Drama dalam Penyapihan

“Bisa jadi dalam kondisi tertentu perasaan tidak tega lebih mendominasi hati seorang ibu sehingga proses penyapihan menjadi sesuatu yang berat.”

Sudah beberapa malam saya mendengar batita menangis. Itu terjadi di tengah malam hingga dini hari. Durasinya hampir sama sekitar satu jam bahkan pernah lebih dari itu. Awalnya saya kira dia sedang sakit atau jatuh. Namun, ketika saya coba bertanya pada ayah dari bocil tersebut ternyata dia sedang dalam proses penyapihan yaitu berhenti dari menyusu ibu.

Hampir tiap malam selama kurang lebih seminggu, dia selalu menangis sedih. Kadang saya yang mendengarnya ikut sedih. Tak mau masuk rumah, maunya jalan-jalan di sekitar hingga lelah dan mengantuk, baru masuk rumah lagi. Dia rewel mungkin merasa haus dan ngantuk ingin menyusu karena aktivitas menyusu merupakan pengantar tidur baginya.

Sejak lahir hingga menginjak usia dua tahun, seorang anak yang menyusu pada ibu merupakan saat-saat paling menyenangkan dan menenangkan. Saat itulah waktu terindah dan ternyaman bagi anak. Apalagi jika ASI yang dikonsumsi benar-benar ASI yang berkualitas. Dia sangat menikmati momen tersebut. Oleh karena itu, detik-detik penyapihan merupakan sesuatu yang membuatnya sedih lalu menangis.

Lewat pelukan dan dekap hangat seorang ibu, ikatan batin antara ibu dengan anak akan terjalin makin erat ketika adegan menyusu itu berlangsung. Maka, ketika anak merasa berada di zona ternyaman lalu perlahan harus terputus, membuatnya galau, marah, tak bisa tidur dan lain sebagainya. Dia terus menangis karena tak mampu mengutarakan perasaannya yang pilu.

Mengapa harus disapih? Bukankah lebih baik menunggu hingga anak itu berhenti menyusu dengan sendirinya? Jawabannya beragam dan tak sesederhana itu. Proses penyapihan tidak dilakukan secara tiba-tiba. Ada tahap-tahap yang perlu diperhatikan agar anak tak merasa “dizalimi”. Ada yang mudah dan sebaliknya ada yang mengalami kesulitan saat menyapihnya. 

Anak disapih bukan karena ibu sudah lelah menyusui, tapi karena ada batas usia yang tidak mungkin dia menyusu terus hingga besar. Seiring tumbuh kembang anak dia butuh asupan nutrisi lain yang sangat dibutuhkan sesuai usianya. Perlahan ASI bisa tergantikan dengan yang lain, misalnya susu untuk pertumbuhan motoriknya atau susu khusus untuk menambah berat badannya dan lain-lain. 

Kita lihat cuplikan ayat berikut:

“….ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia 2 tahun ….” Q.S. Luqman (31): 14.

Menyapih anak dianjurkan pada usia tertentu. Namun tidak menutup kemungkinan bisa disapih kurang dari usia dua tahun atau lebih dari itu. Semua bergantung pada kondisi anak juga kondisi ibu. Dan yang tak bisa kita abaikan di sini, usai penyapihan bukan berarti tak minum susu. Ada susu lain sebagai pengganti agar gizi tetap terpenuhi demi tumbuh kembang anak itu sendiri.

Selain firman Allah di atas, anjuran para pakar kesehatan sangat penting untuk diperhatikan, agar penyapihan berjalan sesuai harapan. Dimulai dari mengurangi frekuensi penyusuan secara perlahan lalu mengenalkan asupan nutrisi pengganti dengan mengenalkan jenis makanan baru. Mengalihkan perhatian juga penting di saat anak merengek minta ASI. Sabar dan konsisten adalah kunci bagi ibu dalam proses ini dengan catatan selagi anak dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

Seperti yang pernah saya alami dengan ketiga buah hati saya. Pada saat saya menyapih mereka, selalu ada drama yang berbeda. Saya yakin, bagi para ibu muda yang pernah menyapih tentu punya pengalaman unik yang berkesan atau justru mengharukan. Bisa jadi dalam kondisi tertentu perasaan tidak tega lebih mendominasi hati seorang ibu sehingga proses penyapihan menjadi sesuatu yang berat.

Dulu, saya menyapih anak pertama sangatlah mudah karena di usia setahun tiba-tiba tidak mau nenen atau menyusu lagi. Namun anak yang kedua luar biasa sulitnya, usia tiga tahun masih belum bisa berpisah dengan ASI walau sudah berusaha dengan berbagai cara. 

Nah, anak yang ketiga sungguh mengharukan. Setiap tengah malam dia terjaga minta ditemani bermain, nonton TV atau minta digendong tapi tidak rewel atau menangis. Drama inilah yang membuat hati saya trenyuh dan nyaris gagal dalam penyapihan.

Terkadang penyapihan yang sudah direncanakan jauh hari tidak selalu tepat terlaksana karena berbagai sebab. Misalnya, ibu hamil lagi saat usia anak masih gencar-gencarnya menyusu sehingga penyapihan terpaksa dilakukan. 

Seorang yang baru memiliki satu anak akan muncul perasaan mesakke jika disapih. Demikian juga ketika sudah melewati batas usia dan anak belum bisa disapih. Tentu saja hal ini bukanlah salah ibu. Masing-masing ada drama yang beragam pada proses ini.

Hampir setiap anak punya karakter unik, lucu dan berbeda. Mereka adalah titipan-Nya yang sejak lahir sudah disediakan bekal berupa ASI. Jika ada yang bermasalah dengan ASI-nya, sudah pasti ada solusi lain untuk mengatasinya. Semua bisa berakhir bahagia dan menyenangkan jika kita menyikapi aneka drama ini dengan hati lapang dan penuh rasa syukur.

Wurry Srie, Ibu rumah tangga yang suka menulis.

[red/rien]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *