Site icon ghibahin.id

Resensi: Cahaya dan Jelaga, Luka dalam Perjuangan

Foto by Tyas Ary

“Banyaknya sejarah yang simpang siur membuat generasi muda harus lebih jeli dalam memilah bacaan.”

Laras, seorang perempuan tangguh yang menjalani kehidupan begitu berat. Putri dari anggota PKI, Partai Komunis Indonesia. Ayahnya bernama Karso Pawiro yang merupakan salah satu korban kekejaman peristiwa G30SPKI. Laras berjuang melawan hinaan dan cemoohan, baik di kampung maupun di sekolah. 

Keluarganya berjuang mencari penghasilan dari mana saja, keluarga mereka mulai bangkit perlahan. Di masa itu menjadi anak dari PKI adalah hal yang sangat tidak diinginkan. Laras dan seluruh saudaranya berusaha bangkit menerima hinaan dan cercaan dari seluruh warga. Belum lagi suara tentang kematian ayahnya yang dibunuh seperti hewan ternak. Sungguh memilukan.

Tak hanya sampai di situ. Bahkan dalam mencari pasangan pun anak-anak korban PKI masih harus berjuang, apakah ia akan diterima dengan baik oleh pasangan dan keluarganya. Atau justru mereka sangat membenci PKI. 

Di masa ini, kita terlihat biasa saja mendengar PKI. Banyak fakta terkuak tentang PKI dan dalang di balik G30SPKI. Kini, kita semua tahu tentang PKI yang hanya karangan oknum belaka. Namun perihnya sebagai korban kala itu, tidak bisa terhapuskan meski dilahap masa. 

Novel ini menceritakan tentang kisah G30SPKI dari sudut pandang korban. Tidak banyak yang tahu nasib korban kala itu. Tidak banyak yang tahu juga bagaimana para keluarga korban menjalani kehidupan setelahnya. 

Novel ini memiliki latar belakang tahun 60-an yang artinya memerlukan riset mendalam tentang tahun dan kejadian kala itu. Novel ini berhasil membawa pembaca untuk menyelami kejadian tahun 65. Untuk memastikan bahwa para korban kala itu adalah orang-orang yang sangat mencintai tanah air. 

Novel ini baik dibaca untuk generasi muda yang tidak tahu sejarah kelam bangsa Indonesia. Banyaknya sejarah yang simpang siur membuat generasi muda harus lebih jeli dalam memilah bacaan. Dahulu kita dijejali dengan film G30SPKI yang sangat mengerikan, kini anak muda harus tahu dari mana film tersebut berasal. 

Anak muda sekarang ini tidak boleh dijejali film kekerasan, mereka justru harus diajak berpikir kritis dan menelisik. Anak muda harus bisa mengulas sejarah dan mencari kebenaran sejarah. Apalagi teknologi sudah semakin maju. 

Novel ini bisa dibaca sambil bersantai, ada rasa menegangkan, duka, dendam, hingga bahagia. Novel ini menggambarkan dunia kita sehari-hari. Di mana banyak sekali kejadian menyakitkan, kepergian seseorang, perjuangan yang tiada akhirnya. 

Novel ini menceritakan tokoh dari sejak kecil, beranjak dewasa, hingga berumah tangga, dan menemui ajalnya. Sebuah novel yang paripurna, menceritakan suka duka kehidupan. Novel ini terasa begitu nyata karena menggambarkan kehidupan sesungguhnya. 

Bahwa dalam kehidupan ini ada banyak sekali hal menyakitkan yang disusul kebahagiaan. Atau dalam novel ini disebut jelaga yang disusul cahaya. Namun tak berhenti di situ, jelaga muncul kembali, menyisakan tangis dan duka di keluarga. Lalu cahaya kembali menghibur hati yang perih. 

Namun ada sedikit kebingungan bagi pembaca seperti saya di bab Karso Pawiro. Di sana, penulis kadang menggunakan sudut pandang orang pertama, namun kadang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Beberapa pergantian sudut pandang agak membingungkan pembaca. Hal ini membuat saya kebingungan, sebenarnya siapakah yang sedang bercerita di bab ini. 

Novel ini juga memiliki banyak sekali tokoh yang mungkin akan sulit dihafalkan oleh pembaca. Meskipun pembaca tak harus menghafalnya juga sih, hehe. Semoga saja, novel cetakan selanjutnya lebih memudahkan pembaca untuk memahami sudut pandang yang digunakan. 

Mahdiya Az Zahra, suka ghibahin buku, tinggal di Temanggung.

Editor: Ulinnuha

Exit mobile version