Percayalah, Ngikutin Mobil Ambulans Tegangnya Lebih Parah daripada Ketemu Kuntilanak

ghibahin

“Saya yakin, tidak semua sopir ambulans seperti ini. Mungkin memang saat itu saya lagi apes saja, dapat sopir yang sembalap abis.

Apakah Sobat Ghibah pernah ketemu kuntilanak? Saya pernah. Dan asli, pengalaman ketemu kuntilanak itu nggak enak banget. Masalahnya, saya bukan orang yang biasa ngeliat “begituan”. Apalagi dari dulu saya nggak punya cita-cita jadi Roy Kiyoshi, atau Ki Joko Bodo.

Jadi, ketika suatu saat saya bersirobok dengan mbak kunti, duh, lemes saja gitu bawaannya. Rasanya jantung saya melorot sampai ke dengkul!

Boro-boro inget surat dan ayat. Saat itu saya hanya bisa diam, terpana. Bukan, saya bukan sedang jatuh cinta pada mbak kunti. Bukaaan …. Saya hanya  merasa, betapa sialnya saya saat itu.

Saya pikir, sensasi “jantung melorot ke dengkul” ini hanya akan saya alami sekali itu saja, saat ketemu mbak kunti. Karena, saat itu kejadian bertemu kuntilanak adalah kejadian paling menegangkan dalam hidup saya. Ternyata saya keliru.

Sensasi jantung melorot itu kembali menyergap (eaaa …) tidak hanya sekali, tapi dua kali lagi dalam hidup saya. Keduanya bukan karena saya ketemu mbak kunti lagi, namun terjadi ketika saya berkesempatan mengikuti iring-iringan mobil ambulans.

Apakah ada sahabat-sahabat mbak kunti di situ? Nggak ada. Tapi ada hal yang sukses memaksa saya untuk ‘nostalgia’ spot jantung lagi. Bahkan lebih parah.

Pertama, ketika keluarga saya berencana untuk memindahkan makam nenek dari Jakarta ke kota kelahirannya di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dalam prosesnya, kami menggunakan mobil ambulans untuk membawa jasad nenek, dan mengiringinya dengan mobil pribadi.

Masalahnya, saat itu saya belum punya pengalaman mengikuti mobil ambulans. Jadi saya tidak mempersiapkan hal-hal yang remeh namun krusial, seperti pipis sebelum berangkat, atau “nyiapin” tali biar jantung nggak melorot lagi ke dengkul.

Yang terbayang adalah waktu tempuh perjalanan ini bakal lebih cepat dari biasanya, mengingat mobil ambulans sejatinya punya privilese untuk diprioritaskan di jalanan. Cuma yang tidak saya sangka adalah saat itu kami dapat sopir ambulans yang sepertinya pernah bercita-cita jadi Michael Schumacher.

Atau kemungkinan lainnya, Sang Sopir ingin membuktikan salah satu jargon di film Fast & Furious, “The only thing that matters is who is behind the wheel”. Artinya kira-kira, “Nggak usah mikir bawa mobil apa, kamu jago nggak nyupirnya?”

Buat Sobat Ghibah yang belum pernah melintasi rute kota Padang menuju Bukittinggi, saya berikan dulu sedikit gambaran. Kondisi jalan yang menghubungkan kedua kota tersebut adalah jalur dua arah sepanjang 95 kilometer.

Rutenya melewati beberapa kota kecamatan,  kemudian menanjak dan berkelok melintasi bukit. Jika pembaca adalah penduduk Jakarta, bayangin aja jalanan dari Ciawi ke Puncak. Bayangin saja dulu.

Dengan rute penuh belokan dan tanjakan, saya nggak habis pikir mengapa Sang Sopir memutuskan untuk super ngebut. Entah apakah Sang Sopir mau pamer skill nyupirnya, atau ngebut memang sudah mendarah daging.

Yang jelas perjalanan kali itu saya lalui dengan penuh kecemasan dan harapan, “Ya Allah, jangan sampai akhirnya kami yang “nemenin” jasad nenek di dalam mobil ambulans”.

Jarak tempuh dari Bandara Minangkabau di kota Padang menuju kota Bukittinggi yang biasanya ditempuh dalam waktu tiga jam, akhirnya bisa kami “selesaikan” dalam waktu satu setengah jam saja. Kebayang kan betapa cepatnya kami melaju saat itu.

Padahal, saya masih ingat, kondisi lalin ramai lancar, seperti hari-hari biasa. Yang saya nggak terlalu ingat hanyalah entah berapa kali kami pontang-panting, jungkir balik, sambil komat-kamit tentunya. Terutama ketika sang mobil yang lagi asyik sprint tiba-tiba ngerem mendadak karena ada mobil yang nggak “terima” disalip.

Jadi inget guyonan jadul tentang seorang nenek yang sedang nyupirin cucunya. Sang Cucu yang cemas dengan cara nenek mengemudi pun menegur, “Nek, nyetirnya pelan-pelan saja.” Kemudian Sang Nenek membalas, “Tenang aja, Cu. Kalau kamu takut, merem aja seperti yang nenek lakukan.”

Sayangnya, guyonan yang dulu selalu bikin saya ngakak itu ternyata nggak “pecah” ketika saya ceritakan saat itu. Mungkin seluruh keluarga saya di dalam mobil juga lagi melorot jantungnya.

Seakan nggak belajar dari pengalaman sebelumnya, saya kembali (nggak siap) ketika suatu saat berkesempatan lagi mengiringi mobil ambulans. Kali ini, ambulans membawa jenazah tante. Rutenya sama, dari Bandara Minangkabau menuju kota Bukittinggi. Kapok dengan sopir sebelumnya, saya pun mencari alternatif mobil ambulans dari rumah sakit lain.

Walaupun telah berdoa keras supaya kali ini Sang Sopir nggak bercita-cita menjadi pembalap F1 seperti sopir sebelumnya, namun pada akhirnya saya pun kecewa. Sopir kali ini sepertinya malah titisan langsung Dominic Toretto. Drama demi drama pun harus saya rasakan kembali dengan skala yang lebih intens.

Ketika ada ‘Dominic Toretto wannabe’ uji nyali di Indonesia apa yang bisa kamu harapkan? “Hati-hati ada polisi tidur”, “awas ada nenek-nenek nyebrang”, atau “harap maklum sedang bubaran pabrik”.

Begitukah? Jargon-jargon tersebut saya yakin nggak ada dalam kamus besar per-ambulans-an (kalaupun ada kamusnya). Saya pun de ja vu, berjam-jam merasakan sensasi jantung yang lagi-lagi melorot ke dengkul.

Jadi, dua kali saya dapat pengalaman tak terlupakan ketika beriringan mengikuti mobil ambulans. Saya yakin, tidak semua sopir ambulans seperti ini. Mungkin memang saat itu saya lagi apes saja, dapat sopir yang sembalap abis.

Pengalaman ketiga mengikuti mobil ambulans adalah ketika papa saya meninggal. Untungnya, saat itu kami mendapat sopir ambulans yang tak seperti dua sopir sebelumnya. Saya cukup hepi dengan cara Sang Sopir ambulans ketiga saat membawa jenazah papa. Cepat, namun terasa “aman”.

Mengingat pengalaman-pengalaman menegangkan tersebut, saya jadi punya kesimpulan. Kalau saya (amit-amit) disuruh pilih mau ketemu kunti atau ngikutin mobil ambulans, mungkin akhirnya saya pilih ketemu kunti aja, deh.

Walau sama-sama bikin jantung seakan melorot sampai ke dengkul, tapi ketemu mbak kunti jelas lebih mending. Tegang sih, tapi sebentar kelar. [red/brsm]

Dessy Liestiyani, Wiraswasta, tinggal di Bukittinggi.

15 thoughts on “Percayalah, Ngikutin Mobil Ambulans Tegangnya Lebih Parah daripada Ketemu Kuntilanak

  1. Spot on with this write-up, I really feel this web site needs far more
    attention. I’ll probably be back again to see more, thanks for the advice!

  2. Hey There. I discovered your weblog using msn. This is a really neatly written article.
    I’ll be sure to bookmark it and return to read extra of your useful info.
    Thanks for the post. I’ll certainly return.

  3. It’s remarkable to visit this web page and reading the views of all colleagues about this paragraph,
    while I am also eager of getting familiarity.

  4. I’m not sure exactly why but this site is loading very
    slow for me. Is anyone else having this problem or is it a issue on my end?
    I’ll check back later on and see if the problem
    still exists.

  5. For newest information you have to pay a quick visit world wide web and on the
    web I found this website as a most excellent web page for hottest updates.

  6. My spouse and I stumbled over here by a different web address and thought I should check things out.

    I like what I see so i am just following you.
    Look forward to looking over your web page for a second time.

  7. Appreciating the commitment you put into your blog and detailed information you offer.
    It’s awesome to come across a blog every once in a while that isn’t
    the same out of date rehashed information. Fantastic read!
    I’ve saved your site and I’m including your RSS feeds to my Google account.

  8. Hola! I’ve been reading your blog for a while now and finally got the courage to go ahead and give
    you a shout out from Atascocita Texas! Just wanted to say
    keep up the excellent job!

  9. Pretty nice post. I just stumbled upon your weblog
    and wanted to say that I’ve really enjoyed surfing around your blog posts.
    In any case I will be subscribing to your feed and
    I hope you write again soon!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *