Aris, Kinan, dan Lidya ‘Layangan Putus’ Sukses Mengamalkan Ilmu Dramaturgi Goffman

layangan putus

Setelah Aldebaran dan Andin sukses mengaduk-aduk emosi penonton sinetron tanah air, saya yakin saat ini Aris, Kinan, dan Lidya berhasil meninggalkan bekas cukup dalam di hati penontonnya—mulai emak-emak hingga kalangan selebritis—dalam serial WeTV ‘Layangan Putus’. Bagaimana tidak? Beberapa kali serial ini trending di twitter. Belum lagi meme-nya Kinan “It’s my dream, Mas, not hers!” sukses nempel di dinding status para netizen dan bersliweran di media-media sosial.

Sebelum ‘Layangan Putus’, kita sama-sama tahu, khususnya para Ikatan Cinta Lovers, Mas Al dan Mbak Andin sukses mempraktekkan ilmu dramaturginya Mas Erving Goffman dari karya master piece-nya “The Presentation of Everyday Life” (1959).  Karakter mereka berdua dimainkan dengan apik sehingga emak-emak komunitas Ikatan Cinta Lovers di daerah Banyurojo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sampai harus merayakan selametan rujuknya mereka berdua dalam sebuah episode. Luar biasa.

Dan kali ini saya pikir ilmu dramaturgi ini sukses dimainkan kembali oleh Aris, Kinan, bahkan ditambah  sang orang ketiga, Lydia. Meski yang bermain di front stage adalah Aris dan Kinan, namun Lydia cukup signifikan perannya menjadi pusat perhatian penonton hingga bikin kesal dan kezel.

Peran Reza Rahadian sebagai Aris telah sukses memainkan figur suami yang tak sungguh-sungguh mencintai sang istri, dan pintar berbohong pula untuk menghindari bukti-bukti perselingkuhan yang ditemukan Kinan, yang diperankan Putri Marino. Alih-alih mengaku, Aris malah menuding balik Kinan out of control dan gila karena terus menuduhnya bermain api. Belum lagi beberapa kejadian yang cukup membuat Aris salah tingkah di hadapan Kinan setelah bertemu dengan Lydia.

Sebenarnya di awal-awal kisah ‘Layangan Putus’, perbuatan Aris cukup mulus dilakoninya. Tetapi memang benar, ibarat HP, perempuan punya “sinyal” kuat mendeteksi ketakberesan kelakuan suaminya, saat di belakangnya.

Peran orang ketiga, yakni Lydia yang berperan antagonis tentu saja—sukses diperankan dengan apik oleh Anya Geraldine. Betapa emosional batin penonton diaduk-aduk. Apalagi Aris tak segan menghabiskan uangnya demi Lydia, mulai Penthouse 5 Milyar, sampai dengan jalan berdua ke Cappadocia, Turki. Padahal Cappadocia adalah impian Kinan selama ini: “It’s my dream, Mas, not her!”.

Peran Lydia yang posesif, egois tak merasa bersalah meski telah berhubungan dengan Aris—suami orang, sukses membuat penonton pengen rasanya “nge-hiiih” dirinya. Bak remaja yang sedang dimabuk cinta pertama, Lydia mau ingin selalu berdua dengan Aris. Padahal jelas-jelas, Aris pria beristri dan beranak. Mungkin inilah yang membuatnya menjadi sosok antagonis yang sukses membuat penontonnya selalu menantikan serial ini tiap Jumat dan Sabtu.

Sesungguhnya, peran ketiganya di belakang layar tidak sedramatis seperti serial yang diperankannya di layar kaca. Seperti Reza Rahadian yang masihlah seorang bujangan keren yang digandrungi banyak penggemar perempuan. Begitu pula Putri Marino yang merupakan istri aktor Chicco Jerikho. Kehidupan rumah tangganya adem ayem sebagai pasangan muda bahagia. Pun Anya Geraldine alias Nur Amalina Hayati, adalah seorang aktris, selebrita internet, model, dan pengusaha muda sukses di Indonesia.

Semua latar belakang kehidupan pemeran ‘Layangan Putus’ ini, untuk sementara diabaikan penontonnya. Tak heran ilmu dramaturgi  memang menyasar dan melihat bagaimana pengamalnya bermain di dunia sosial—yakni saat tampil di pertunjukan serial ‘Layangan Putus’. Pusat perhatian ilmu dramaturgi memang menekankan pada kesan (impression) dalam interaksi tatap muka atau kehadiran bersama (co-presence) para pemain serial ‘Layangan Putus’ di depan penontonnya.

Walaupun Putri Marino, Reza Rahadian, dan Anya Geraldine sedang memainkan jurus akting protagonis ataupun antagonis, kesan penonton terhadap permainan mereka beragam. Ada yang tak yakin, ada juga yang yakin dan terbawa emosinya. Namun sepertinya, untuk konteks ‘Layangan Putus’ akting mereka telah berhasil meyakinkan penontonnya.

Akting mereka sepertinya telah merefleksikan manifestasi diri berbeda dan bertolak belakang dari kesehariannya dalam wujud seorang Aris, Kinan, dan Lydia. Artikulasi akting yang ditangkap penonton melalui dialog-dialog dan bahasa tubuh adalah pesan yang tertanam kuat dalam pikiran dan hati penonton. Akhirnya penonton pun teraduk-aduk emosinya dan tak akan melewatkan sambungan serialnya setiap kali tayang.

Itulah gambaran proses ilmu dramaturgi yang berhasil diamalkan Aris, Kinan, dan Lydia dalam serial ‘Layangan Putus’ seperti halnya fenomena sinetron ‘Ikatan Cinta’, dan sinetron-sinetron sukses lainnya. Bisa jadi, kalau sudah habis episodenya, bakal nyambung lagi serial barunya. Ya, nggak masalah sih, asal nggak mbulet aja kisahnya atau dipanjang-panjangin. Jadinya bikin bosyen. Ya, kan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *