Site icon ghibahin.id

Sepasang Tangan Tak Terlihat

Foto oleh Lina Kivaka dari Pexels

“Mereka adalah kelompok yang dalam model ekonomi mana pun dianggap tidak menyumbang nilai tambah bagi perekonomian.”

Tangannya dengan cekatan menenteng dua kantong besar belanjaan dan menaikkannya ke atas pengait di bagian depan sepeda motor. Pagi hari memang jadwal Dira berbelanja bahan-bahan makanan, selepas dia mengantarkan dua orang anaknya ke sekolah. Si sulung duduk di bangku SMA, sedangkan anak tengahnya adalah murid SMP, sementara bungsu mereka saat ini menjadi siswa SD. 

Pukul 4.30 pagi, Dira memulai hari dengan menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni rumah. Suaminya harus berangkat ke kantor sebelum pukul enam pagi, anak-anaknya harus tiba di sekolah sebelum pukul tujuh pagi. Otomatis, Dira menjadi penentu apakah semua anggota keluarga tiba di tujuan tepat waktu. 

Tengah hari dia habiskan untuk memasak makan siang. Kemudian beres-beres lagi, cuci-cuci piring lagi. Sesudah itu, biasanya adalah waktu untuk menjemput anak-anak. Ada yang diantar lagi ke tempat les, ada yang pulang ke rumah bersama Dira. Ketika sore menjelang, Dira akan membereskan cucian dan setrikaan dan selanjutnya menyiapkan makan malam. 

Cerita ini pasti familiar dengan banyak ibu-ibu, apalagi yang mendedikasikan dirinya sebagai ibu rumah tangga. Mereka adalah sosok yang selalu beraktivitas penuh, tapi sering dikira pengangguran. Mereka melakukan rutinitas dengan jadwal yang padat, tapi sering dituduh tidak produktif. Mereka merupakan sosok dalam rumah tangga yang oleh agama diberikan mandat dan “kodrat”. 

Miris sekali rasanya, dengan sekian jam sehari yang habis untuk melakukan banyak hal, mereka adalah kelompok yang dalam model ekonomi mana pun dianggap tidak menyumbang nilai tambah bagi perekonomian. Model-model ekonomi mengesampingkan harga dari tenaga mereka yang mereka keluarkan setiap harinya. 

Katrine Marçal dan unpaid work di Kanada

SoHib tentu tidak asing dengan Adam Smith, tokoh ekonomi yang mencetuskan beberapa hal mendasar dalam ilmu ekonomi. Adam Smith mengungkapkan sebuah frasa “invisible hand”. Frasa ini mengandaikan mekanisme pasar sebagai sebuah tangan tak terlihat, yang akan memberikan keseimbangan dalam perekonomian.

Produsen dan konsumen akan senantiasa mencapai titik keseimbangan dengan sendirinya, dengan bantuan sang invisible hand. Dengan demikian, pemerintah dianggap tidak perlu campur tangan dalam mengatur pasar. 

Penasaran dengan hal ini, saya kembali menekuni tulisan Adam Smith di dunia maya. Namun, mesin pencarian justru mengarahkan saya kepada sebuah buku dengan judul Who Cooked Adam Smith’s Dinner? A Story of Women and Economics (2012).

Tanpa pikir panjang, saya langsung memesan buku itu secara online dan segera membacanya setelah tiba di pangkuan. Kesimpulan saya, buku ini memiliki aura feminis yang sangat kuat. Menariknya, Katrine Marçal, penulis buku ini, mencoba menelisik hal mendasari dari teori ekonomi Adam Smith dari sudut pandang feminisme. 

Setelah membaca buku ini, saya menemukan sedikit pencerahan dari pertanyaan-pertanyaan saya, salah satunya adalah bagaimana cara mengukur produktivitas ibu rumah tangga sesuai dengan perhitungan model ekonomi? Dalam bukunya, Katrine menjabarkan bahwa beberapa ekonom ternyata sudah mencoba meneliti hal ini.

Salah satu yang paling menarik adalah pada penelitian Gery Becker tahun 1950 di Chicago, Amerika Serikat. Gery Becker, yang pernah meraih hadiah Nobel dalam ilmu ekonomi, mencoba memasukkan pekerjaan rumah tangga, diskriminasi, dan kehidupan keluarga ke dalam model ekonomi. Namun, ada rongga lebar dalam model ekonomi Becker dalam penjelasannya tentang memaksimalkan utilitas.

Becker belum mempunyai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Utilitas siapakah sebenarnya yang dimaksimalkan dalam pernikahan? Apakah dengan mengandung dan melahirkan membuat utilitas perempuan menjadi maksimal? Apakah dengan melakukan pekerjaan rumah sepanjang hari tanpa bayaran, utilitas perempuan menjadi maksimal? Atau, siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari lembaga pernikahan itu? (Sekilas mengenai teori utilitas dapat dibaca di sini).

Berdasarkan penelitian yang dilansir dari laman badan statistik Kanada, pada tahun 2015–2019, nilai dari unpaid work di Kanada adalah di antara $516,9 miliar hingga $860,2 miliar. Angka ini setara dengan 25,2% sampai dengan 37,2% dari PDB (Produk Domestik Bruto) Kanada. Jika dikerucutkan lagi, statistik menyatakan bahwa jumlah unpaid work yang dilakukan oleh wanita adalah sebanyak 15 jam per minggu.

Salah satu asumsi yang digunakan adalah mengganti unpaid work ini dengan biaya yang dikeluarkan jika pekerjaan itu dikerjakan oleh orang lain. Dengan kata lain, jika seorang ibu rumah tangga ingin mengetahui nilai tenaganya, ya hitung saja berdasarkan standar gaji asisten rumah tangga. Usaha yang bagus, Kanada, tapi ada lubang yang semakin besar.

Sesuatu yang dilewatkan Adam Smith

Mari kita kembali ke Adam Smith. Menurutnya, pelaku pasar mengerjakan aktivitas ekonomi untuk memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri. Tukang potong daging menjual daging untuk keuntungan dirinya. Tukang roti juga membuat roti untuk keuntungan dirinya sendiri. Namun, siapa yang memasak daging mentah tadi menjadi seporsi steik berbumbu lezat untuk dinikmati Adam Smith? 

Kabarnya, Adam Smith tinggal hampir seumur hidupnya dengan ibunya. Pada saat Adam Smith asyik dengan pemikirannya, menuliskannya menjadi buku, atau berdiskusi dengan para sarjana, ada seorang ibu yang menyediakan makanan untuknya. Ibunya pula yang memastikan pakaian dan sepatunya bersih dan layak dipakai. Dan ibunya pula yang mengerjakan rutinitas sehari-hari untuk mendukung aktivitas Adam Smith sebagai seorang cendekia.

Adam Smith mungkin lupa, daging mentah tidak serta merta jadi seporsi steik yang enak. Ada tangan-tangan lain yang tak dilihatnya, yang luput dari pengamatannya sehingga tak dimasukkannya ke dalam model ekonomi, yakni tangan ibunya sendiri. Sepasang tangan tak terlihat yang melakukan segala hal atas dasar rasa cintanya kepada sang anak.

Ilmu ekonomi pada dasarnya adalah percakapan mengenai kelangkaan. Omong-omong kelangkaan, cinta juga menjadi salah satu komoditas yang langka di dunia ini. Jadi, apakah ekonomi seharusnya juga menyertakan cinta sebagai variabel dalam teori ekonomi? 

Sampai di titik ini, saya belum menemukan jawaban atas pertanyaan di atas. Nilai produktivitas ibu rumah tangga mungkin belum bisa terhitung dalam model-model ekonomi yang kita terapkan saat ini. Motivasi yang mendasarinya, yaitu cinta kasih, belum bisa diukur dengan angka dan uang. Sejauh ini, penjelasan paling masuk akal atas kerelaan ibu rumah tangga melakukan unpaid work ini terus menerus adalah cinta. 

Saya jadi ingin kembali ke masa lalu dan bertanya pada Adam Smith, “Apa mungkin invisible hand itu sebenarnya justru sepasang tangan ibumu, Mas Adam?

Listra Mindo Lubis, Ibu rumah tangga dengan 2 anak. Tinggal di Depok.

[red/bp]

Exit mobile version