Mr. Sunshine, Drakor yang Membakar Jiwa Patriotisme

“Tidak semua kisah harus happy ending, ada kalanya sesuatu hanya menawarkan harapan.”

Suami membuyarkan lamunan saya saat menemani si Kecil bermain. Ia bertanya apa yang sedang saya renungkan. Padahal saya cuma kepikiran drakor yang baru semalam saya tamatkan. Ya, drama itu sangat mempengaruhi saya sampai terbawa mimpi. Belum puas sampai di situ, saya sibuk cerita ke suami soal drama tersebut saat masak pagi tadi.

Perjuangan

Mr. Sunshine ini sebenarnya menceritakan bagaimana perjuangan rakyat Joseon melawan pendudukan Jepang. Drama ini terdiri dari 24 episode, alurnya lambat. Di awal kita akan disuguhkan dengan pengenalan tokoh yang cukup banyak, sehingga kita akan bertanya-tanya siapakah tokoh utamanya. 

Kadang yang kita pikir tidak penting ternyata memiliki peran besar. Menuju akhir episode, drama ini semakin menegangkan, di sinilah puncak konflik terjadi. Raja Joseon turun tahta, para pasukan kebenaran gugur, Joseon jatuh di tangan bangsa Jepang. Salah satu penyebabnya adalah pengkhianatan oleh para menteri, pendudukan Jepang, dan perang dunia. 

Lemah dan Tertinggal

Joseon pada masa itu benar-benar masih lemah dan tertinggal. Saat negara lain menyerang menggunakan senapan, mereka masih pakai tombak. Negara lain sudah ada studio foto, pakaian modern, dan mesin ketik. Masyarakat Joseon masih memakai lukisan untuk mengabadikan seseorang, pakaian tradisional (hanbok), dan tulisan tangan untuk menulis berita. 

Melihat Joseon kala itu saya justru seperti melihat Indonesia. Kondisi Indonesia tak jauh beda kala itu, pakaiannya kebaya, belum mengenal foto, dan masih menggunakan tulisan tangan. Kala itu Joseon benar-benar hanyalah kerajaan kecil yang tidak berdaya. 

Jika banyak film atau drama lain menceritakan tentang peperangan, perjuangan para pendahulu, maka drama ini lebih menceritakan situasi pada masa perjuangan memperoleh kemerdekaan. Sampai akhir drama ini tetap menceritakan perjuangan bangsa Korea. Memang benar, Korea tidak serta merta menang dengan perlawanan rakyatnya. 

Faktanya perjuangan mencapai kedaulatan memang bukan hal yang mudah. Tidak semua kisah harus happy ending, ada kalanya sesuatu hanya menawarkan harapan. Bahkan tidak tahu kapan harapan itu akan menjadi kenyataan. 

Kondisi Masa Penjajahan

Drama ini menceritakan kondisi yang terasa nyata. Bagaimana para pengkhianat (antek Jepang) berperan. Antek Jepang yang dengan senang hati menjual negaranya. Sebagai bangsa kita dihadapkan pada dua pilihan. Hidup enak di bawah kekuasaan negara lain atau berjuang demi kedaulatan bangsa. 

Pilihan ini sungguh berat karena membela negara berarti harus siap mati. Jepang atau penjajah tidak segan membunuh bangsa yang terjajah. Kita dihadapkan pada dua pilihan, kebenaran atau kebatilan. Hidup enak mungkin akan membuat Jepang atau penjajah memberi kemewahan pada kita. Kita akan dihormati dan diberi kedudukan oleh penjajah. 

Tapi sadarlah, seberapa pun nikmatnya hidup enak dan diberi kedudukan, kita tetaplah bangsa terjajah yang harus mengikuti kemauan tuannya. Kita tidak bebas menentukan arah bangsa, kita tidak memiliki hak untuk menyuarakan pendapat. 

Bila saudara sebangsa dizalimi kita harus diam atau ikut menzalimi demi membantu penjajah. Bangsa kita harus rela disiksa dan dibunuh demi melancarkan aksi penjajah. Situasi dalam drama ini membuat saya merenungi bagaimana para pahlawan Indonesia dahulu memperjuangkan kemerdekaan negara ini. 

Kadang saya berpikir, jika saya hidup di masa lalu, akankah saya membela bangsa ini atau memilih menjadi antek penjajah? Bisakah saya berpikir secara mandiri untuk menentukan mana yang benar dan salah? Relakah saya berkorban demi kedaulatan bangsa?

Kasta 

Drama itu juga menceritakan bagaimana perbedaan kasta itu sangat menyakitkan. Para budak harus hidup sangat menderita, dibunuh, diburu, nyawa mereka dijadikan permainan, dihina, dan direndahkan. Orang miskin harus mengecap kesakitan yang tiada tara. 

Sementara orang kaya bisa dengan mudahnya makan enak dan kuliah di luar negeri. Mereka bisa menukar nyawa rakyat jelata untuk mendapatkan arloji mewah. Yang menyedihkan pula pasukan kebenaran yang membela kedaulatan bangsa justru kebanyakan berasal dari rakyat jelata. Yang memiliki kecintaan pada tanah air justru orang-orang yang dijajah oleh sesama bangsanya sendiri. 

Sama halnya dengan negeri ini, ada berbagai kasta yang tidak secara jelas terlihat. Ada golongan priyayi dan rakyat jelata. Rakyat jelata biasanya bekerja pada para priyayi, sedang priyayi biasanya mendapat jabatan di masa penjajahan. 

Sejak dahulu, baik dalam masa penjajahan atau bukan, golongan priyayi memang tetap hidup dengan aman dan nyaman. Mereka tetap bisa mendapatkan pendidikan yang baik bahkan bisa kuliah ke luar negeri, mereka bisa makan enak, dan mendapat pelayanan dari rakyat jelata. 

Perlawanan Rakyat Jelata

Dalam drama ini diceritakan bahwa ada pasukan kebenaran yang sengaja tidak menunjukkan identitasnya demi keselamatan kelompok mereka. Mereka berasal dari rakyat jelata yang ingin mempertahankan kedaulatan Korea. Kondisi mereka begitu menyedihkan, mereka hanya punya sedikit senjata dan peluru. 

Persediaan makanan yang kurang dan tidak memiliki tempat tinggal. Kadang mereka mengambil senjata dan peluru dari pasukan Jepang yang sudah mereka bunuh. Sampai suatu masa mereka dikepung oleh pasukan Jepang yang terus bertambah dengan persenjataan yang sangat lengkap. 

Di Indonesia, rakyat jelata juga banyak melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Banyak korban jiwa berasal dari rakyat jelata. Di mana pun, nyawa rakyat jelata, budak, dan orang miskin memang tidak lebih penting dari nyawa hewan peliharaan. Di balik para pahlawan kemerdekaan yang kita kenal itu, ada banyak sekali nama rakyat yang tidak kita kenal dan tidak disebutkan dalam sejarah.

Drama ini membuat saya meyakini bahwa ada harapan dari sebuah perjuangan. Saya menjadi tahu apa yang harus saya lakukan ketika dihadapkan pada dua pilihan. Hidup enak di bawah kekuasaan negara lain atau berjuang demi kedaulatan bangsa. Drama ini membuat saya semakin mencintai negara ini dan membakar semangat patriotisme dalam diri saya. So, siap-siap marathon drama ya SoHib!

Mahdiya Az Zahra, suka drakor cinta Indonesia.

[red/nuha]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *