Kesehatan Mental Menurut Remaja dan Pentingnya Peran Orang Tua

“Jangan biarkan mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi diri sendiri dan berkontribusi dalam hal yang sesuai dengan kemampuannya.”

Seberapa pentingkah bicara tentang kesehatan mental? Tentu saja sangat penting. Karena mental yang sehat akan berpengaruh pada kondisi fisik juga kualitas hidup seseorang, terutama remaja.

Karena saya seorang remaja, maka pembahasan kali ini adalah pandangan remaja tentang kesehatan mental. Memang, Pembahasan tentang mental tidak memandang umur karena setiap manusia punya masalah mentalnya sendiri. Namun di zaman sekarang remaja adalah contoh yang cukup rentan kesehatan mentalnya. Kenapa begitu?

Sebagai contoh adalah teman saya. Saat ini umurnya sudah menginjak 19 tahun. Semasa kecil, orang tuanya menuntut dia menjadi sempurna dalam segala hal. Yang paling terlihat adalah pada pendidikan. Mereka memaksa agar anaknya pintar dan selalu menjadi nomor satu. 

Lalu, ketika nilainya tidak memuaskan maka orang tuanya akan memberikan hukuman berupa kekerasan fisik dan juga verbal. Sejak kecil, dia dipaksa untuk mengerjakan suatu hal secara berlebihan di luar kapasitas kemampuannya.

Awalnya hal itu membuatnya stres, tertekan. Terlalu berat dan menyakitkan. Mentalnya terganggu, dia terusik, merasa tidak nyaman tapi tidak bisa menolak. Semakin bertambahnya usia, kini dia sudah remaja dan menjadi seorang mahasiswa, dia ingin selalu mampu berbuat apa saja. Padahal, semua yang dilakukannya sudah lebih dari batas kemampuan yang dia miliki. Hal tersebut bukan hanya merusak kesehatan mentalnya saja, namun juga fisiknya. 

Dari dia, saya bisa menyimpulkan hal tersebut berakibat adanya rasa kecewa terhadap diri sendiri. Kemudian rasa takut karena mengecewakan orang tua. Terbiasa berhasil membuat kita alergi akan kegagalan. Banyak yang sudah berpikir tentang hari esok, yang bahkan belum terjadi. Kemudian ada yang selalu memikirkan bencana yang belum terjadi, padahal tanpa dihampiri bencana pasti datang dengan sendirinya. 

“Kenapa sih, orang tua harus banyak menuntut? Kan, anak punya batas kemampuan juga.” Demikian keluhan remaja sekarang jika disuarakan. Nah, bisa dilihat, kesehatan mental tidak hanya berasal dari pengaruh luar saja. 

Banyak yang beranggapan bahwa lingkungan terdekat yaitu orang tua adalah perusak mental paling besar. Mereka menuntut, “Kamu harus bisa ini dan itu!” Atau “Lihat si A, dia sudah bisa bla bla bla. Dan kamu cuma bisa bla bla bla.” 

Dibanding-bandingkan dengan orang lain adalah perlakuan menyebalkan yang paling sering terjadi. Itu sangat mengganggu, membuat kita selalu merasa kurang, merusak mental serta kepercayaan diri.

Mental anak penting dijaga sejak kecil, seharusnya orangtua mendidik dengan bijak dengan membiarkan anaknya bereksplorasi, bagaimana mereka tumbuh dan menemukan bakatnya. Karena hal-hal itulah yang akan membangun karakter mereka. Tidak perlu dituntut untuk ini dan itu, seolah kita ini robot pekerja yang harus pintar sesuai keinginan mereka. 

Saya tahu, orangtua ingin anaknya menjadi yang terbaik, ingin sang anak memiliki kehidupan yang lebih baik darinya. Namun, seringkali caranya salah. Mereka berdalih: Orangtua baru pertama kali jadi orangtua dan mempunyai anak. Sehingga kesalahan yang terjadi dimaklumi karena baru pertama kali.

Jadi, apakah kesalahan fatal terhadap mental anak itu harus ditoleransi? Tentu saja, tidak. Karena anak juga baru pertama kali menjadi seorang anak. Dan, manusia sudah seharusnya memiliki pemikiran yang luas, penyesuaian, serta belajar dan terus belajar untuk mengembangkan daya pikir. 

Menjadi pintar memang bagus, tapi jika tuntutannya sudah di luar kemampuan maka tidak akan ada artinya. Sama seperti ketika mengisi air sebanyak mungkin pada sebuah galon padahal sudah penuh. Maka yang terjadi adalah air tersebut akan tumpah serta galon tersebut akan bocor atau pecah. Ke mana airnya? Terbuang begitu saja bukan?

Saya berharap orang tua mampu bersikap lebih bijak dalam mendidik anak-anaknya. Semua hal yang akan dibangun bergantung pada pondasi awal yaitu ketika mereka masih akan dibentuk. Jangan biarkan mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi diri sendiri dan berkontribusi dalam hal yang sesuai dengan kemampuannya. Biarkan mereka berekspresi, jangan halangi jalan mereka untuk menjadi kreatif akan hidupnya. Karena sesuatu akan menjadi baik ketika sesuai dengan keinginan.

Lalu, untuk teman-temanku di luar sana mulai dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang tentunya pernah menjadi seorang anak. Berdamailah dengan masa lalu, mulai ubah cara berpikir yang buruk menjadi suatu yang baru, yang sesuai dengan keinginan kita. 

Buat perencanaan baru dalam hidup agar masa depanmu menjadi baik, jangan biarkan masa lampau yang buruk merusak. Cukup buat hal tersebut sebagai motivasi pada diri sendiri agar tidak bersikap demikian pada anak-anak kita nanti.

Jangan menyerah, ya! Kita semua punya sakit masing-masing. Memang tidak bisa disembuhkan total sekaligus,, namun kita bisa perbaiki sedikit demi sedikit. Jaga kesehatan mentalmu, mental orang di sekitarmu, dan mental kita semua. 

Naomi Oktavia, sang pecinta hujan di malam hari.

[red/rien]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *