Site icon ghibahin.id

3 Film Superhero Selama 2022 Yang Bikin Ketiduran di Bioskop

Sementara maaf, Mas Robert di “The Batman” ini terlihat terlalu kerempeng, ringkih, dan kurang berwibawa.

Siapa yang pernah ketiduran di bioskop, hayo ngacung! Suasana bioskop yang gelap dan adem itu memang mendukung sekali buat pacaran, eh, tidur. Bener kaaan?

Padahal, saat ini plesiran ke bioskop itu perlu duit yang nggak sedikit. Sepakat? Kalau nggak sepakat, sini saya breakdown

Sejatinya, film superhero diharapkan bisa bikin semangat, bikin melek. Cuma ya itu, adegan-adegan action ini biasanya tidak mendominasi pertunjukan. Apalagi, adegan (yang dianggap) paling seru pastinya disimpan di akhir cerita; jadi final battle gitu deh istilah kerennya. 

Dan selama 2022 ini saya baru sadar kalau ternyata beberapa film superhero pun sukses bikin saya mimpi indah kala menonton. Berikut saya urutkan bukan berdasarkan tanggal rilisnya, tapi seberapa dahsyat film tersebut bikin saya ngantuk gilak di dalam gedung bioskop.

Yuk, kita mulai dari urutan paling bawah ya. Eng ing eng ….

#1 Morbius

Saya harap, Mas Jared Leto legowo jika film yang dibintanginya ini saya posisikan di urutan ketiga film superhero yang bikin saya ketiduran di bioskop. Sebenarnya, durasi film ini tidak lama. Hanya 1 jam 44 menit. Bandingkan dengan tren film superhero lainnya yang bisa bikin kita pegal-pegal dan nge-jama’ shalat karena durasinya yang bisa sampai 3 jam itu. 

Sampai tulisan ini dibuat, IMDB mengganjarnya dengan rating 5,2/10. Sebenarnya secara sinematografi, film ini nggak buruk. Tapi memang, ceritanya nggak istimewa. Film ini mengisahkan tentang seorang dokter yang mencari obat untuk penyakit yang dideritanya. Ndilalah, obat tersebut ternyata didapatnya melalui eksperimennya dengan kelelawar. Jadilah ia seorang manusia super sekaligus vampire.

Sebenarnya, tidak ada yang “salah” di sini. Namun, film ini bisa membuat saya ketiduran karena jalan ceritanya bagi saya terlalu “lempeng”; terlalu lurus. Terlelap beberapa saat membuat saya tidak merasa kehilangan alur cerita, atau merasa rugi karena melewatkan aksi berantem misalnya. Biasa saja. Karena ketika terbangun, saya merasa masih dapat “mengikuti” film ini sampai selesai.

Sayangnya, adegan berantem di rooftop yang menjadi final battle di film ini juga B aja. Pemunculan credit title yang sudden death itu justru menimbulkan tanda tanya di benak saya, “Ha? Gini aja? Untung tidur …”

#2 Black Adam

Saya ingin menonton film ini karena kehadirannya seperti menyadarkan saya bahwa sang manusia otot, Dwayne Johnson, setelah sekian banyak main film action, eh akhirnya main juga di film superhero. Awalnya, film ini cukup menarik perhatian saya karena menampilkan setting-an ala-ala Egypt zaman dulu; mengingatkan saya pada “The Mummy”-nya Brendan Fraser di 1999 yang bagi saya keren abis itu. 

Disuguhi adegan pembuka seperti itu, jelas saja saya langsung punya pengharapan bahwa “Black Adam” bakalah se-asyik film favorit saya itu. Tapi kok, film ini sukses bikin saya ketiduran ya? Nggak cuma sekali, tapi dua kali.

Pertama kali saya tertidur ketika para jagoan sedang mengatur strategi bagaimana menyelamatkan Anom, seorang anak yang ditawan para penjahat. Proses molor ini ternyata nggak sebentar juga, guys. Hilangnya kesadaran ini saya nikmati sampai para jagoan itu menyerbu benteng musuh, dan kemudian membebaskan sang anak. Bukankah, itu adegan yang sangat penting dan (seharusnya) mempesona? Lah kok bisa-bisanya saya ketiduran?

Kemudian saya kembali ketiduran ketika sang Teth Adam/Black Adam curhat ke Hawkman, pemimpin tim jagoan Justice Society, tentang Hurut. Hurut adalah anak Teth Adam yang sebenarnya menjadi jagoan terpilih oleh para dewa. Adegan ini menceritakan bagaimana akhirnya sang ayahlah yang menjadi Teth Adam. Coba, kurang penting apa adegan itu? Tapi ternyata oh ternyata, saya ketiduran juga. 

Saya pun akhirnya menyimpulkan bahwa film ini sukses bikin saya ketiduran tentu saja karena saya menyadari bahwa ekspektasi saya ketinggian. Selain itu, saya merasa plot dan dialog yang disajikan bagi saya tidak cukup kuat untuk membuat saya melek. Jadi, tolong dimaklumi. 

#3 The Batman 

Posisi teratas film superhero yang bikin saya tidur di bioskop adalah “The Batman”. Ada beberapa alasan yang membuat saya sukses mimpi indah kala menonton film jagoan kelelawar ala Robert Pattinson ini. 

Pertama, bagi saya ceritanya nggak sederhana. Rudet. Si Ini ngejar Si Itu, ketemu Si Anu. Eh, pacar Si Anu dibunuh Si Onoh, yang ternyata teman Si Itu. Si Onoh juga ternyata bokap Si Anu. Belum lagi, dalam perjalanannya sang jagoan kena mental, karena ternyata ada rahasia keluarganya yang baru diketahui. Bagi saya, ceritanya seperti memaksa saya untuk berpikir keras; menghafal karakter tokoh-tokohnya, atau mengingat hubungan ini-itu. Capek. Dan kalau otak sudah capek, bawaannya ngantuk. Duh.

Kedua, “The Batman” ini –seperti layaknya film-film “Batman” lainnya- cenderung bernuansa dark; gelap. Bisa jadi, karena menyesuaikan karakter kelelawar yang doyannya kelayapan malam hari. 

Adengan-adegan kala senja, atau malam hari, memang mendominasi. Bahkan, beberapa adegan yang sepertinya terpaksa dilakukan di siang hari pun ber-aura “gelap”. Misalnya suasana indoor yang remang, tertutup pilar-pilar, bahkan disengajakan backlight.

Sementara adegan pagi hari di outdoor saja tak lepas dari nuasana kelam; hujan, mobil hitam, dan orang-orang yang berbaju hitam. Nuansa yang “gelap”, serta “Something In The Way”-nya Nirvana di film ini seakan menambah syahdu suasana bioskop yang sudah gelap dan dingin ber-ac itu. Seperti sebuah paket yang saling melengkapi, film ini pun sukses me-ninabobok-an penonton berumur seperti saya. 

Ketiga, sosok Robert Pattinson yang bagi saya nggak cocok beut jadi Batman malah menambah kemalasan saya untuk mengikuti film ini dengan serius. Banyak ketidakpuasan saya melihat figurnya di film ini. Batman itu jagoan. Batman itu orang kaya. Maaf kalau di benak saya masih tertanam sosok Christian Bale; pemeran beberapa film “Batman” sebelum ini. Figur jagoan dan orang kaya-nya itu dapet banget. 

Sementara maaf, Mas Robert di “The Batman” ini terlihat terlalu kerempeng, ringkih, dan kurang berwibawa. Bahkan ketika sudah memakai jas pun saya tidak melihat ia seperti orang kaya. Jadi karena tampilan sang bintang utama di film ini sudah “ganggu banget”, saya pun tak kuasa untuk menutup mata.

Itulah tiga film selama 2022 yang sukses bikin saya mimpi indah di bioskop, baik sengaja maupun tak sengaja. Seorang dokter asal Australia, mengatakan bahwa ketika otot-otot di kepala dan leher rileks maka akan terkirim sinyal ke otak untuk mendorong orang tertidur. Jadi mungkin ketiga film itu kalah cepat mengirim sinyal ke otak, jadi saya sudah kadung tidur duluan. Zzz … zzz … zzz …

Dessy Liestiyani, wiraswasta tinggal di Bukittinggi.

[red/nuha]

Exit mobile version