Berbumbu Komedi, Miracle in Cell No. 7 Versi Indonesia Lebih “Pecah”

“Bukan hanya menjiplak mentah-mentah versi sebelumnya, tapi juga memasukkan lokalitas yang mampu mengimbangi selera pangsa pasarnya”

Miracle in Cell No. 7 menjadi salah satu film yang sedang trending di Indonesia dalam sepekan terakhir. Film ini adalah remake dari film Korea Selatan berjudul sama yang dirilis pada tahun 2013 lalu. Film yang ditayangkan secara serentak pada 8 September 2022 ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo. 

Cerita yang terinspirasi dari kisah nyata ini juga telah di-remake oleh sineas beberapa negara lain. Sebagaimana versi-versi sebelumnya, Hanung Bramantyo juga menggunakan alur mundur dalam gaya penceritaan film yang mampu mengombang-ambingkan emosi dan perasaan para penontonnya ini.

Jujur, saya sangat menunggu film versi Indonesia ini tayang, karena saat menonton versi Korea-nya, film bergenre drama komedi ini berhasil membuat tangis saya pecah. Film remake memang rentan dibanding-bandingkan dengan versi aslinya, dan begitu pula dengan remake versi Indonesia ini. 

Awalnya, sempat ada rasa ragu terhadap versi Indonesia ini. Entah mengapa, sebelum masuk ke bioskop, benak saya mengatakan, “Ah, pasti lebih bagus versi Korea-nya.” Dengan durasi film 2 jam 25 menit, saya sepertinya bakal bosan. Tapi nyatanya, saya tetap menontonnya demi menuntaskan rasa penasaran.

Ternyata, film remake ini gokil dan keren banget! Saya tidak sempat untuk merasa bosan selama berada di dalam bioskop. Dan sejak film dimulai, saya tak hentinya terkagum-kagum dengan performa para aktornya yang luar biasa. Aktor-aktor yang dipilih Hanung pun bukan aktor sembarangan, melainkan aktor yang ternama dan dapat berperan dengan totalitas.

Peran utama, yakni Dodo Rozak, dibintangi oleh Vino G. Bastian, sementara anaknya, Kartika, diperankan oleh Gabriella Abigail (Kartika kecil) dan Mawar Eva De Jongh (Kartika dewasa). Pemeran lainnya, di antaranya ada Denny Sumargo, Indro Warkop, Bryan Domani, Rigen, dan Indra Jegel. Kesemuanya berakting sesuai porsi yang pas, dengan performa terbaiknya memberikan nuansa yang lebih segar bagi film ini.

Selain penampilan para aktornya yang keren banget, film ini juga dikemas dengan sangat baik. Bukan hanya menjiplak mentah-mentah versi sebelumnya, tapi juga memasukkan lokalitas yang mampu mengimbangi selera pangsa pasarnya, yaitu penonton-penonton Indonesia.

Apalagi, film ini sudah dinyatakan lulus sensor dengan rating untuk semua umur, tentunya cocok untuk ditonton mulai dari anak anak, remaja, ibu, bapak, om, tante, dan seluruh anggota keluarga.

Yang terlintas di benak saya saat menonton film ini adalah bahwa film ini terasa sangat renyah, sudah diolah sebaik mungkin dengan bumbu-bumbu komedi khas Indonesia. Bumbu-bumbu komedi yang sangat kental menjadi ciri khas bagi remake versi Indonesia ini. Itu sebabnya sejak awal menonton, tawa saya dan para penonton pecah. Tak hanya itu, Hanung Bramantyo juga mampu mengolah beberapa adegan tanpa mengurangi inti cerita sedikit pun.

Saya mengira, dengan bumbu-bumbu komedi tadi, film ini mungkin tidak akan terlalu sedih seperti versi sebelumnya. Tapi ternyata tidak, film ini tetap berhasil membuat tangis satu studio pecah pada 15 menit sebelum film berakhir. Walaupun banyak penonton sudah tahu alur cerita dan ending-nya, tetapi tetap saja film ini telah membuat air mata sulit terbendung. 

Bagi saya, film ini merupakan remake yang luar biasa, dan menjadi salah satu film Indonesia yang sangat saya rekomendasikan di tahun ini. Untuk ratingnya, saya berani memberi angka 9 dari 10. Selain bikin nangis bombay, banyak sekali makna yang bisa dipetik dari film ini, seperti mengenai dalamnya kasih sayang seorang ayah, tentang hukum yang tidak tuntas, dan tentang menghargai sesama manusia.

Vinne, gadis penyuka dimsum.

[red/bp]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *