Mamakku Layak Kunobatkan Sebagai Guru Terbaik Sepanjang Masa

Esai

“Seingat saya, dalam hal nilai dan lain-lain, mamak saya adalah individu yang sangat fair. Kelugasannya dan ketenangannya membuat kita sendiri sungkan melakukan kesalahan.”

Bulan Mei tahun 2022 menjadi penanda bahwa mamak saya resmi pensiun dari pekerjaannya sebagai seorang guru. Tiga puluh sembilan tahun enam bulan persisnya, mamak mengabdikan diri menjadi guru matematika di sebuah SMP negeri, di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Tempat satu-satunya yang dia pilih untuk menghabiskan jatah pengabdiannya. 

Kalau dipikir-pikir, kok bisa ya, seseorang bertahan dengan hal yang itu-itu saja selama 39 tahun. Berganti kantor? Tidak. Berganti tugas pokok? Tidak juga. Konstan. Tugas utama mamak benar-benar hanya berkisar di situ-situ saja. Untuk ukuran hidup di desa, gaji seorang guru PNS memang dianggap cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi jangan harap ada tabungan masa tua selain Taspen. Atau tabungan untuk biaya kuliah anak-anaknya. 

Dengan kondisi membesarkan empat orang anak sebagai orang tua tunggal, penghasilan guru cuma segitu, tapi kok bisa memberangkatkan empat orang anaknya menempuh pendidikan sarjana? Ajaib memang. Kalau ditanya, paling mamak kami menjawab, “Semua itu berkat karunia Tuhan.” Terlepas dari keajaiban dari sisi finansial, bagi saya, mamak layak dinobatkan sebagai guru terbaik.

Mengapa demikian?

Jadi begini ceritanya, dulu saya ini termasuk salah satu murid mamak saya sendiri. Saya mengeyam pendidikan SMP di sekolah tempat mamak saya mengajar. Alasannya apa? Sampai sekarang masih misterius. Tapi yang jelas, bagi saya beban moralnya, ya ampun! Duh, Gusti, berat sekali.

Naksir kakak kelas saja susah banget. Soalnya semua laporan masuk ke mamak saya. Jangankan pacaran, jajan di kantin mana saja, saya ketahuan. Pokoknya kurang seru masa SMP saya itu. Akhirnya karena tidak ada celah untuk nakal. Yah, saya putuskan untuk belajar saja dengan baik. Halah mbel. 

Eh, tapi ngomong-ngomong, sepanjang saya mengecap pendidikan dari SD, SMP, dan SMA, mamak saya adalah guru matematika favorit saya. Cara mengajar beliau santai, tidak ada tekanan, runut dari latar belakang permasalahan, sampai ke cara memecahkan masalah. Kalau ada yang belum mengerti, diulang lagi, sampai tidak ada yang mengeluh kalau belum mengerti. 

Sehingga, walaupun matematika bukan subjek kesukaan saya waktu SMP, saya bisa mendapat nilai bagus dulu itu. Eits, jangan bilang kalau itu karena mamak saya gurunya. Ini, adalah tantangan nomor sekian ketika mamak kita menjadi guru kita sendiri. Dituduh nepotisme? Duh, biyung!

Seingat saya, dalam hal nilai dan lain-lain, mamak saya adalah individu yang sangat fair. Kelugasannya dan ketenangannya membuat kita sendiri sungkan melakukan kesalahan. Malu sama diri sendiri jadinya. Entahlah itu namanya apa, wibawa mungkin?

Hal lain yang saya notis selama menjadi murid mamak saya sendiri, beliau tidak pernah marah, bersuara tinggi, ngomel apalagi sampai main tangan ke siswa. Ada sesuatu dalam diri beliau yang membuat siswa sungkan untuk menjadi bandel. Anak badung biasanya agak bertobat sedikit kalau kebagian mamak saya sebagai guru matematika. Eh, ini zaman saya dulu SMP ya, ndak tahu saya kalau akhir-akhir ini. 

Sering sekali saya malu ketika menghitung, kenapa sih mamak ini mau saja jadi guru. Investasi nggak punya, benefit apalagi. Namun karena melihat banyak sekali mantan siswa mamak yang mengasihinya, maka saya kadang masygul. Memang menjadi guru tidak akan bisa berinvestasi dalam bentuk materi.

Beberapa kali saya berinteraksi dengan mantan siswa mamak, yang muncul selalu cerita positif. Betapa baik dan anggunnya mamak saya selama menjadi guru. Lihatlah sumberdaya manusia yang tidak terhitung ini. Karena guru-guru yang berkualitas dan menekuni profesinya sepenuh hati, maka murid-muridnya bisa meningkatkan kapasitas diri.

Mereka jadi mampu menghidupi diri sendiri, menjadi sumberdaya yang berkontribusi bagi komunitas dan masyarakat, bahkan banyak yang berhasil menaikkan taraf hidup keluarganya. Sungguh memang pekerjaan guru ini tidak bisa dinilai dalam jangka pendek. Buahnya hanya kelihatan setelah berpuluh tahun. 

Lucunya, banyak pula yang terinspirasi menjadi guru matematika, karena kesan baik yang mereka dapatkan ketika menjadi murid mamak saya. Wah, ini sih kerennya banget, yekan? Kebayang nggak, jadi seseorang yang dijadikan panutan lalu diteladani jalan hidupnya?

Bulan ini adalah ulang tahun mamak yang ke-60. Tidak ada kado pensiun atau hadiah ulang tahun besar-besaran dari kami anak-anaknya. Namun, saya sebagai mantan murid, dengan penuh keyakinan menahbiskan mamak saya sendiri sebagai guru terbaik sepanjang masa.

Listra Mindo, Ibu rumah tangga dengan 2 anak.

[red/rien]

2 thoughts on “Mamakku Layak Kunobatkan Sebagai Guru Terbaik Sepanjang Masa

  1. Selain Cantik , bodynya Ibu MH tinggi , manis senyumnya , semua sempurna .
    Cantiknya tdk luntur sampai sekarang .
    Bahkan mengajarpun tak luput dri senyum keramahan .
    Betul sangat membuat Kita segan dan terspesona dgn kecantikan dan cara mengajarnya enak .
    Terimakasih Ibu Guru terbaik dan tercantik .
    Santun dan enak dlm tutur kata .
    Salam sehat .

  2. Sulit ditemukan lagi guru seperti beliau. Banyak belajar dari bu MH. Ketenangan, pengabdian dan sangat diingat oleh siswanya adalah bukti beliau sukses sebagai pengajar dan pendidik. Salut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *