Dewasa Sebelum Waktunya

Hal yang seharusnya menjadi sebuah inovasi bagi para pencipta lagu anak adalah untuk tetap berada pada koridor pendidikan dalam mencipta lagu anak-anak.”

Wong ko ngene kok dibanding-bandingke (banding-banding)
Saing-saingke, yo mesti kalah
Ku berharap engkau mengerti, di hati ini
Hanya ada kamu

dst …

Lagu berjenis koplo ini semakin viral semenjak didendangkan di Istana Negara pada saat HUT RI ke-77 lalu. Hampir semua pejabat pemerintah yang hadir turut bergoyang mengikuti alunan lagu koplo ini. Seolah menghilangkan sementara penatnya tugas negara yang mereka emban.

Saya terkejut ketika tahu siapa penyanyinya, ia adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun bernama Farel Prayoga asal Banyuwangi. Ia adalah anak seorang pengamen jalanan yang bernama Joko Suyoto. Suaranya yang jernih, dan keberaniannya bernyanyi di tengah para pejabat negara perlu diacungkan jempol. Dua kombinasi yang sangat dibutuhkan untuk tampil di depan khalayak.

Farel Prayoga memiliki bakat yang perlu diapresiasi di dunia musik hiburan, karena memiliki kepercayaan diri dalam menunjukkan suara merdunya. Hal ini sudah terasah sejak kecil untuk berani tampil di depan umum, ketika ia harus menemani ayahnya mengamen keliling.

Masih banyak Farel-Farel kecil lainnya yang berjuang mencari nafkah dengan berprofesi sebagai pengamen jalanan dengan membawakan berbagai macam lagu. Ketika mereka tidak ada pilihan lagu untuk anak-anak seusianya, mau tidak mau mereka harus menyanyikan lagu-lagu yang bertema dewasa. 

Satu sisi yang sangat mengusik hati saya ketika mendengarkan seorang anak belia bernyanyi tentang lagu yang bertema tentang cinta, patah hati atau hal-hal yang berbau kehidupan orang dewasa. Apakah yang terbayang dalam pikiran mereka tentang bait-bait lagu yang mereka nyanyikan?

Ketika saya bernyanyi tentang lagu cinta, perasaan ini akan terbawa dan mengarah kepada seorang sosok, lalu apa yang ada dalam pikiran seorang anak belia ketika menyerap bait-bait dari lagu dewasa? Apakah serta merta ia akan mencari sosok yang sesuai dengan lagu yang ia bawakan? Rasa sedih juga akan dirasakan ketika mereka menyanyikan lagu patah hati, padahal seusia mereka belum tentu punya kekasih. Hal itu karena pemikiran anak belia masih bersifat subjektif, tidak ada penyaringan dalam menyerap bait-bait lagu. 

Saat ini, kita tengah dihadapkan dengan krisis lagu anak-anak, kalaupun ada terkadang tidak dipromosikan melalui media dengan gencar. Makin banyak anak-anak belia lebih menguasai lagu-lagu dewasa yang sedang populer, tentunya secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikirnya. 

Saya membayangkan seandainya saya seorang seniman musik, akan saya tuangkan bait-bait yang dapat menggugah semangat anak-anak usia belia dengan irama yang ceria. Berharap pemerintah dan media massa memberikan ruang yang lebih luas bagi para seniman musik untuk berperan menciptakan lagu anak-anak sesuai dengan usianya. Irama dan bait-bait lagu yang ceria dan penuh semangat sangat berperan bagi tumbuh kembangnya pola pemikiran anak-anak. 

Seiring dengan berkembangnya zaman, pasti banyak hal yang dapat mempengaruhi irama dan bait lagu, termasuk juga lagu untuk anak-anak. Hal itu seharusnya menjadi sebuah inovasi bagi para seniman pencipta lagu anak, untuk tetap berada pada koridor pendidikan dalam mencipta sebuah lagu untuk anak-anak, agar pola pikir anak-anak belia ini tidak dikarbit menjadi dewasa sebelum waktunya

Dahulu waktu era tahun 1970-an, TVRI memiliki program yang menyajikan acara khusus yaitu Arena Anak-Anak. Sosok ibu Kasur yang sangat keibuan, saat itu masih sering tampil membawakan acara tersebut. Lagu-lagu yang dibawakan sangat ringan, bait-bait lagunya mudah untuk diingat. Nadanya amat ceria dan banyak pembelajaran di dalamnya. Bait-bait lagunya tidak membuat seorang anak berat untuk mencerna dan mengaplikasikannya.

Oleh karena itu ketika ketenaran seorang Farel telah membuahkan hasil, sangat disayangkan apabila tidak ada pendampingan dan arahan dari pihak pemerintah atas apa yang mereka berikan kepada Farel Prayoga. Menggiringnya menjadi anak yang tidak hanya sekedar mencari uang, tetapi bagaimana melakukan sesuatu yang lebih berharga dari sekedar uang yaitu pendidikan. 

Hal ini menjadi tanggung jawab orang tua dengan dukungan pemerintah dengan menciptakan lingkungan sekolah yang mampu mendorong pembentukan karakter anak. Sehingga seorang anak-anak seusia Farel dapat menjadi anak bangsa yang tangguh dan tidak cengeng karena kerap membawakan lagu-lagu yang tidak seharusnya ia nyanyikan di usianya. 

Dari kejadian viral ini, seharusnya bukan sebagai bentuk pembenaran dengan membiarkan anak-anak melakukan hal-hal yang belum sesuai dengan usianya, sehingga tidak ada lagi Farel-Farel lain yang tumbuh dewasa lebih cepat sebelum masanya.

Lies Permata Lestari, Guru Paud, tinggal di Jakarta.

[red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *