Lethologica dan Pengaruhnya dalam Mengingat Informasi dan Memori Penting

Pernah tidak, teman-teman sekalian berada di momen ingin mengatakan sesuatu, namun sepertinya sangat sulit untuk mengatakannya? Seakan-akan ingat, tapi malah tidak bisa terucap? Nah, ini yang mau saya bahas dalam tulisan ini, guys! Fenomena ini dikenal dengan lethologica.

Apa itu Lethologica? 

Lethologica berasal dari bahasa Yunani klasik, yakni lethe (forgetfulness atau kelupaan) dan logo (word atau kata). Jika digabungkan, istilah ini bisa mengarah pada makna ‘kelupaan suatu kata’. Adapun, para psikolog mengartikan kondisi ini sebagai ketidakmampuan otak sementara untuk mengambil informasi dari ingatan atau memori. 

Lethologica adalah nama lain dari tip of the tongue atau fenomena di ujung lidah. Istilah ini digunakan, karena kata-kata yang terlupa sempat terbersit di pikiran, tetapi seperti tertahan di ujung lidah. Seseorang yang mengalaminya sudah mengetahui sesuatu yang ingin ia ucapkan, tetapi tiba-tiba ia lupa dan sulit mengungkapkan kata-kata tersebut.

Penyebab Lethologica

Otak adalah sistem saraf pusat yang memiliki cara kerja kompleks. Banyak bagian otak yang berperan dalam mengontrol fungsi tubuh, dan masing-masing bagian memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa bagian otak yang berfungsi dalam membentuk dan menyimpan memori antara lain hippocampus, neocortex, amigdala, dan cerebellum. Ada lobus temporal yang berperan dalam proses memaknai suatu kata. Lalu, apa kaitannya dengan lethologica?

Banyak ahli meyakini, lethologica terjadi karena gangguan dalam proses memproduksi bahasa tersebut. Para ahli juga meyakini hal ini terjadi karena tiga faktor:

  • Pertama, penyebab dari lethologica sendiri biasanya adalah penggunaan kata-kata yang jarang dipakai. Artinya, kata yang jarang digunakan lebih sering terlupakan, sehingga cenderung akan sulit terucap.
  • Kedua, lethologica biasanya terjadi saat kita hendak mengucapkan kata-kata yang sudah lama tak terdengar, misalnya nama orang yang sudah lama tidak kita lihat, atau kita ajak bicara. 
  • Ketiga, lethologica juga bisa terjadi karena faktor penuaan. Seiring bertambahnya usia, hubungan antara kata dan suara melemah, dan orang pada kategori ini, orang pun cenderung mudah lupa untuk mengucapkan sesuatu.

Apakah lethologica termasuk kondisi berbahaya?

Kalian tidak perlu cemas ya guys, lethologica hanyalah kondisi sementara. Hal ini bukan tanda gangguan saraf atau otak yang serius. Kondisi ini bisa terjadi pada siapa pun, dalam usia berapa pun, serta dalam berbagai bahasa dan budaya. 

Meskipun tidak berbahaya, namun melupakan kata yang ingin diucapkan seringkali membuat orang merasa stres hingga frustasi, atau kepikiran terus hingga kadang mengganggu konsentrasi. Benar tidak? Pasalnya, orang yang mengalami lethologica akan berupaya untuk mengingat kembali kata-kata yang ia lupakan.

Ada tidak ya, cara untuk mencegah lethologica?

Lethologica adalah hal yang normal terjadi. Namun, hal ini bisa menghambat komunikasi satu orang dengan yang lainnya. Kepercayaan diri juga bisa menurun, ketika kita harus melakukan presentasi atau menyampaikan pendapat, namun bicara terbata-bata akibat lethologica. 

Perlu kita pahami, bahwa kondisi ini merupakan kesalahan alami pada cara kerja otak. Hal ini tidak terjadi karena cedera yang bisa menimbulkan hilang ingatan. Tidak ada cara khusus untuk mencegah terjadinya fenomena alami ini. 

Meski demikian, beberapa peneliti berpendapat, kondisi ini justru dapat menjadi latihan bagi otak. Lethologica membuat otak semakin mengenal “kata” yang sering dilupakan, dengan mencari jalan dan membuat kode khusus untuk mengingatnya di lain waktu. Orang-orang bisa berupaya untuk mengatasi dan mencegah kondisi ini dengan melakukan berbagai cara, seperti membaca buku atau bertanya pada orang lain. Hal ini dapat sedikit membantu mereka menemukan kata yang jarang terucap. 

Kita juga bisa mengalihkan perhatian pada hal lain, atau mengalihkan otak pada kata lain yang sepadan. Dengan begitu, kita tidak terpaku untuk memikirkan kata yang hilang dari otak kita. 

Julius Yudhistira Anggoro, mahasiswa Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.

[red/sk]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *