Alon-Alon Waton Kelakon demi Pertumbuhan Anak

“Anak-anak zaman sekarang yang jadi lebih suka berdiam diri, tidak suka bersosialisasi, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget kesayangannya.”

Generasi X dan Generasi Alfa adalah 2 kelompok generasi yang sedari kecil sudah disuguhi berbagai variasi kecanggihan teknologi. Kedua generasi ini sering distereotipkan sebagai individu-individu lebih apatis dari generasi sebelumnya. Kira-kira, hal apakah yang menjadi penyebabnya? Apakah benar mereka menjadi lebih sibuk dan terkurung dalam dunianya sendiri? Mungkinkah anak-anak Generasi Z dan Generasi Alfa bisa bersosialisasi lebih baik dalam dunia nyata?

***

Belakangan ini cuaca sedang panas sekali. Mei, seorang gadis remaja berusia 14 tahun, sedang menggeluti jemurannya dengan riang. Siapa menyangka Mei dahulu terkenal sebagai gadis pemarah, tidak suka membantu orangtuanya, dan tidak peduli dengan disekitarnya. Namun, suatu keajaiban terjadi, membuat kepribadian Mei berubah 180 menjadi pribadi yang lebih ceria dan menyenangkan.

Dahulu, ketika disuruh meletakkan HP-nya saja, Mei pasti marah-marah, bahkan sampai berani membentak orangtuanya. Tentu bukan hal yang baik ketika seorang anak membentak orangtuanya. Saat seorang anak membentak orangtuanya, hati orang tua akan terasa sakit sekali, seperti ditusuk ribuan paku yang menembus hatinya.

Tak dapat dimungkiri bahwa perkembangan teknologi telah membuat orang-orang menjadi lebih apatis. Terlebih anak-anak zaman sekarang yang jadi lebih suka berdiam diri, tidak suka bersosialisasi, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget kesayangannya. Bahkan mereka sulit dimintai tolong untuk membantu orangtuanya. Seakan-akan mereka telah menjadi terlalu mager alias malas gerak.

Kemudahan teknologi juga memengaruhi gaya hidup, perilaku, bahkan pola asuh dalam mendidik anak. Di sisi lain, terdapat juga sisi gelap yang tersembunyi dari kemajuan teknologi antara lain membuat kita lebih masa bodoh dengan lingkungan sekitar, enggan untuk bergaul, bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

Kisah Mei tadi adalah contoh dari pengaruh-pengaruh kemajuan teknologi dalam diri seorang anak. Mei misalnya, kalau tidak dimarahi, iai pasti tak beranjak dari kasur kesayangannya. 

Saking terpakunya pada gadget, seringkali kita tidak menyadari betapa indahnya malam dengan gemerlap cahaya lampu perkotaan, bintang-bintang, dan bulan yang menyinarinya. Mei pernah merasakan hal ini. Ia lebih memilih terpaku duduk manis didepan laptop atau HP saja. Bagi Mei, HP jauh lebih menarik dan lebih seru dibandingkan bersosialiasi dan menikmati pemandangan di luar rumah.

Hal ini akibat dari pola asuh yang sudah diterapkan oleh orangtuanya sedari kecil. Sebelumnya, Mei merupakan seorang anak yang hiperaktif, suka berceloteh, dan susah diam. Namun sewaktu kecil saat Mei mulai tantrum dan merengek, orangtuanya mengeluarkan senjata andalan yaitu HP. Betul saja, ketika HP dikeluarkan Mei menjadi lebih tenang.

Mei berubah menjadi pendiam karena hanya terfokus pada video atau permainan yang sudah disuguhkan oleh orangtuanya. Namun, lama-kelamaan, perilaku Mei berubah menjadi pribadi yang lebih pendiam dan ketika diajak bicara oleh orang yang ada di sekitarnya pun ia tak mau menjawab. Pertumbuhan Mei menjadi lebih lambat dibandingkan anak-anak lain seusianya dan membutuhkan pendampingan khusus.

Walaupun kedua orang tua Mei terlambat menyadari kondisi anaknya, mereka tetap berjuang untuk memulihkan Mei agar bisa menjadi pribadi yang lebih ceria dan mampu bersosialisasi lagi. Orang tua Mei berusaha untuk lebih kreatif dalam kegiatan sehari-hari sambil mencoba mengalihkan Mei dari HP-nya. 

Tentu saja, upaya tersebut diikuti oleh banyak tangisan dan rengekan Mei yang semakin menjadi-jadi. Setelah berbagai upaya dilakukan untuk mengalihkan Mei dari HP-nya, akhirnya membuahkan hasil juga. Orang tua Mei berhasil mengubah aktivitas Mei yang tadinya serba online menjadi lebih banyak aktivitas fisik. Contohnya seperti mengajak melakukan kegiatan outbound, menggambar ketika makan di mall, atau bepergian ke tempat-tempat menarik yang bisa memantik percakapan.

Setelah proses yang cukup panjang dengan waktu dan kesabaran ekstra dalam mengubah aktivitas Mei, hasil mulai terlihat. Perlahan tapi pasti, Mei berubah menjadi pribadi yang ceria, lebih mudah bergaul, lebih peduli dengan sekitarnya, dan punya lebih banyak teman.

Mei juga menyadari bahwa sesungguhnya masih banyak pemandangan yang bagus selain HP-nya dan dengan demikian ia mampu menikmati pengalaman berharga dengan keluarganya. Di samping itu, Mei juga berhasil menemukan hobi barunya seperti menggambar dan merajut. Ia menjadi semakin aktif, produktif, dan lebih cepat dalam merespon panggilan dari keluarga dan teman-temannya.

Orang tua Mei juga semakin bangga ketika melihat anak mereka yang tadinya pendiam berubah menjadi lebih aktif dalam berbagai kegiatan sekolahnya. Tentu saja Mei menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarganya.

***

Semua anak adalah istimewa dan pasti memiliki talenta tersendiri. Setiap orang tua hendaknya tidak berkecil hati ketika sang buah hati terlambat dalam menemukan talentanya. Setiap anak pasti akan menemukan talentanya sesuai dengan timeline-nya masing-masing. 

Alon-alon waton kelakon, sesuai dengan pepatah Jawa ini, pelan-pelan saja tidak apa-apa. Yang penting hasilnya baik dan memuaskan. Termasuk dalam mendidik anak dalam tumbuh kembangnya.

Maria Violetta Handoyo. Penulis lepas, tinggal di Kutoarjo.

[red/bp/sya]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *