Site icon ghibahin.id

PARENTING: Belief System, Menanamkan Hal Positif pada Anak

Parenting

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

“Kalimat negatif yang diucapkan berulang, apalagi dari orang yang sangat dipercaya oleh si anak, akan tertanam sangat kuat di sana dan menjadi belief system-nya.”

“Huh, kayak gitu aja nggak bisa!”

“Ini gampang banget. Masak gini aja harus diajarin, sih!”

Apakah Anda pernah mengatakan hal-hal seperti itu ke anak Anda? Hati-hati, jangan sampai hal itu menjadi standar penilaian anak terhadap dirinya sendiri.

Dulu saya berpikir kekerasan fisik pada anak adalah kekerasan yang paling merusak jiwa anak-anak. Asal orang tua nggak memukul anaknya, saya anggap orang tua itu sudah cukup baik. Saya nggak menganggap kalimat negatif yang saya ucapkan ke anak saya sebagai kekerasan. Hal ini membuat perkataan saya ke anak menjadi tidak terkontrol. Saya sering secara nggak sengaja memberi penilaian negatif kepada anak saya.

Pernah satu kali anak saya mau ulangan matematika. Biasanya anak saya ini diajari oleh papa atau kakaknya. Karena waktu itu papa dan kakaknya sedang ada kegiatan, anak saya minta bantuan saya. 

Saya sendiri nggak terlalu pandai matematika dan merasa kesulitan membantu anak saya. Hal itu membuat saya frustasi dan meluapkan emosi saya ke anak. Bukannya membantu, saya malah memberi penilaian negatif kepadanya. “Kamu gimana, sih, udah disekolahin mahal-mahal kok nggak bisa ngerjain tugasmu. Tugas kamu cuma itu lho. Masak gitu aja nggak bisa!”

Saat itu saya merasa wajar saja mengucapkan kata-kata itu. Toh, memang kenyataannya dia nggak bisa mengerjakan tugasnya.

Saya baru menyesali perkataan saya ketika anak saya benar-benar nggak bisa mengerjakan ulangan matematikanya dan mendapat nilai jelek. Suami saya sampai heran karena biasanya anak saya nggak pernah seperti itu. Selama ini nilai matematikanya selalu bagus.

Saat itu saya menyadari bahwa bukan anak saya yang salah, tapi saya. Saya yang frustasi karena nggak bisa membantunya, memilih menyalahkan dia dan memberi penilaian negatif kepadanya. Kalimat negatif saya itu langsung masuk ke otak anak saya dan menjadi belief system-nya.

Kita tentu sering sering mendengar otak anak itu seperti spons, menyerap segala sesuatu yang diberikan kepadanya dengan cepat. Hal ini karena otak anak itu masih bersih, belum berisi apa-apa, sehingga kapasitasnya untuk menyerap masih sangat besar. Input apapun yang masuk ke otaknya akan diterima seperti sebuah kotak kosong yang bisa dimasuki barang apapun.

Input yang masuk ke otak anak ini akan menjadi belief system si anak. Belief system akan tertanam di pikiran bawah sadar si anak dan menjadi panduan hidup baginya. 

Ada dua cara memasukkan belief system kepada anak. Yang pertama adalah dengan repetisi atau pengulangan. Dan yang kedua adalah input diberikan oleh orang yang dipercaya. Orang tua adalah orang yang sangat dipercaya oleh anak karena orang tua lah yang berada di samping mereka sejak kecil. Hal inilah yang membuat setiap perkataan orang tua akan diserap oleh otak anak.

Bayangkan apa jadinya kalau pikiran bawah sadar si anak menerima input negatif terus menerus dari orang tuanya. Kalimat negatif yang diucapkan berulang, apalagi dari orang yang sangat dipercaya oleh si anak, akan tertanam sangat kuat di sana dan menjadi belief system-nya. Kalimat negatif seperti kamu bodoh, malas, enggak kreatif, menyebalkan, dlsb akan menggurat dalam di pikiran bawah sadar si anak. 

Anak yang diberi kalimat negatif terus menerus akan menganggap bahwa dirinya memang seperti yang diucapkan oleh orangtuanya. Pikiran bawah sadarnya menganggap begitulah dirinya. Hal ini karena orangtua adalah satu sosok yang sangat dipercaya oleh si anak sehingga ketika orangtuanya memberi ‘stigma’ ke dirinya, bawah sadarnya akan langsung menangkap ini adalah informasi yang benar. Apalagi kalau hal itu diucapkan terus menerus.

Tindakan dan keputusan yang diambil si anak dalam hidupnya kelak, akan berdasarkan pada belief system yang diberikan oleh orangtuanya ini. Akibatnya bisa ditebak, kan? Keputusan-keputusan yang diambil si anak juga akan didasarkan pada hal-hal negatif yang sudah terlanjur tertanam di otaknya.

Misalnya. Karena kondisi keuangan Anda sedang kurang baik, Anda berkata kepada anak Anda, “Mencari uang itu susah.”

Kalau Anda sering mengucapkan kalimat ini kepada anak Anda, kalimat ini akan menjadi belief system si anak. Dalam pikiran anak akan tertanam juga bahwa mencari uang itu susah sehingga ketika sudah dewasa dan bekerja, dia akan menganggap pekerjaannya sebagai beban. Kalau sudah begini, tentu dia nggak akan bahagia.

Hal inilah yang menjadi sebab kenapa doa orang tua itu dianggap sangat ampuh. Orang tua disarankan untuk selalu memberikan afirmasi positif berupa doa yang baik kepada anaknya, karena kalimat-kalimat yang diucapkan orang tua kepada anaknya akan menjadi belief system anak.

Beberapa waktu yang lalu saya sering membaca utas di Facebook bagaimana menanamkan belief system yang kita inginkan ke anak. Waktu yang paling tepat untuk menanamkan belief system adalah saat menjelang tidur dan saat bangun tidur. Hal ini karena ketika anak mengantuk, pikiran bawah sadarnya sedang aktif. Memasukkan input saat pikiran bawah sadar aktif akan membuat input itu menjadi belief system dengan lebih mudah.

Mungkin Anda bisa mencobanya? 

Luluk Choiriyah, Ibu dua anak remaja, tinggal di Tangsel.

[red/zhr]

Exit mobile version