Site icon ghibahin.id

Dinamika Guru PAUD Non Formal

Tampak 3 orang guru PAUD non formal berjalan menuju tempat mereka mengajar. Mereka adalah Ibu Nur, Ibu Yuli dan Ibu Titin.  Setiap pagi di hari kerja, mereka mengajar di sebuah PAUD yang saya pimpin. 

Lokasi PAUD berada dekat dengan rumah kami di daerah Jakarta.  Mereka adalah srikandi-srikandi PAUD, yang bergelut di dunia anak usia dini meskipun mereka juga berhadapan dengan  permasalahan rumah tangga  yang sudah menyita pikiran dan tenaga.  

Apalagi kalau di ukur dari honor yang diterima, jauh dari kata “ideal” dan tidak sebanding dengan pengabdian mereka yang telah mengajar selama bertahun-tahun. Semua permasalahan itu mereka hadapi dengan menyingkirkan ego mereka.

Sarana dan Prasarana  PAUD Non Formal

Keberadaan PAUD kami  berada di Balai Warga RW setempat, yang dibangun atas swadaya masyarakat sekitar. Lokasinya jauh dari hiruk pikuk kendaraan tetapi dekat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Lingkungan sekitar PAUD adalah rumah-rumah petakan warga yang berada di gang-gang sempit dengan sirkulasi udara yang tidak sehat. Bahkan halaman PAUD kami terkadang dihiasai dengan jemuran baju beberapa warga sekitar, membuat lingkungan sekolah terlihat kumuh. Belum lagi kalau musim hujan, PAUD kami kebanjiran karena berada di lokasi yang rendah, komplitlah sudah.

Meskipun dengan keterbatasan sarana dan prasarana, PAUD non formal tetap menjadi pilihan bagi  warga yang berada di sekitar PAUD.  Setelah pandemi, siswa kami bisa mencapai lebih dari 20 anak. PAUD kami awalnya dibentuk dari kebijakan pemerintah setempat yaitu setiap   satu Rukun Warga (RW) terdapat satu PAUD non formal. 

Hal ini bertujuan agar masyarakat ekonomi tingkat menengah kebawah mendapatkan pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini.  Karena biaya pendidikan yang tidak mahal serta transportasi yang terjangkau. Lebih tepatnya PAUD non formal berada di bawah binaan kelurahan dan RW setempat.

Honor Guru Paud Non Formal

Mengenai honor, mereka dapat dari hasil SPP para siswa yang terbilang murah, rata-rata berada di kisaran 50.000 per siswa.  Nilai SPP sebesar itu saja terkadang ada juga orang tua murid membayarnya tidak tepat waktu, bisa mundur berbulan-bulan. Akhirnya mau tidak mau kami harus  memahami kondisi orang tua murid. Besaran honor guru setiap bulannya hanya berada di range 200 ribu hingga 300 ribu tanpa subsidi dari donatur. Kalaupun ada yang di atas range itu, biasanya berada di bawah yayasan atau mendapatkan donasi dari simpatisan. 

Jaman sekarang uang sebesar itu hanya bisa bertahan untuk 3-4 hari di dompet. Sementara mereka harus menguras tenaga, pikiran dan waktu selama bertahun-tahun. Untuk menghibur hati, mereka sering menyebut honor mereka sebesar SEJUTA (Sedekah Jujur Tawakal), sesuai dengan kenyataan yang ada.

Kebanyakan pekerjaan para orang tua murid berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Ada yang bekerja sebagai buruh cuci gosok, gojek atau pedagang keliling. Apabila ada anak yatim atau piatu biasanya sekolah memberikan keringanan SPP atau bahkan di gratiskan. 

Kondisi seperti ini, pastinya membutuhkan pengertian dari pihak sekolah untuk memberikan keringanan atau penangguhan pembayaran SPP. Tentunya hal ini berdampak pada besaran uang SPP yang masuk, yang akhirnya berpengaruh pada honor guru dan biaya operasional lembaga.

Karena besaran honor yang tidak mencukupi,  banyak juga para guru PAUD non formal membuka les baca tulis di luar jam sekolah. Termasuk juga berjualan kue atau bahkan ada juga yang mencari tambahan dengan menjadi tenaga cuci gosok yang bisa pulang dan pergi. Semua itu dilakukan untuk bisa menunjang sepenuhnya biaya rumah tangga mereka. Sehingga honor seadanya dari lembaga PAUD, tetap mereka terima karena bagi mereka tetap sangat bernilai. 

Penguatan Keberadaan PAUD Non Formal

PAUD non formal juga telah melakukan integrasi dalam pelayanannya yang bekerjasama dengan posyandu untuk dapat memantau tumbuh kembang anak usia dini. Kemudian lembaga PAUD non formal juga mengikuti akreditasi agar berkualitas dalam manajerialnya. Selain itu, juga menguatkan keberadaan PAUD non formal dengan mendata melalui Dapodik, yaitu sebuah sistem pendataan yang dibuat oleh pemerintah.

Semua itu dilakukan dengan keseriusan lembaga-lembaga PAUD non formal, meskipun dengan pendanaan yang pas-pasan. Menandakan bahwa kami ingin mendapatkan kesetaraan di mata pemerintah. PAUD non formal, awalnya beranjak dari bawah (button up), yang berarti para pendidiknya hadir dengan kondisi apa adanya. 

Mereka tidak berorientasi pada profit tetapi sosial. Seiring dengan perkembangan waktu, tuntutan-tuntutan dari pemerintah membuat pendidik PAUD non formal terus bergerak mencari bentuk dan mencari pengakuan agar mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah. 

Hibah Untuk Guru PAUD Non Formal di DKI

Kondisi kesejahteraan guru-guru PAUD non formal di DKI, menjadi perhatian organisasi yang mewadahinya, yaitu Himpaudi (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini) DKI. Aspirasi-aspirasi dari bawah disampaikan kepada Pemprov DKI mengenai kesejahteraan pada guru PAUD non formal. Hingga pada akhirnya perjuangan para guru PAUD non formal dan Himpaudi DKI beserta jajarannya, berbuah hasil.

Pemprov DKI memberikan Dana Hibah sejak tahun 2019 sampai dengan 2023. Besaran Dana Hibah di tahun 2019 sampai dengan 2021 sebesar Rp. 500.000,-/bulan. Kemudian meningkat di tahun 2022 sampai dengan 2023 sebesar Rp.550.000,-/bulan. Dana Hibah untuk saat ini masih dianggarkan sampai dengan tahun 2023. Semoga masih bisa berlanjut untuk seterusnya. 

Apabila kompetensi yang tinggi menjadi tolak ukur untuk mendapatkan kesejahteraan, maka  akan sulit ditemukan pada PAUD non formal. Apabila  seorang guru yang memiliki kompetensi tinggi biasanya belum tentu mau menyumbangkan ilmu dan tenaganya di PAUD non formal. Mereka akan mencari sekolah yang dapat memberikan kesejahteraan lebih baik lagi.  Seperti teori Maslow, yang mengatakan bahwa  tingkat kebutuhan manusia akan terus meningkat sesuai dengan kemampuannya. Artinya ketika seorang guru PAUD memiliki kompetensi yang tinggi, maka lembaga PAUD non formal akan dihadapkan pada pendanaannya.

Sebuah kebijakan layaknya disesuaikan dengan kondisi kemampuan pendidik PAUD non formal dalam berkompetisi dan juga segmen pendukungnya, serta diberikan empower dalam pembinaannya.  Sehingga tercapai tujuan untuk menciptakan karakter mulia anak-anak usia dini.

Lies Permata Lestari. Guru PAUD, tinggal si Jakarta.

[red/ rien]

Exit mobile version