Site icon ghibahin.id

Menerka 7 Alasan Mengapa Menyontek Saat Ujian Itu Sulit Dihilangkan

Jika guru mau anak didiknya tidak menyontek, maka harus jitu dalam menjaganya.

Perkara sontek-menyontek ketika ujian berlangsung di kalangan pelajar, hingga kini masih menjadi semacam praktik yang nggak boleh dilewatkan alias sulit untuk dihilangkan. Dan tentu saja, hal ini sangat membuat kita diajak berpikir secara serius. Kenapa? Kenapa praktik menyontek masih ada dan terus berlaku? Kenapa? Setidaknya, berikut ini adalah tujuh jawabannya.

#1 Nggak Ada Konsekuensi atau Hukuman yang Berat

Diakui atau tidak, kebanyakan sedari dulu hingga kini mengapa perkara sontek-menyontek di saat ujian itu masih lumrah dilakukan di kalangan kaum pelajar. Ya, karena nggak ada konsekuensi atau hukuman yang berat. 

Entah ini di sekolah swasta maupun negeri. Berbeda dengan ketika salah satu pelajar diketahui menggunakan narkoba, misalkan ya, kalau tidak langsung didepak atau di-DO dari sekolah, akan dihukum secara nyata hingga melibatkan orang tua pelajar.

Juga ketika ada siswa yang rambutnya disemir, dikuncir atau siswa yang kukunya panjang misalkan ya, langsung dicukur sembarangan atau dipotong seenaknya. Walaupun, secara logika, itu jelas nggak ada enak-enaknya. Biasanya, guru berasumsi, tujuannya agar mereka nggak lagi sok gaya (agar jera). Apakah dengan memotong kuku dan mencukur rambut siswa, siswa akan tak lagi bergaya?

Beda dengan kasus menyontek, sangat jarang ada siswa/i atau kaum pelajar ditindak tegas dan berat semacam itu. Palingan cuma diberi peringatan: sekali lagi kalau kamu nyontek, siap-siap menerima hukuman yang pedih dan lebih berat. Lha, namanya aja nyontek, ya pasti jarang diketahui oleh gurunya. Jika melakukan lagi dan nggak diketahui, lantas apa arti ancaman itu, Malih?

Selama tidak langsung dihukum (agak berat), besar kemungkinan akan terjadi lagi, dan tumbuh subur, menjalar kembali. Ya, jangan berat-berat juga Pak hukumannya. Kasihan. Suruh bersihin WC atau kamar mandi, gitu. Walaupun, sebenarnya itu tugas pihak sekolah, sih. Tugas siswa paten cukup belajar, bukan bersih-bersih tempat orang beol itu. 

#2 Guru Keseringan Bilang “Jujur” Saja. Padahal, Jujur Saja Itu Nggak Masuk Akal

Biasanya, katanya (katanya lho ya) ketika lembar pertanyaan selesai diberikan atau ketika ujian mau dilaksanakan, guru sering bilang gini, “Kerjakan dengan baik dan jujur. Jujur itu baik. Saya lebih suka nilai yang rendah, tapi kalian jujur (tidak menyontek) ketimbang nilai tinggi tapi dari hasil nyontek.” 

Pret. Guru mana pun tahu kalau jujur adalah hal baik. Anak PAUD saja tahu, kok. Terus apakah sampeyan akan bertanggung jawab dengan nilai rendah yang mungkin akan didapat oleh anak didiknya? 

Coba pikir, kalau misalkan nanti nilainya ambruk semua, lantaran tidak tahu menjawab dan “iya betul” tidak menyontek, lalu tidak naik kelas, apa yang akan sampeyan, guru dan pihak sekolah lakukan? 

Bayangkan, dalam satu kelas semuanya, begitu. Kecuali dua orang, misalkan. Itu baru satu kelas. Bayangkan saja dulu, Pak. Diurusin, kan? Ribet, kan? Hayya jelas bikin pusing. 

Gimana nggak pusing kalau misalkan didemo muridnya dan bilang, “Kok, nggak naik kelas, Pak? Katanya yang penting jujur. Katanya dalam materi Akhlak ‘jujur itu menyelamatkan’. Ini kok kami diambang ketidakselamatan?”

Terlebih, tidak ada ceritanya, kok di ranah sekolah saat kenaikan kelas kejujuran jauh lebih penting dan lebih berharga daripada nilai yang (tinggi). Ya, yang pasti nilai yang diutamakan. 

Lagi pula yang ada cuma sekapur sirih berbunyi “kesopanan lebih tinggi nilainya daripada kecerdasan”. 

Nggak ada tuh kata-kata “kejujuran lebih penting daripada nilai yang tinggi” atau “kejujuran yang kamu tanamkan, akan membawa nilaimu yang rendah menjadi naik kelas”. 

#3 Nggak Ketat Penjagaannya

Selain harus ada hukuman yang agak berat, agar nggak lagi terulang praktik sontek-menyontek, ya harus diperketat penjagaannya. Guru harus ketat menjaga siswa/i di dalam kelas saat ujian sedang berlangsung. Misalkan dikawal oleh dua-tiga-empat seorang guru. Dua di samping dan satu di belakang. Dan, kalau mau. Kalau nggak ya nggak papa. 

Intinya, cuma satu: mau. 

Jika guru mau anak didiknya tidak menyontek, maka harus jitu dalam menjaganya. Dalam bentuk apa penjagaan yang ketat itu, ya terserah mereka. Masak nggak tahu ketat itu apa dan gimana? Kalau mau, kalau nggak, ya nggak papa. 

#4 Guru Sering Keluar dari Ruangan Saat Ujian Berlangsung

Nah, di sini yang rawan penyontekan. Tak jarang saat ujian berlangsung, seorang guru atau yang mengawasi ujian keluar dari ruangan. Dan naasnya, malah tidak ada yang mengganti perannya. Entah mau beol, kencing, mengambil lembar soal ke kantor, dst, ra urus. Intinya, agar nggak terjadi penyontekan atau untuk meminimalisirnya, maka harus ada yang mengganti. Kalau mau, nggak mau juga nggak papa. 

#5 Tidak Adanya CCTV di Ruangan Kelas

Diakui atau tidak, di dalam sekolah-sekolah atau di dalam ruangan kelas, kebanyakan masih tidak adanya CCTV-nya. Kebanyakan! Sehingga, kalau ada yang menyontek tidak diketahui. Mau mengandalkan guru atau pengawas saja, apalagi cuma satu orang, ya mikir dulu: banyak jalan menuju … Bapak dan Ibu tak berkutik. Slebew!

#6 Siswa yang Tahan Hukuman

Kalau lima poin sebelumnya misalkan sudah dilakukan atau diterapkan, tapi masih ada siswa yang menyontek, berarti ini termasuk tipikal siswa yang tahan hukuman. Apa solusinya? Lha, ini kan “ghibah”. Kok, sampeyan minta solusi untuk mengatasi kasus macam ini? Ini “ghibah”, bukan kepala sekolah, Pak! 

#7 Modal Traktiran sebagai Bentuk Kesetiakawanan

Jika segala hukuman, bahkan yang jenisnya agak berat juga sudah diterapkan oleh pihak sekolah, tapi masih ada yang mencontek saat ujian, misalkan pamit kencing ke kamar mandi tapi membawa secuil kertas berisi catatan, konon katanya, adalah adanya iming-iming traktiran sebagai bentuk kesetiakawanan. 

Misal, “Kasih aku jawaban. Ntar, aku beliin kamu … seharga sekian rupiah. Dan, kamu akan aku kasih tips agar tulisanmu lolos ke Ghibahin.id.” Cocotmu!

Sudah. Saya nggak mau bahas banyak dan panjang kali lebar soal ini. Kalian-kalian ini, sudah pasti paham. Betul! Simpelnya adalah disogok. Kelihatan Indonesia banget, bukan? Eh, keceplosan. Hahaha.

Setidaknya, itulah tujuh alasan yang cukup gamblang, mengapa perkara menyontek saat ujian masih sulit dihilangkan. Ada yang mau menambahkan? 

Zubairi, pelaku menyontek pada masanya.

[red/rien]

Exit mobile version