Hukum Berat Aparat Penegak Hukum yang Terlibat Kasus Narkoba!

“Aparat penegak hukum yang harusnya bisa menjadi contoh bagi masyarakat, malah melakukan hal yang sebaliknya, justru ikut menjadi bagian dari perusak masyarakat.”

Sebagai seorang hakim yang kesehariannya mengadili dan memutus perkara narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Raha, saya merasa prihatin. Penyalahgunaan narkotika ternyata tidak hanya terjadi pada masyarakat yang awam hukum saja. Orang yang paham hukum pun telah terjangkit penyakit kronis ini. 

Penegak hukum yang seharusnya menjadi panutan, malah memberi contoh buruk bagi masyarakat. Kondisi demikian bukanlah pepesan kosong semata, karena faktanya, saat ini masih ada saja oknum aparat penegak hukum yang tersangkut masalah narkotika. Sebelumnya, juga telah banyak perkara yang diputus melibatkan oknum aparat penegak hukum.

Dalam berbagai kesempatan, saya sering berdiskusi dengan Kepala BNN di Kota Raha, membahas tentang usaha menekan penyalahgunaan narkotika. Kami berusaha untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang dampak penyalahgunaan narkotika. 

Sabu-sabu adalah salah satu jenis narkotika yang banyak disalahgunakan oleh masyarakat. Yang memprihatinkan, barang haram ini jugalah yang sering disalahgunakan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika telah merasuk pada setiap golongan masyarakat. Bangsa ini akan hancur jika masalah besar ini tidak segera diselesaikan.

Ironis memang. Aparat penegak hukum yang harusnya bisa menjadi contoh bagi masyarakat, malah melakukan hal yang sebaliknya, justru ikut menjadi bagian dari perusak masyarakat. Para oknum ini adalah orang-orang yang memahami hukum, tetapi justru melanggar hukum itu sendiri. Memilukan.

Pada tahun 2015, Plt. Jaksa Agung Muda Bagian Pengawasan pernah menyatakan bahwa jaksa yang dipecat di Jakarta dan Medan rata-rata terkait dengan kasus narkoba. Pada 2021 lalu, dua mantan pegawai lembaga pemasyarakat (lapas) di Kalimantan Selatan juga terjerat kasus narkoba dan telah dipindahkan ke Nusakambangan. Di tahun 2022 ini, dua oknum hakim di Banten diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika yang bekerja sama dengan oknum anggota kepolisian.

Aparat penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Sayangnya, ini tidak terjadi.

Jika kita melihat pasal yang sering dilanggar dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebenarnya ancaman hukumannya sudah cukup berat. Misalnya, dalam pasal 114 ayat 1, ancaman hukumannya adalah seumur hidup, sementara hukuman paling singkat adalah 5 tahun; pasal 112 ayat 1 mengancam dengan hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun; sedangkan pasal 127 ayat 1 memberikan hukuman penjara paling lama 4 tahun.

Selain ancaman hukuman yang cukup berat, oknum aparat penegak hukum juga diancam oleh tajamnya kode etik pada tiap-tiap lembaganya. Pelanggaran kode etik bisa menyebabkan konsekuensi besar, bisa sampai pada pemecatan. Namun, toh semua itu tidak menyurutkan niat mereka untuk menggunakan sabu-sabu. Padahal, nama baik lembaga dan keluarga menjadi taruhannya. 

Segala kejayaan, ketenaran, jabatan, dan pengaruh dalam masyarakat seketika sirna ketika seorang oknum aparat terjerembab dalam penyalahgunaan barang haram itu.

Penjajahan saat ini sebenarnya bukan lagi penjajahan secara fisik seperti zaman kolonial dulu. Yang banyak terjadi saat ini justru adalah penjajahan mental bangsa, yang tak terkecuali juga menyasar para aparat penegak hukum. Jika melihat dampaknya bagi masa depan bangsa, efek penjajahan mental lebih dahsyat daripada penjajahan secara fisik. 

Dengan hancurnya generasi penerus bangsa, ditambah rusaknya mental aparat penegak hukum, maka akan rusak dan hancur pula masa depan bangsa ini. Mustahil pemberantasan penyalahgunaan narkotika akan berhasil jika aparat penegak hukumnya menjadi bagian dari penyalahguna itu sendiri. Ibaratnya, membersihkan lantai yang kotor tidak mungkin menggunakan sapu yang kotor pula.

Melihat fenomena tersebut, saya tidak tahu lagi harus berbuat apa. BNN telah tersebar di seluruh negeri, lapas khusus narkotika juga telah banyak berdiri. Undang-undang khusus juga telah dibentuk. Pembinaan aparat penegak hukum juga tidak henti-hentinya dilaksanakan. 

Agar penegakan hukum tidak disusupi oleh oknum aparat penegak hukum yang tercemar oleh pengaruh negatif narkotika, maka masalah ini harus segera diatasi. Semua pihak yang terkait wajib segera menghentikan perilaku oknum aparat penegak hukum yang menyalahgunakan narkotika. Hukum harus ditegakkan. Lembaga harus bertindak tegas terhadap setiap oknum aparatur penegak hukum yang menyalahgunakan narkotika.

Satu hal yang dapat dijadikan alternatif untuk menghentikan maraknya penyelewengan narkotika oleh oknum aparat, yaitu dengan meningkatkan minimal ancaman hukuman bagi penyalahguna narkotika. Minimal ancaman hukuman penjara harus dinaikkan menjadi 7 tahun dan maksimal diancam hukuman mati. Ancaman hukuman yang lebih berat akan menyadarkan seluruh aparat penegak hukum, membuat mereka berpikir berkali-kali jika hendak menyelewengkan narkotika. 

Penegakan kode etik juga perlu diterapkan terhadap setiap oknum aparat yang terbukti menyalahgunakan narkotika. Sanksi pelanggaran kode etik terkait narkotika harus diputuskan secara tegas, kalau perlu sampai pada pemberhentian dengan tidak hormat. Dengan begitu, diharapkan para aparat penegak hukum akan selalu berpikir ulang jika bertemu dengan godaan penyalahgunaan narkotika.

Dengan peningkatan ancaman hukuman minimal menjadi 7 tahun dan maksimal hukuman mati, diikuti penegakan dan pelaksanaan penjatuhan sanksi kode etik secara konsisten, saya yakin, akan semakin sedikit aparat penegak hukum yang terlibat dalam penyalahgunaan barang-barang haram itu. 

Semoga saja.

Muhammad Sukamto. Hakim Pengadilan Negeri Raha.

[red/yes/bp]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *