Petualangan Emil di Labirin Ajaib (Bagian 2)

“Keberadaan Cican rupanya begitu penting untuk keberlangsungan kehidupan. Seta bilang hanya Cican yang mampu dengan cepat melahap habis sampah-sampah yang tertimbun di dalam tanah.”

Baca bagian 1

Sesuatu yang menggeliat itu bersembunyi di antara timbunan sampah dapur Ibu. Sampah itu basah karena air hujan terus masuk ke dalamnya. Emil kembali mendekatkan kepalanya dan mencermati pelan-pelan. 

Dengan sebatang lidi yang berhasil Emil ambil dari sapu di sampingnya, Emil menggeser tumpukan sampah itu. Emil pun terkejut dan berteriak. Nyaring. Sesuatu yang bergerak itu menunjukkan dirinya. Seekor cacing gemuk besar, berwarna coklat dengan tubuh mengilap seolah tampak tersenyum menyapanya. 

Emil ketakutan. Dia pun lantas melemparkan cacing itu, Emil dengan tergesa melepas bootnya dan masuk ke dalam rumah dengan baju yang tampak basah. 

Jantungnya berdegup kencang. Bentuk cacing yang panjang gemuk dan menggeliat membuat bulu kuduknya berdiri. Rupanya Emil geli terhadap cacing. 

Setelah Emil selesai mandi, Emil duduk di ruang depan, ruangan khusus di samping ruang tamu yang sengaja dibuat ayahnya untuk meletakkan buku-buku bacaan dan juga mainan Emil. Ruangan itu tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Emil betah berlama-lama membaca atau bermain di situ. 

Secangkir susu hangat untuk Emil telah ibu letakkan di meja kecil sudut ruangan. Emil menyeruputinya perlahan-lahan. 

Perut Emil terasa hangat, begitu juga tubuhnya. Perasaan tenang kemudian hadir melingkupi. 

Mata Emil terpaku pada sebuah buku bergambar tanaman-tanaman, tanah dan juga seekor cacing yang tergeletak di atas karpet. Kelihatannya, itu buku bercocok tanam milik Ibu. Emil kembali mengingat cacing besar yang menggeliat di halaman depan rumahnya tadi. Emil merinding. 

Malam harinya, Emil tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia begitu gelisah. Keringat bercucuran. Apakah Emil bermimpi buruk? 

Emil terbangun, dia membuka matanya. Terdengar suara berisik di halaman depan rumah persis di depan jendela kamarnya. Apakah itu suara gemerisik daun pepaya yang terkena angin? Ataukah suara katak yang sesekali melompat di kaca jendela kamar Emil? Emil merasa tidak tenang.

Emil membuka korden jendela kamarnya. Halaman depan rumahnya tampak hening. Suara jangkrik yang biasanya mengerik pun tak ikut hadir. Begitu korden jendela Emil tutup lagi. Suara berisik itu muncul. 

Rasa penasaran Emil kembali tergugah. Emil berjingkat pelan-pelan menuju halaman depan rumahnya. Khawatir Ibu dan Ayahnya akan terbangun. 

Begitu sampai di halaman, suara berisik itu semakin terdengar jelas. Sambil membawa senter Emil berjalan pelan mendekat, mendekat dan semakin mendekat ke sumber suara. 

Suara itu muncul dari dalam lubang yang dibuka Emil sore tadi. Emil berkenyit. Emil tiba-tiba bergidik lagi, teringat kalau-kalau dia harus bertemu lagi dengan dengan seekor cacing. Tapi, Emil ingin tahu apa yang terjadi. Begitu Emil melongokkan matanya dekat ke lubang, tiba-tiba tubuh Emil ikut tersedot ke dalamnya. 

“WAAA!!!” Emil berteriak kencang. 

Emil membuka matanya. Di dalam tampak gelap. Emil menyalakan senter yang dia bawa. Sebuah ruangan besar terbuat dari tanah membuat Emil menganga. Dia lantas bertanya-tanya, di manakah dia kini berada?

Sesuatu bergerak di belakang Emil. Emil menoleh ke belakang. Emil terkejut. Rupanya ada sesosok semut yang menyapanya. 

“Halo Emil, aku memerlukan bantuanmu untuk menemukan Cican si Cacing Tanah.” 

Emil bingung. Di hadapannya ada seekor semut berbadan sebesar dirinya, yang menyapanya dan berkata bahwa dia ada di dalam tanah. Emil tidak percaya. Mungkin dia sedang bermimpi buruk. Dia ingin segera pulang bertemu dengan ayah dan ibunya. Emil menepuk pipinya dan terasa sakit. Pipinya memerah. Rasanya nyata untuk dianggap sebagai mimpi. 

Semut itu bernama Seta si Semut Hitam. Seta dan kawan-kawannya kehilangan Cican si Ratu Cacing. Seta meminta bantuan Emil untuk membantu mereka mencari Cican si Cacing. 

Emil lemas. Seta bilang Cican si Ratu Cacing tadi sedang asyik melahap makanannya, lalu dia menghilang.  Emil lantas mengira bahwa mungkin saja Cican adalah cacing gemuk besar yang tadi sore dia temukan. Perasaan menyesal menghinggapi Emil, kenapa tadi Emil buru-buru melempar Cican. Sekarang ke mana Emil harus pergi mencari Cican? 

Seta menemani Emil untuk mengikuti jalur-jalur khusus yang dibuat Cican di dalam tanah. Mungkin dengan mengikuti jalur-jalur yang nampak seperti labirin itu mereka akan bertemu Cican. 

Keberadaan Cican rupanya begitu penting untuk keberlangsungan kehidupan di dalam tanah. Seta bilang hanya Cican yang mampu dengan cepat melahap habis sampah-sampah yang tertimbun di dalam tanah. 

Cican juga membantu binatang tanah lain hidup dengan baik. Jalur-jalur di dalam tanah yang dibuat Cican begitu kuat, sehingga banyak binatang yang betah untuk tinggal di dalam tanah mengikuti jalur yang Cican buat. Ada kutu bola, kaki seribu, tungau, kutu kayu, kumbang, siput, laba-laba. Mereka adalah teman-teman Cican. Juga Seta si Semut Hitam dan pasukannya. Mereka kehilangan Cican. Rupanya banjir bisa membanjiri rumah Seta dan kawan-kawan kalau Cican pergi. 

Wah, betapa itu adalah masalah yang gawat! 

“Cican punya tugas penting di dalam tanah selain membuat jalur-jalur istimewa ini, dia membantu akar tanaman mendapatkan nutrisi,” jelas Seta. 

Emil mengagumi jalur demi jalur yang berhasil Cican buat. Jalurnya luar biasa panjang, berliku. Sesekali Emil bertemu dengan kutu kayu, juga siput. Mereka sedang asyik tidur. Beberapa akar tanah tampak berdesakan mencari air, tentu semua akar tanaman melalui jalur-jalur rahasia Cican mendapatkan rute terbaik untuk mendapatkan nutrisi dan makanan dari hasil penguraian sampah dapur yang berubah menjadi kompos. 

Berkat bantuan Cican, tanah-tanah di sekitar tanaman menjadi gembur dan penuh nutrisi. 

Emil kini menyadari betapa pentingnya lubang-lubang sampah yang dibuat di halaman rumahnya. Lubang itu bukan lubang biasa. Itu adalah lubang kehidupan. Sebuah lubang yang membentuk labirin-labirin rahasia di bawah tanah. Lubang itu menyerap air-air di atas tanah dan memberikan kehidupan di bawahnya. 

Semakin banyak lubang resapan seperti ini dibuat. Tanah akan menjadi gembur dan air tidak lagi menggenang ketika hujan deras turun. Lubang ini pun membantu binatang tanah lainnya menemukan rumah untuk mereka tinggali. 

Emil menemukan sesosok gemuk yang menggeliat, itu tampak seperti cacing besar yang dia temukan sore tadi di halaman. Itu dia Cican! Cican tampak sedang menemui kesulitan.

Emil berlari mendekati Cican. Rupanya Cican sedang kesulitan membuat jalur baru, kemungkinan tanah di depannya itu sudah dibeton. Cican juga tidak mampu melanjutkan perjalanannya lagi, karena baru saja dia bertemu dengan tanah yang mengandung banyak pestisida. Cican mual. Cican tidak bisa tinggal di sana. Cican tidak mampu membantu Emil untuk membuat jalur baru menuju rumah Emil agar Emil bisa pulang kembali ke rumah. Emil harus memutar balik.

Emil panik dan menjerit ketakutan. Dalam jeritannya, hadir suara Ibunya yang menenangkannya. 

“Emil, bangun sayang. Kamu kenapa? Mimpi burukkah?” Ibu mengusapi rambut dan kening Emil yang bersimbah keringat. 

Emil membuka mata dan lega bukan main. Emil pun memeluk ibunya erat-erat. [red/hh]

Sandra Srengenge, pembakul buku, suka menulis cerita dan nongkrong di ghibahin.id.

Tamat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *