Site icon ghibahin.id

CURHAT: Masak Sendiri, Makan Sendiri

Makan

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Kulonuwun Mbah Ghibah, pripun kabare? Saya mau ikut gendu-gendu rasa dong, Mbah.

Sebelumnya kenalin, Mbah. Nama saya Amel, mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Asalnya dari kampung provinsi sebelah Jogja, pokoknya sebelah, Mbah. Kalo Simbah nggak tahu, lihat di peta aja. Haha. 

Sebagai mahasiswa perantauan, saya tinggal satu kontrakan sama dua orang teman sekampus, sebut saja Beti dan Lafiya. Yaa biar lebih hemat gitu, Mbah. Jadi kami milih jadi kontraktor daripada jadi pelakor. Eh, itu sih Lidya ya, Mbah. Hehe.

Jadi gini, Mbah, saya kan suka masak ya Mbah di kontrakan, biar hemat lagi gitu. Maklum lah, Mbah, jadi mahasiswa yang jauh dari orang tua kudu prihatin dan hemat pengeluaran. Nah, teman saya Beti ini gak suka masak, kalo Lafiya sih kadang-kadang aja.

Masalahnya, setiap masak niatnya biar makan bareng teman sekontrakan. Tapi Si Beti ini nggak tahu kenapa jarang banget mau makan masakanku. Tiap ditawarin makan cuma jawab iya iya aja, kadang malah pergi makan di luar. Kayak nggak pengertian gitu lho mbah, masa udah dimasakin nggak mau makan, padahal tinggal serumah. Entah dia itu orangnya gak enakan atau gimana nggak tahu, soalnya gak pernah tegas menolak atau mau nerima kalo ditawarin makan. Hiks sedih aku, Mbah.

Akhirnya, saya makan cuma berdua sama Lafiya, malah seringnya saya makan sendiri. Jadi inget lagunya bapakku jaman masih muda; masak masak sendiri, makan makan sendiri … terusin sendiri Mbah, hapal juga to lagunya. Wkwkwk.

Jadi, gimana cara ngomong sama Beti, Mbah, kan gak enak to nawarin terus-terusan. Padahal lho masakanku enak Mbah, yaa sebelas-delapan belas lah sama masakan Chef Juna idolaku itu. Kalo gak percaya sini main ke kontrakanku, Mbah. Saya masakin indomie telor cabe tiga. Hahaha.

Sudah dulu Mbah curhatnya, saya mau masak dulu, pacarku mau datang soalnya, nungguin Simbah kelamaan. Semoga Beti juga nanti baca curhatan ini, biar aku nggak perlu repot-repot ngomong sama dia. Makasih banyak ya Mbah. Semoga Mbah Ghibah sehat selalu. Salim wolak-walik.

Amel yang bukan Carla, tinggal di kontrakan.

*****
Nggeh, Nduk Cah Ayu, monggo pinarak. Simbah sekarang agak pilek. Kata teman-teman Simbah, kena gilir. Maklum lah Simbah selain sudah sepuh tahu sendiri kan sekarang lagi musim batuk pilek. Tapi Nduk Amel tenang saja Simbah sudah mimik sedikit destilasi beras semoga badan Simbah segera membaik. Uhuk uhuk.

Membaca keluh kesah Nduk Amel, Simbah jadi ingat saat ngekos di Zimbabwe. Simbah jarang sarapan, sekali sarapan di sore hari. Badan Simbah semakin kurus dan kurus.

Simbah juga pernah patungan beli lauk, sementara teman-teman menanak nasi. Saya mengira kehidupan Simbah muda akan menjadi sangat lancar dan bisa menghemat uang dengan cara itu.

Namun, Simbah salah perhitungan. Seluruh teman patungan Simbah adalah jebolan pesantren. Sehingga Simbah baru menyadari kalau kekuatan makan mereka luar biasa banyak dan juga (ini yang sulit Simbah muda tiru) mereka tahan panas. 

Jadi, saat itu ketika nasi masih mengebul tanda panas, mereka sudah sat set makan dengan banyak. Dan Simbah muda apes hanya makan dua tiga suap saja. Alhasil, baru pukul 10 pagi Simbah lapar lagi. Dasar supir cikar (bajingan)!

Kembali ke permasalahan Nduk Amel. Sebenarnya simpel, ya, Nduk Amel tinggal bilang gitu saja mengapa kok Mbak Beti enggan makan bareng. Simpel kan? Tapi lagi-lagi, Simbah hidup di dunia ini tujuannya memang memperumit masalah. Jadi nggak salah kalau Mbak Amel memilih curhat kepada Simbah. Ehm ehm.

Nduk Amel Cah Ayu, saran Simbah, adakan eksperimen. Ini semacam latihan skripsi tapi tanpa wawancara. Simbah pastikan eksperimen ini butuh biaya, Nduk Amel bisa mengajukan proposal dulu ke redaktur ghibahin(.)id yang terkenal loyal itu. Pasti nggak akan cair. Simbah jamin.

Pertama, sesekali kalian bertiga makan di luar. Jika Si Beti berkenan dan dengan suka cita, artinya Si Beti sebenarnya mau makan bersama namun enggan makan di kontrakan, atau sungkan makan tanpa dia mengeluarkan biaya. Namun, jika dia enggan. Dah lah, Nduk nikmati saja makan berdua saja. Jangan-jangan dia agen Mossad yang menelisik ideologi Mbak Amel. Hahaha.

Kedua, jika rumus pertama berhasil, persempit hasil penelitian dengan melakukan beli makan di luar makan di kontrakan. Kalimatnya bisa begini:

“Aku nggak masak, go pud aja, yuk?” atau “Mumpung aku di luar, siapa yang titip makan?” 

Hmmmm, kalau Si Beti enggan, tolong raba kepalanya Si Beti mungkin ada paku di sana. Hihihi. Sedangkan kalau Si Beti mau, lanjutkan ke langkah terakhir.

Ketiga, barulah masak untuk tiga orang. Mumpung musim hujan, semoga Nduk Amel beruntung. Saat hujan itu tawarkan kepada mereka masakanmu. Masakan sederhana saja. Mie instan atau ketela rebus. Hmmmm, yummi … Makan sendiri-sendiri, ya. Jangan pakai nampan, mungkin Si Beti nggak nafsu makan lihat tanganmu. Hahaha.

Kalau Si Beti nggak mau lagi, mungkin dia adalah horcrux Lord Voldemort yang terakhir. Hati-hati nggih, Nduk Amel.

Oh, iya, Simbah dan Nduk Amel sepertinya seumuran karena sama-sama tahu Telenovela Betty La Fea. Boleh lah tukar nomor wa?? Hihihi.

Exit mobile version