Bibit Cabai untuk Melawan Inflasi

“Kalau boleh saya singkat, salah satu upaya yang bisa dilakukan terutama oleh masyarakat menengah ke bawah dalam menghadapi inflasi adalah dengan meningkatkan daya beli.”

Beberapa hari yang lalu, saya melihat sebuah mobil pick up berwarna hitam melintas dari jalan yang sedang saya lalui. Bak mobil itu penuh dengan tanaman, di bagian belakangnya terpampang sebuah poster dengan wajah seorang walikota dan wakilnya. Ditambah dengan tulisan “pembagian bibit cabai dalam rangka melawan inflasi”. 

Sekilas terlihat sangat heroik dan solutif. Pimpinan daerah mempedulikan kemaslahatan warganya dengan menyiapkan ketahanan pangan penduduk melalui pembagian bibit tanaman. Optimis sekali rasanya, tentu saja hal seperti ini kita perlukan di masa-masa “kegelapan” seperti sekarang ini. 

Tapi sebentar, bagaimana mungkin, bibit cabai dapat dijadikan alat untuk melawan inflasi? 

Okelah, menanam bahan pangan sendiri memang tidak ada salahnya. Apalagi cabai bisa dibilang menjadi salah satu bahan makanan yang penting bagi masyarakat. Pahit kata, makan nasi pakai lauk sambal masih bisalah dijadikan menu sehari-hari oleh kaum tertentu. Tapi, melawan inflasi? Tunggu dulu mi amor, bahasanya memang keren, tapi sungguh menyesatkan.

Masyarakat kita sering dikelabui dengan jargon keren yang ujung-ujungnya salah makna. Kita masih pede menggunakan istilah ndakik, meskipun tak paham betul artinya. Sering mendengar investasi asuransi? Pasti pernah! Dan, keren kan kedengarannya. Padahal investasi dan asuransi adalah dua istilah yang berbeda yang seharusnya tidak boleh berdiri bersama sebagai frasa. Istilah inflasi ini sendiri adalah hal yang menurut saya perlu diberikan pengertian yang jelas kepada masyarakat.

Menukil laman Bank Indonesia, secara sederhana inflasi adalah sebuah kondisi di mana harga naik dengan cepat yang menyebabkan penurunan daya beli. Kenaikan harga ini berlangsung terus menerus sehingga cenderung menurunkan nilai uang. 

Secara umum terdapat dua jenis inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi dan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan. Inflasi dikatakan ringan jika angkanya masih di bawah 10%. Angka inflasi Indonesia per Oktober 2022, masih menurut Bank Indonesia adalah 5,71% yang mana sebenarnya angka inflasi kita masih dalam kategori aman. Bandingkan dengan inflasi Amerika Serikat per Oktober 2022 yang sebesar 7,7%.

Ada banyak dampak inflasi bagi perekonomian, ada pihak yang dirugikan ada yang sebenarnya diuntungkan. Untuk sesi ini kita khususkan dampak bagi masyarakat menengah ke bawah. Dampak inflasi paling nyata adalah kenaikan biaya hidup sehari-hari. 

Coba perhatikan, sekarang ke tukang sayur membawa selembar 50 ribu rupiah, dapat apa saja, sih? Belum lagi biaya bensin untuk antar jemput anak ke sekolah. Belum lagi biaya mengisi token listrik. Oh la la, seratus ribu rupiah rasanya semakin tidak punya harga. Inflasi memang berpengaruh secara sistemik dalam keseharian masyarakat.

Bagi mereka yang bekerja di bidang informal, seperti pedagang kecil dan pelaku usaha mikro. Kenaikan harga bahan baku mau tidak mau akan menyebabkan kenaikan harga produk yang kemungkinan menurunkan penjualan atau menurunkan margin. Simpelnya begitu. 

Baik, mari kita kembali ke bibit cabai. Kalau boleh saya singkat, salah satu upaya yang bisa dilakukan terutama oleh masyarakat menengah ke bawah dalam menghadapi inflasi adalah dengan meningkatkan daya beli. 

Bisa dengan menaikkan penghasilan, menggunakan dana cadangan (tabungan). Okelah, mungkin bibit cabai tadi bisa menghasilkan sejumlah kilogram cabai untuk dijual, tapi kan menunggu cabai berbuah itu butuh waktu. 

Jadi apa dong solusinya? Sejak awal pandemi, pemerintah sudah memberikan “jalan keluar” sementara bagi masyarakat dengan meluncurkan program bantuan langsung tunai (BLT), program pemulihan ekonomi nasional (PEN) bagi pelaku UMKM agar tetap bisa menjalankan usaha di masa krisis. Semua ada anggarannya dan dirancang sedemikian rupa. Saya yakin dari sekian ratus ahli ekonomi di “kayangan” sana, mereka pasti punya solusi nyata.

Lah, ini ibu dari tadi sambat melulu, ibu maunya apa? Ya maunya sih ya, supaya aparat yang berwenang membantu masyarakat mengelola inflasi ini dengan tulus. Dengan tidak menilap dana bantuan, atau memotong jumlah bantuan pemerintah, atau memperlambat proses pencairan data bantuan. Alias: plis BLT jangan korupsi! 

Nggak perlu pura-pura jadi samaritan yang baik dengan membagi-bagikan bibit cabai, ngabisin anggaran, ngabisin waktu. Udah dikasih kerjaan yang simpel, malah maunya yang ribet. Dasar birokrasi!

Listra Mindo Lubis, Ibu rumah tangga dengan 2 anak. Tinggal di Depok.

[red/rien]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *