Site icon ghibahin.id

Surat untuk Kamu yang Tidak Bisa Melupakan Mantan

Foto oleh Rick Beck

Halo, Kamu.

Ya. Kamu, kamu, kamu, yang katanya mustahil melupakan mantan. Beberapa kali aku menemukan tulisan-tulisanmu, atau orang-orang yang “senasib” denganmu; orang-orang yang merasa tak mungkin melupakan para mantan; orang-orang yang ingin pasangannya memaklumi hal itu. 

Aku, sepertinya berada di kelompok yang berseberangan dengan itu. Aku, adalah kelompok yang ingin pasangan-pasangan kami melupakan mantan. Bagiku, satu-satunya alasan aku ingin kekasihku melakukan hal itu hanya karena aku tidak ingin berbagi hati. Ya, sesederhana itu.

Sepertimu, seorang laki-laki pernah bercerita padaku bahwa di hatinya akan selalu ada ruang untuk para mantannya, walaupun aku tahu ia sangat mencintai pasangannya saat ini. Ruang-ruang di hatinya itu, menurutnya, akan selalu ada walaupun dengan persentase yang sangat kecil. Sebagian besar hatinya tetap untuk pasangannya saat ini. Tapi, ia tidak akan bisa menghancurkan ruang untuk para mantan tersebut karena menurutnya, seperti katamu, mantan tidak mungkin dilupakan.

Menurutku ia bukannya tidak bisa, tapi tidak mau. Ya, aku rasa kamu dan orang-orang yang “senasib” denganmu itu sebenarnya tidak mau melupakan masa lalu dengan mantan. Kamu tidak perlu membeberkan referensi fafifu atau teori hahihu untuk mendukung teori kemustahilanmu itu. Bagiku, ini masalah hati; masalah perasaan; masalah cinta. Tidak ada ilmu kedokteran ataupun logika yang dapat mematahkannya. 

Sepertimu, laki-laki itu juga menggugatku untuk menunjukkan bagaimana caranya. Ia tahu, aku pun punya beberapa mantan. Lalu apakah aku tetap menyimpan mereka dalam hati, sementara saat ini aku sudah bersuami?

Mungkin aku sedikit (maaf, hanya sedikit) sepakat bahwa memori para mantan itu tidak akan hilang. Tapi sepertinya perbedaan antara aku dan kamu -dan semua yang merasa tidak bisa melupakan mantan- adalah karena aku mau untuk mencoba melupakan memori itu. Aku mau; paling tidak aku berusaha untuk tidak mengingatnya. Jika aku menceritakan padamu bagaimana usahaku melupakan para mantan, apakah kamu pun mau untuk (paling tidak) mencobanya?

Kamu tahu apa yang kulakukan? Yang jelas, sedapat mungkin aku berusaha untuk tidak berurusan lagi dengan mereka, dalam bentuk apapun. Bagiku, tidak ada istilah menjaga hubungan dengan mantan. Kalau sudah putus, ya sudah. Tidak akan ada ruang di hati, tidak akan ada alasan untuk tetap berkomunikasi. 

Bahkan, untuk sekadar mengucapkan selamat ulang tahun pun aku tidak akan melakukannya; walaupun setiap hari media sosialku mengingatkan siapa saja yang berulang tahun. Biarkan saja. Kamu tahu, aku sudah sampai pada tahap dimana aku tidak lagi bisa mengingat tanggal berapa para mantan itu berulang tahun. 

Kalau suatu saat kamu dihadapkan pada situasi yang membuatmu teringat dengan memori mantan pacar, plis, alihkan perhatianmu. Jangan biarkan pikiran dan hatimu terbawa suasana itu. Apa memang tidak ada hal lain saat itu yang bisa kamu pikirkan, atau bisa kamu lakukan? 

Katanya, jika seseorang sudah melupakan masa lalu, berarti sistem dalam otaknya terganggu; seperti amnesia. Well, aku tidak tahu apakah otakku sebenarnya terganggu karena tidak berhasil mengingat para mantan? Tapi mengapa saat ini aku justru merasa lega karena tidak bisa mengingat walau sekadar tanggal ultah mereka?

Aku merasa harus menjaga hati dan perasaan kekasihku saat ini. Aku merasa, saat ini ya pasanganku lah yang menjadi fokus otakku, ingatanku, dan juga hatiku. Ia menjadi satu-satunya pihak yang paling berhak memiliki seluruh hatiku. Dan jika aku pun harus menyisihkan sebuah atau beberapa buah ruang untuk para mantan, aku merasa telah mengkhianati kekasihku. 

Dan ketika aku sudah mempertaruhkan seluruh hatiku padanya, apakah salah jika aku kemudian berharap hal yang sebaliknya; bahwa akupun ingin mendapatkan seluruh hatinya? 

Apakah kamu pernah berpikir bahwa mungkin saja hal itu yang menjadi prinsip percintaan kekasihmu, jika ia menuntutmu untuk melupakan mantan? Bahwa sebenarnya, ia hanya ingin mendapatkan seluruh hatimu. Bukankah, itu adalah hak kami sebagai pasangan saat ini, untuk mendapatkan hati kekasih kita seutuhnya?

Apakah kamu merasa aku egois? Cemburu berlebihan? Over protektif terhadap pasangan? Bagiku, kalau strategi itu yang harus kujalankan untuk mempertahankan hubunganku dengan kekasihku, mengapa tidak? Bagimu, hal itu mungkin seperti ultimatum yang mengancam. Namun bagiku, itu hanyalah sebuah rambu yang perlu kuciptakan supaya hubunganku dengan kekasihku berhasil; yang menurut versiku adalah bahagia tanpa bayang-bayang mantan. 

Jadi, jangan pernah merasa melupakan mantan pacar adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Karena aku merasa mau melakukannya. Lalu apakah kamu pun mau mencobanya, demi kekasihmu saat ini? 

Dari Aku, yang tidak ingin berbagi hati. 

Dessy Liestiyani, wiraswasta, tinggal di Bukittinggi.

Editor: Mahdiya Az Zahra

Exit mobile version