Site icon ghibahin.id

Menyoal Absennya Tanda Baca Sebelum Tanda Petik, yang Lama-Lama Bikin Geregetan

“Kesalahannya terletak pada tidak adanya tanda baca sebelum tanda petik di akhir dialog.”

Sebelum memulai tulisan ini, ada baiknya saya beritahu dulu apa kapasitas saya menyoal tentang sebuah kaidah penulisan. Di sini saya adalah seorang pembelajar. Dari yang awalnya tidak tahu, ditegur oleh banyak orang dan akhirnya jadi tahu. Intinya, kita sama-sama belajar.

Dulu, saya sama sekali tidak tahu bahwa dalam penulisan dialog ada tanda baca sebelum tanda petik penutup. Nah, karena tidak tahu, saya sama sekali tidak merasa bersalah. Lha wong kalau di hukum agama saja orang yang tidak tahu dianggap tidak berdosa kok, apalagi kalau cuma sebatas “hukum” literasi.

Saya ambil contoh makan daging babi. Kalau di agama saya, Islam, memakan daging babi haram hukumnya, alias tidak diperbolehkan. Akan tetapi apabila ada orang lain yang menyuruh kita makan dan mengatakan itu adalah daging ayam, padahal sebenarnya daging babi, maka hukumnya tidak apa-apa. 

Apalagi kalau dia baru memberitahu bahwa itu daging babi setelah Anda menghabiskan satu atau dua piring, misalnya, maka Anda layak berucap: “Alhamdulillah, terimakasih, Mas. Kalau tidak kamu bohongi seperti ini, mungkin saya tidak akan pernah merasakan daging babi seumur hidup. Kalau begini, kan saya jadi tidak penasaran lagi.” 

Itu kalau Anda belum tahu. Kalau sudah tahu, maka hukumnya jelas tidak boleh. Hal semacam inilah yang mau saya bahas dalam tulisan ini.

FYI, lebih dari lima puluh persen pengirim cerita pendek yang masuk ke redaktur cerpen Ghibahin.id, masuk dalam kategori penulis yang belum tahu tentang penggunaan tanda baca dalam dialog. Tentu saya memakluminya, karena dulu saya juga begitu. 

Perlu diketahui juga, latar belakang sebagian besar para pengirim cerpen adalah alumni kelas menulis esai. Tentu dalam menulis esai jarang sekali ada dialog, bukan? 

Pertama kali saya memposting cerpen di sebuah komunitas menulis di Facebook, saya juga tidak tahu kaidah penulisan dialog. Dan, ramailah kolom komentar tulisan tersebut dengan beraneka “teguran sayang” dari anggota grup tersebut. 

Saya menyebutnya teguran sayang. Karena kalau tidak diingatkan, itu berarti mereka tidak peduli dan tidak sayang, bukan?

Nah, tulisan ini juga salah satu bentuk sayang saya kepada para pengirim cerita pendek di Ghibahin.id. Sayang, atau stres karena banyak tulisan yang tidak tepat tanda bacanya? Yah, itu juga salah satu faktornya. Hahaha. 

Oke, saya beri contoh sederhana, seperti berikut:

Sekilas, penulisan dua dialog di atas terasa aman-aman saja, bukan? Namun, bagi yang sudah terbiasa membaca cerita pendek atau novel, tentu langsung tahu letak kesalahannya. Kesalahan apakah itu?

Tepat. Kesalahannya terletak pada tidak adanya tanda baca sebelum tanda petik di akhir dialog. Mestinya begini:

Inilah penulisan dialog yang benar. Memang hanya beda satu koma dan satu titik saja, tapi bayangkan kalau itu ada di keseluruhan naskah sejumlah 1000–1500 kata. Cukup mengganggu, kan? Bukan, sebenarnya ini sangatlah mengganggu!

Kembali lagi ke kaidah tanda baca sebelum tanda petik. Sebenarnya, masalah ini sangatlah sederhana. Penggunaannya sama seperti ketika Anda memberi tanda koma ataupun memberi tanda titik. Ketika Anda memasukkan tanda-tanda baca ini dan membacanya, Anda akan memberi jeda sesaat saat melihat koma, dan jeda yang sedikit lebih panjang saat melihat titik. Jadi sederhanya, tanda-tanda baca ini digunakan agar siapapun yang membaca tulisan Anda tidak sesak napas karena membaca terus-menerus tanpa henti. Sesimpel itu. 

Tentu masih ada hal-hal teknis lain seperti macam-macam dialog tag yang perlu dipelajari, tapi kita akan membahasnya lain kali dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya. 

Jadi, jika setelah uraian ini masih ada saja kiriman naskah cerpen ke Ghibahin.id yang tidak menuliskan tanda baca sebelum tanda petik, haruskah saya marah kepada si pengirim? Ya, nggak lah. Saya hanya akan mengirimkan tautan tulisan ini padanya, dan memintanya untuk memperbaiki tulisan tersebut. Lagipula, kita semua di Ghibahin.id memang sama-sama belajar, kan? [red/rien/bp]

Nanank Ardian, redaktur cerpen ghibahin.id.

Exit mobile version