Site icon ghibahin.id

CURHAT: Perlu Gak Sih Nonton Film Dewasa?

Theater Curtain Cinema Stage To Be Continued Font

Dear, Mbah Ghibah

Mbah Ghibah, nama saya Lidya (bukan nama sebenarnya), umur 25 tahun, belum lama menikah. Saya mau curhat, dong. 

Menurut Mbah Ghibah, sebenarnya nonton film dewasa itu perlu atau enggak untuk orang yang sudah menikah?

Jadi, saya tuh sejak dulu takut lihat film dewasa. Mual gitu saat diajak lihat sama teman-teman semasa sekolah. Apakah ini normal? 

Sampai sekarang saya nggak pernah lihat film dewasa, padahal ya kadang ingin tahu juga ceritanya kayak gimana. Rencananya saya mau ajak Mas Aris nonton sambil quality time. Tapi takut juga kalau di tengah-tengah film trus saya malah mual-mual. 

Bantuin ya, Mbah Ghibah. Maklum pasangan baru. 

Thanks, ya, Mbah.

Lidya, tinggal di Jawa.

*****

Ehm, ehm … Mbak Kinan eh Lidya yang baik.

Permasalahan Mbak Lidya itu cukup komplikated. Namun, jangan panggil saya Mbah Ghibah bila nggak bisa memberikan solusi, ehm. Jadi begini, Mbah ingin menjawabnya satu demi satu.

Film dewasa itu film yang sudah berumur berapa tahun? 21 tahun? Kalau iya, berarti film-film tahun 2001 ya? Menurut Mbah sih gak papa nonton ulang film-film itu. Mbah sudah cek film-film terkenal tahun 2001 antara lain: A Beautiful Mind, America’s Sweethearts, Atlantis, The Lost Empire, Ada Apa dengan Cinta?, Jelangkung, dan Doraemon. Semuanya recomended banget.

Hahaha. Ok. Kali ini serius …

Film blue itu genre-nya banyak. Ada belasan genre yang beredar di situs-situs yang sekarang banyak diblokir oleh pihak berwenang. Genre tersebut antara lain l3sbian, b1g d1ck, teens, h3ntai, mature, asian, dan lain sebagainya. Durasinya pun macam-macam, ada yang satu jam dua jam, ada pula yang cuma dua menitan, cek aja twitt3r kalau nggak percaya. Hahaha. Ssst. Jangan sampai kepencet love ya.

Saran Mbah, kalau mau melihat dan menghayati film itu jangan langsung yang hardcore. Bisa dimulai dengan yang semi. Atau ada juga genre film blue yang gak melulu langsung gituan, ada juga kok yang masuknya halus pakai cerita, drama dan konflik sehingga lebih bisa teresapi bila ditonton. Dah, nggak perlu saya sebutin judul filmnya.

“Lho apa Mbah pernah nonton?”

Mbah nggak nonton, sih. Cuma lihat saja, nggak sengaja.

Masalah perlu tidaknya menonton itu tergantung Mbak Lidya. Kalau punya duit, bandwith, serta Mas Aris sebagai teman nonton, ya, nonton aja. Nunggu apa lagi? Bisa bayangin nggak? Mbak Lidya nonton film itu sambil meremas-remas tangannya Mas Aris. Tangan lho, ya, tangan. 

Tapi ingat, konon katanya terlalu banyak menonton film begituan bisa menyebabkan pikun. Saya takut kalau Mbak (siapa tadi namanya?) nanti kebanyakan nonton kemudian gampang melupakan Mas Aris, kemudian hanya ingat Mbah. Duh, Mbah jadi nggak enak.

Bukan begitu, Mbak Kinan eh Mbak Lidya?

Salam,

Mbah Ghibah.

Exit mobile version