaan tersebut tentunya terbawa saat mereka di rumah. Saya termasuk orang yang beruntung dididik oleh seorang perawat.”

Adakah yang tahu, tanggal 12 Mei diperingati sebagai hari apa? Kalau dijawab hari Kamis, semua orang juga sudah tahu ya, SoHib. Tetapi lebih dari itu, tanggal 12 Mei adalah hari yang istimewa bagi para perawat sedunia. Mengapa? Karena pada tanggal tersebut perawat seluruh dunia memperingati hari perawat internasional. Kita pasti tidak asing dengan profesi yang satu ini. Kontribusi mereka bagi masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan sangatlah besar.

Kita pasti ingat bagaimana perawat (tentunya bersama-sama tenaga medis lainnya) menjadi ujung tombak dalam menangani COVID-19 selama dua tahun terakhir. Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak dokter, perawat dan tenaga medis lainnya yang gugur dalam menjalankan tugasnya. Makanya, banyak pihak mengapresiasi jasa-jasa mereka.

Profesi perawat begitu istimewa bagi saya. Meskipun bukan seorang perawat, tetapi saya sangat dekat dengan mereka. Mengapa demikian? karena almarhum ayah dan sebagian kerabat saya adalah perawat. Mulai dari kecil sampai dewasa, saya sangat mengetahui bagaimana dedikasi dan loyalitas mereka terhadap pekerjaan.

Sebagai anak seorang perawat, saya melihat profesi ini memiliki beberapa keistimewaan yang patut kita apresiasi. Apa saja keistimewaan itu? Yuk, kita simak bersama ya, SoHib.

#1 Selalu menjaga kebersihan kapan pun dan di mana pun

Untuk masalah kebersihan, saya anggap seorang perawat adalah makhluk yang super higienis. Gimana nggak higienis, mereka selalu menerapkan pola kebersihan yang sama, baik di tempat kerja maupun di rumah.

Pokoknya, nggak boleh ada kotoran sedikitpun tercecer di lantai. Kalau ada, pasti dengan cepat akan disapu bersih. Jadi, kalian nggak usah heran, ya, SoHib. Kalau kebetulan berkunjung ke rumah seorang perawat, bisa dipastikan lingkungannya bersih dan rapi.

Selain soal kebersihan rumah, apakah mereka juga higienis dalam hal lain? Jawabannya: pasti! Contoh sederhananya adalah kebersihan sebelum dan sesudah makan.

Dulu, kalau sudah lapar, saya segera mencuci tangan ala kadarnya, dan langsung menghajar makanan yang ada di meja makan. Namanya juga anak kecil. Eh, tiba-tiba ada perintah untuk cuci tangan lagi dari ayah saya.  Lho, kenapa harus cuci tangan lagi? Sebelum makan kan sudah cuci tangan?

Ternyata, ada “ilmu” cuci tangan yang dilanggar. Mencuci tangan sebelum makan tidak boleh sekenanya saja. Jadi, menurut ayah saya, mencuci tangan yang benar adalah telapak dan punggung tangan diolesi sabun secara merata. Setelah itu baru dibilas dengan air yang mengalir secara bergantian.

Mungkin bagi orang awam, mencuci tangan sekali aja sudah cukup. Tetapi semua itu tidak berlaku bagi para perawat. Mereka bisa mencuci tangan sampai berkali-kali, lho, SoHib. Kebersihan diri sendiri saja dijaga, apalagi kebersihanmu. Hehehe.

#2 Bisa memberikan pertolongan pertama

Pernahkah kalian mengalami luka ringan karena terjatuh dari sepeda? Atau jari kalian teriris pisau saat masak? Nah, kalau mengalami luka ringan seperti itu, menjadi anak seorang perawat adalah kondisi yang menguntungkan, SoHib. Para perawat sudah paham pertolongan pertama yang harus dilakukan. Selain itu, di rumah para perawat biasanya sudah siap kotak P3K yang lengkap isinya. Jadi, tak perlu repot ke sana kemari cari obat luka, kan?

Mungkin sebagian besar orang menganggap batuk dan pilek (maksud saya sebelum ada COVID-19, ya) adalah penyakit biasa yang akan sembuh beberapa hari kemudian setelah minum obat. Bahkan setelah lewat seminggu pun seringkali kita bersikap cuek dan santai.

Beda dengan seorang perawat, lho, SoHib. Mereka menganggap batuk dan pilek itu adalah gejala suatu penyakit. Makanya, mereka enggan menunggu lama. Apabila tiga hari masih terasa batuk dan pilek, mereka langsung periksa ke dokter. Alasannya sih sederhana, jika dalam tiga hari batuk dan pilek tidak kunjung sembuh, dikhawatirkan ada penyakit berbahaya yang tidak kita sadari. Masuk akal, kan?

#3 Terbiasa bekerja dengan sabar dan detil

Mungkin karena tugas mereka dalam menolong pasien ya, SoHib, para perawat sudah terbiasa sabar dan teliti dalam bekerja. Bisa kalian bayangkan kalau perawatnya emosian, pasti pasiennya lari semua. Kebiasaan dalam bekerja tersebut, tentunya terbawa saat mereka di rumah. Saya termasuk orang yang beruntung dididik oleh seorang perawat.

Saya merasakan bagaimana orang tua saya begitu sabar membimbing anak-anaknya. Contoh sederhananya adalah ketika mereka mendampingi saya belajar. Seperti anak kecil pada umumnya, saya juga sering malas belajar. Namun, ayah dengan sabar membujuk dan memotivasi saya untuk rajin belajar. Beliau mendampingi belajar sampai saya betul-betul paham. Apabila masih belum paham, beliau mengulanginya lagi.

Selain itu, kebiasaan bekerja dengan detail juga diajarkan orang tua saya kepada anak-anaknya. Sejak kecil saya diajarkan untuk membantu orang tua. Kegiatan rutin setelah bangun tidur dilakukan secara berurutan dan tertata rapi seolah-olah ada SOP-nya. Mulai dari membersihkan tempat tidur, menyapu lantai, dan mencuci piring pasti saya lakukan sebelum berangkat ke sekolah.

#4 Memiliki identitas yang selalu diingat masyarakat

Seperti halnya dokter, tentara, polisi, dan guru, identitas seorang perawat sangat dikenal oleh masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat lebih sering memanggil perawat sebagai mantri. Nah, predikat tersebut juga disematkan oleh masyarakat di daerah tempat tinggal kami kepada ayah saya.

Ketika ada seseorang mencari rumah saya dan kebetulan bertanya kepada masyarakat sekitar, maka dengan mudah mereka akan menunjukkan letaknya. Yang ditanya pasti akan mengatakan, “Oh, rumahnya Pak Mantri, ya?” Seringkali, saya juga terkena imbas dari predikat itu.

Contohnya, saat lebaran. Saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah tetangga untuk bermaaf-maafan. Apa yang diharapkan anak-anak saat berkunjung? Pasti ingin dapat angpau kan? Sama, saya juga berpikir seperti itu.

Ketika sedang mengunjungi rumah para tetangga, ada seorang tetangga yang tak ingat dengan nama saya, tetapi mengenali ayah saya. Dia berkata, “Putranya Pak Mantri ya, Dik?”.  Saya mengangguk, pertanda membenarkan pertanyaan itu.

Nah, inilah yang saya tunggu-tunggu. Orang itu memberi angpau lebaran kepada saya. Usut punya usut ternyata orang tersebut adalah pasien ayah saya. Dari kejadian-kejadian itu, saya bisa menyimpulkan bahwa masyarakat lebih mudah menyebut profesi seseorang daripada namanya.

Mungkin masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan lain dari seorang perawat. Namun demikian, keempat hal tersebutlah yang berkesan dan membuat saya semakin mengapresasi profesi perawat.

Bagi seluruh perawat di manapun Anda berada, saya ucapkan selamat Hari Perawat Internasional! [red/bp]

Rudy Tri Hermawan, penulis dan pendidik yang tinggal di Blora.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *