Dana Sosial dan Rasa yang Mengikutinya

“Dana sosial ini dapat menumbuhkan dan mengasah jiwa kepedulian kita terhadap situasi orang lain yang sedang berada dalam musibah.”

Beberapa hari yang lalu si sulung saya melapor tentang uang sakunya yang menipis dan minta dikirim lagi. Tentu saja saya heran mengapa uang yang saya perkirakan akan cukup sampai dengan transferan berikutnya telah menipis. Alasannya dia harus membayar uang kas alias dana sosial. 

Uang kasnya tidaklah terlalu besar jumlahnya, hanya saja banyak komunitas yang harus disetor. Sebut saja uang kas untuk kelas, ada lagi uang kas untuk asrama, beda dengan uang kas perkamar. Ditambah lagi uang kas kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, dan ini bukan hanya satu saja. 

Jika dijumlahkan maka uang kas perbulan yang harus dikumpulkan tentunya tidak kecil. Itu baru satu orang dalam sebuah keluarga. Gimana ceritanya jika dalam keluarga mempunyai anggota yang banyak. Bisa-bisa setengah dari pendapatan keluarga tersebut habis untuk menutupi uang kas tersebut. 

Saya tidak tahu bagaimana istilah uang kas bisa sampai sekarang. Yang saya ingat, sejak saya bersekolah dulu telah ada uang kas. Saat itu tujuan uang kas sebagai tabungan dan di akhir periode dapat menjadi dukungan kegiatan bersama, misalnya perpisahan atau makan-makan, yang penting senang-senang. 

Namun seiring bertambahnya usia, dan bertambahnya kelompok pertemanan, uang kas sekarang telah menjadi dana sosial dan berubah tujuan sebagai bentuk kebersamaan dalam kelompok tersebut. 

Uang kas akan disalurkan jika salah satu anggota kelompok mengalami musibah seperti sakit dan kematian, tetapi juga akan diberikan jika ingin memberikan hadiah dengan mengatasnamakan kelompok. Hadiah-hadiah ini biasanya akan diberikan saat ada pesta pernikahan atau kelahiran anggota baru keluarga.

Tidak dapat dimungkiri bahwa dana sosial ini dapat menumbuhkan dan mengasah jiwa kepedulian kita terhadap situasi orang lain yang sedang berada dalam musibah, serta sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki, keleluasaan, serta keberuntungan yang diberikan kepada diri kita dan keluarga. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti uang kas adalah uang yang disimpan dalam kas, milik suatu perkumpulan atau instansi pemerintah. Pengertian kas menurut beberapa ahli, kas atau cash dalam akuntansi adalah aktiva perusahaan yang berbentuk uang tunai (uang kertas, uang logam, wesel, cek dan lainnya) yang dipegang oleh perusahaan ataupun disimpan di bank dan dapat digunakan untuk kegiatan umum perusahaan. Berdasarkan pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa uang kas yang selama ini kita kumpulkan untuk kegiatan-kegiatan secara umum dan sesuai dengan kesepakatan peruntukannya. 

Namun, yang harus diingat, uang kas ini sebaiknya juga tidak mengakibatkan situasi keuangan seseorang menjadi berantakan. Untuk itu, sebaiknya porsi uang kas dilakukan dengan cara memberikan anggaran dan prioritas tertentu. Seperti tulisan di awal, anak saya meminta kiriman uang yang lebih dari kebutuhannya, walaupun uang kas adalah bagian dari kebutuhannya, tetapi ada kebutuhan yang lebih diprioritaskan seperti membeli perlengkapan sekolahnya. 

Akan menjadi lain ceritanya jika dana sosial ini dibebankan pada orang dewasa. Saya juga menyetor uang kas pada beberapa komunitas. Namun tujuan uang kasnya jelas penyalurannya, seperti saat berkunjung orang sakit atau takziah ke keluarga yang meninggal. 

Permasalahan dana sosial ini tidaklah besar. Masalah akan timbul jika uangnya telah berkurang sedangkan setoran tidak disiplin. Uang kas juga akan menimbulkan masalah lain. Misalnya, saat berkunjung kegiatan sosial tetapi hanya dilakukan oleh orang itu-itu saja. Artinya tujuan pengumpulan uang kas tidak dapat tercapai sesuai dengan harapan di mana untuk menumbuhkan rasa sosial di setiap orang dan mengasah rasa empati kita dengan kondisi orang lain. 

Bagi sebagian orang, dana sosial adalah hutang. Jadi dengan membayar dana sosial, maka hutangnya telah selesai. Dia tidak ikut dengan kunjungan-kunjungan sosial tersebut. Apalagi jika di komunitas tersebut adalah teman-teman sekolah dulu, teman SMP kah, teman SMA kah atau teman-teman lainnya. Ini di luar hal yang berkaitan dengan kesibukan personal tersebut. 

Ada juga sebagian yang lain menganggap dana sosial adalah sebuah kerepotan. Artinya jika sudah berkaitan dengan dana sosial maka akan ada keharusan mengikuti kesepakatan sosial yang telah ditentukan sebelum pengumpulan dana sosial itu sendiri. 

Padahal tujuan awal adanya pengumpulan dana sosial ini selain menumbuhkan empati kita sebagai makhluk sosial yang memerlukan hubungan dengan sesama manusia lainnya, juga sebagai salah satu cara menjaga keterikatan rasa. 

Bahkan sebagian lagi ada yang berpikir tentang ketidakpercayaan terhadap pengelolaan dana sosial itu sendiri. Tentunya pemikiran ini tidak dapat disalahkan. Kita telah melihat bagaimana peristiwa-peristiwa besar yang menyalahgunakan kepercayaan orang yang telah berdonasi. dana sosial ini juga masuk dalam kategori donasi. Walaupun tidak mengharapkan laba atau keuntungan dari uang yang telah diserahkan tersebut. 

Pada akhirnya, kita hanya perlu memperbarui niat saat membayarkan dana sosial pada komunitas yang kita ikuti. Apakah sebagai donasi yang perlu diminta pertanggungjawaban, atau dianggap sedekah sebagai tabungan amal kita. 

Saya masih teringat-ingat ceramah salah satu ulama Indonesia, (alm) K.H Zainuddin MZ, bahwa bersedekah itu sebaiknya seperti orang yang sedang BAB, bagaimana dia ikhlas melakukan kegiatan tersebut,tanpa memikirkan kemana “barang” yang telah dibuangnya tersebut. Apakah kita sudah ikhlas untuk berpartisipasi dalam mengumpulkan dana sosial?

Risnawati Ridwan, Ibu rumah tangga yang nyambi jadi abdi negara. Tinggal di Aceh.

[red/yes]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *