Jaler dan Angel

Jaler Angel

“Kenapa Engkau membuat perempuan seperti Angel, sih? Lihatlah, dia gampang banget cemburu. Aku capek, Tuhan. Aku harus gimana kalau Angel kayak gini terus?”

Selama ini, KDRT yang sering terungkap di masyarakat kita adalah kekerasan yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada perempuan yang merupakan istrinya. Sangat jarang sekali seorang lelaki mau mengungkapkan KDRT yang dilakukan oleh seorang perempuan.

Hal ini bisa dimaklumi, sih. Mana ada lelaki yang mau dikalahkan perempuan. Dunia yang bergerak ke arah sifat maskulin membuat lelaki harus selalu lebih unggul daripada perempuan.

Contohnya Jaler.

Sebagai lelaki yang terlahir dengan wajah lumayan ganteng dan tubuh tinggi besar, Jaler selalu dilirik oleh banyak perempuan ke mana pun ia pergi. Apalagi Jaler juga termasuk lelaki yang ramah dan mudah akrab dengan siapa pun.

Tak terhitung banyaknya perempuan yang mencoba menarik perhatian Jaler. Mulai dari gadis kecil berkuncir dua, gadis remaja yang mengklaim dirinya masih perawan ting-ting (iya, Jaler memang seluarbiasa itu sampai tahu mana perawan dan mana bukan), janda yang mengaku sudah nggak perawan tapi bahenolnya nggak ketulungan, sampai nenek-nenek centil yang sering membelai kepala Jaler.

Tapi Jaler tak pernah sekali pun melirik mereka. Bukan karena Jaler nggak suka. Siapa sih yang nggak suka melihat keindahan? Kita diberi mata kan untuk melihat keindahan, termasuk keindahan wajah cantik dan body seksi perempuan.

Semua itu Jaler lakukan untuk menjaga keselamatan dirinya sendiri. Jaler ngeri kalau dia berani melirik perempuan-perempuan seksi itu, Angel akan menabrak tubuhnya dan menggigit ‘bijinya’. Apa jadinya Jaler kalau sampai itu terjadi?

Bukannya Jaler nggak berusaha memberi pengertian ke Angel. Sudah berkali-kali Jaler berusaha menjelaskan ke Angel bahwa Jaler nggak akan meninggalkan Angel. Tapi Angel nggak pernah bisa mengerti. Sampai sekarang Jaler masih terus berusaha membuat Angel mengerti bahwa Jaler akan tetap mencintai Angel meski Jaler jalan sama perempuan lain.

Tidak. Jaler bukan jenis suami takut istri. Sama sekali bukan karena itu. Semua Jaler lakukan karena Jaler sangat menyayangi Angel, meski sikap Angel bar-bar seperti itu. Jaler rela berkorban nggak melirik satupun perempuan demi Angel. Dan tentu saja demi keselamatan sang ‘biji’.

Yang lebih merepotkan Jaler adalah perempuan-perempuan itu nggak pernah menyerah. Mereka terus memanggil dan mengejar, meski Jaler sudah memasang wajah dingin dan bersikap abai kepada mereka.

Selfi sama aku sebentar, ya, Jaler. Ayo senyum yang lebar. Cheers,” kata Nikita yang janda kembang itu.

“Jaler, aku cinta banget sama kamu!” teriak Lana, gadis kecil berkucir dua yang punya lesung pipi.

“Hai, Ganteng. Lihat sini, dong, Jaler sayang,” kata Anita yang masih perawan itu.

“Badanmu seksi banget sih, Jaler. Aku jadi pingin elus-elus kamu terus, nih,” kata nenek Maria yang rambutnya sudah putih semua tetapi dandanannya selalu up to date.

Duh, Jaler pusing banget. Gimana caranya menghindar kalau setiap hari Jaler selalu bertemu mereka di taman kompleks? Nggak mungkin, kan Jaler nggak olahraga pagi? Nanti badan Jaler menggendut. Kalau Jaler menggendut, Angel pasti akan protes.

Ah, repot banget, deh! Jaler seperti disuruh memilih buah simalakama, nih. 

Kadang Jaler bertanya kepada Tuhan, “Kenapa Engkau membuat perempuan seperti Angel, sih? Lihatlah, dia gampang banget cemburu. Aku capek, Tuhan. Aku harus gimana kalau Angel kayak gini terus?”

Tuhan nggak pernah menjawab pertanyaan Jaler. Jaler jadi sebel sama Tuhan. “Tuhan kok nggak tanggung jawab gitu, sih? Bikin Angel tapi nggak ngasih petunjuk pemakaian.” Huuuu.

Ya sudahlah. Demi Angel yang pemarah, demi keamanan sang ‘biji’, Jaler berusaha ikhlas (atau terpaksa ikhlas) kalau hidupnya hanya untuk Angel seorang. Jaler terpaksa menutup mata dan telinganya rapat-rapat dari semua wajah cantik, tubuh seksi dan suara menggoda perempuan-perempuan itu.

Angel tersenyum bahagia. Jaler-nya akan selalu ada untuknya.

“Tresno iku kadang koyo criping telo. Iso ajur nek ora ngati-ati le nggowo

(Cinta itu terkadang seperti keripik tela. Bisa hancur kalau tidak bisa hati-hati dalam membawanya)

“Guk” 

(red/suz)

Luluk Choiriyah, penulis tinggal di Tangsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *