Mrs. Ravindra

“Aku sedih loh. Bisa-bisanya kau lupa kalau kita sudah menikah, Kiara.”

“Hah?! Kiara ada di rumah sakit? Emang kamu sakit apa Kia?” Suara itu menggelegar dari balik teleponnya hingga terdengar di gedung rumah sakit tempat Kiara berdiri. 

Dengan panik, Kiara menutup speaker ponselnya. “Kak Nao, suaramu keras banget, bisa-bisa aku mengganggu seisi rumah sakit, nih.” Takut-takut Kiara melirik resepsionis di depannya, memberi gestur minta maaf atas keributan yang disebabkannya. Untungnya, ia dibalas dengan tawa dan gelengan kepala oleh resepsionis itu, menandakan bahwa ia belum membuat masalah. Apalagi di sana memang sedang sepi.

Kiara mengangguk canggung. Lalu melanjutkan mengisi data diri di formulir sambil mendengarkan suara temannya melalui ponsel.

“Sudah kuperingatkan dia untuk memelankan suaranya, tapi sama sekali tidak didengarkannya.”

“Maaf Abby, abisnya aku kaget banget saat dengar Kiara di rumah sakit.”

Kiara memasang wajah bingung ketika dia mendengar suara lain dari sisi lain telepon, “Loh ada Abby? Kalian lagi barengan?”

“Iya kami lagi barengan! Tapi itu tidak penting, Jawab pertanyaannya, Kia!!”

“Kak Nao, suaramu!”

Kiara tertawa mendengar percakapan kedua temannya itu. Setelah menyerahkan formulir data yang baru saja dia isi, dia mengambil ponsel yang dijepit di antara bahu dan telinganya, “Tenang saja, aku nggak sakit kok, cuma cek kesehatan doang.”

“Begitu ya, baguslah kalau kau memang tidak sakit. Tapi, seharusnya kau beritahu dong, mata Kak Nao sampai melotot saat dia dengar dari Kak Dessy kalau kau sedang ada di rumah sakit.”

Suara protes Nao dari jauh terdengar. Ia berkata kalau Abby juga sama kagetnya dengan dia terdengar jauh dari ujung telepon.

“Maaf, aku tidak sempat membuka hape-ku dari pagi. Kalian berdua ada di mana sekarang?”

Kiara berjalan menuju ruang tunggu di rumah sakit itu. Ia duduk di salah satu kursi kosong. Meski tidak ramai, Kiara tetap harus memperhatikan volume suaranya di ruang tunggu itu.

“Kami lagi di kafe dekat rumah Abby yang baru saja dibuka. Sayang sekali kau tidak bisa ikut Kiara. Saat kau kembali ke Indonesia nanti, akan kami bawa langsung kau ke sini.”

Kiara tersenyum meski lawan bicaranya tidak bisa melihat senyumnya. “Baiklah akan kukabari lagi saat Kak Erlu selesai dengan urusannya di sini dan kami akan segera pulang.”

Tiba-tiba suara jingle speaker berbunyi menandakan pengumuman akan segera disampaikan. “To patient under the name Mrs Ravindra, please come to room number 204, thank you.”

Kiara mendongak mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Ravindra? Nama belakangnya Kak Erlu? Ini dia salah dengar atau …?

“I repeat, patient under the name Mrs Ravindra, please come to room number 204.”

Ah, dia sama sekali tidak salah dengar. Pengumuman itu memang menyebut Ravindra. Apa itu artinya Mamanya Kak Erlu ada di rumah sakit itu juga? Atau malah Kak Erlu yang berada di situ dan orang di balik pengumuman itu salah menyebut Mr menjadi Mrs? Tapi, itu konyol karena saat ini dia sedang berada di negara yang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, kalau begitu kenapa ….

“Mrs Ravindra?”

“Ya ampun, Kak Erlu kok malah membuat dokternya menunggu sih … Um–” Kiara menghentikan gumaman pelannya ketika dia menyadari sesuatu. “Tung … Ah, astaga!”

Mrs Ravindra itu kan dia! Wajah Kiara berubah merah, dia lupa kalau sistem luar negeri memang memanggil istri dengan nama belakang suami. Suara tawa terdengar dari ujung telepon yang Kiara lupa masih tersambung.

“Lupa udah nikah ya, Kiara Ravindra?”

Suara mengejek Abby membuat wajah merah Kiara makin memerah, “Udah ah, aku mau check up dulu. Aku telepon lagi nanti!”

Suara tawa Abby dan Nao terputus bersamaan dengan Kiara mematikan teleponnya. Dia menghela napas berusaha meredakan rasa malunya. Lalu bergegas menuju ruangan yang diumumkan tadi.

Matahari sudah terbenam ketika Kiara kembali ke rumahnya. Setelah menaruh sepatunya di rak sepatu, barulah dia menyadari kehadiran orang lain di dalam rumah itu. “Loh, kok sudah pulang? Meeting Kak Erlu udah selesai?”

Di ruang tamu kediamannya ada Erlu, sang suami yang terlihat sedang mendengarkan sesuatu dari laptopnya sebelum Kiara kembali, “Iya, baru saja kok, Gimana check up-nya tadi?”

“Kata dokter semuanya aman sih, paling aku hanya butuh lebih banyak beristirahat.”

Erlu tersenyum, “Aku dengar tadi ada kejadian menarik saat pengumuman resepsionis.”

“Kakak ngomong apa sih—” Ucapan Kiara berhenti ketika dia melihat layar laptop Erlu yang menampakan percakapan pribadi di media sosial pria itu dengan Nao. Dan sepupu suaminya itu tampak mengirim sebuah rekaman. Seketika Kiara tahu apa isi rekaman itu.

“Duh, Kak Nao!” Kiara cepat-cepat menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sementara suara tawa Erlu menggelegar. Dia seharusnya tahu kalau kejadian tadi siang tidak akan dibiarkan hanya berhenti tadi siang saja oleh Nao.

“Aku sedih loh. Bisa-bisanya kau lupa kalau kita sudah menikah, Kiara.” Meski mengatakan hal itu, ekspresi pria di hadapan Kiara ini sama sekali tidak merasa sedih.

Mengetahui sifat suaminya itu, Kiara yakin Erlu tidak akan membiarkan dirinya melupakan kejadian memalukan itu. Setidaknya selama dua minggu ke depan pria itu akan mengejeknya habis-habisan, “Kak Erlu, diaaam!!!”

Angel Seanita. A girl who creates sakura coloured world with her pen.

[red/han]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *